Prolog

908 211 12
                                    

Prolog

Saat aku masih kecil sekali, para sepupu yang usianya lebih tua, membuat kejutan ulang tahun untukku. Masing-masing dari mereka membuat tulisan tangan selamat ulang tahun di sobekan buku gambar yang ditempelkan ke dinding rumah pohon pekarangan belakang milik Nenek. Selain itu, mereka juga membuat bentuk kue dari tanah liat dan menancapkan tusuk gigi di atasnya sebagai lilin.

Tidak ada hadiah, kue, atau bahkan sekadar jajanan. Tapi aku merasa sangat senang karena mereka perhatian. Namun kesenangan itu tidak bertahan lama, setelah aku tahu bahwa kertas yang mereka pakai disobek dari buku gambarku yang baru dibelikan Ibu sehari sebelumnya.

Tak hanya itu, mereka juga memakai kaus bergambar Doraemon favoritku sebagai lap setelah berhasil berkreasi dengan tanah liat. Aku kesal setengah mati. Apalagi karena harus merelakan uang jajan hari berikutnya untuk membeli buku gambar yang baru tanpa sepengetahuan Ibu.

Ketika hari kelulusanku di SD, Mas Nata—kakak laki-lakiku—mengalami kecelakaan. Sepeda ontel yang dia kayuh terserempet mobil. Tergeletak di jalan dengan siku dan lutut berlumur darah, dia memeluk sebuah kotak makanan berisi donat toping keju kesukaanku. Ternyata saat itu Mas Nata berniat memberikan kejutan sebagai ungkapan rasa bangga karena adiknya yang buruk rupa dan memiliki kapasitas otak di bawah rata-rata bisa lulus juga.

Saat aku kelas dua SMP, aku dan dua saudara kandungku merencanakan untuk memberi hadiah kepada Ibu sebagai peringatan Hari Ibu. Namun kami justru dikejutkan dengan kabar bahwa Bapak dipindahtugaskan ke luar pulau oleh perusahaan tempat beliau bekerja. Hari itu rasa antusias kami berubah jadi kesedihan.

Masih ada banyak hal mengejutkan lain yang kualami sepanjang dua puluh tujuh tahun aku menumpang hidup di bumi tercinta. Tentunya, hal-hal buruk yang mengaduk-aduk emosi. Karena itulah aku tidak suka segala bentuk kejutan atau sesuatu yang mengagetkan. Aku benci dan kesal jika ada yang memberi kejutan, karena seringnya itu berakhir dengan kabar buruk.

Begitu pula sekarang, di sore hari berhujan saat aku bersiap menutup studio, sebuah kejutan datang tanpa diduga. Berupa seseorang yang berdiri menjulang di ambang pintu, dengan tatapan lurus ke arahku. Kemeja hijau tua dan celana hitamnya tampak basah kuyup, sementara titik-titik air menetes dari rambut.

Aku membeku. Tak bisa bergerak barang sedetik pun. Apalagi ketika pria itu melangkah masuk, dengan kedua sudut bibir tertarik ke samping, sementara tangannya menurunkan kacamata dari pangkal hidung. Mataku kesulitan berkedip.

"Halo, Karina. Apa saya terlambat?"

Pertanyaannya menjelaskan banyak hal. Sementara alarm peringatan berdengung di seluruh bagian otakku.

***

Definition of Ugly (On Going)Where stories live. Discover now