2. Belum Amnesia

556 129 19
                                    

Lama banget nunggu update ya? Maaf ya soalnya ini masih jadi selingan. Apalagi beberapa waktu ini emang lagi buntu banget jadi semua belum nulis huhu. Semangatin aku dong 💪

*

2. Belum Amnesia

"Tayin!"

Aku sedang memarkirkan motor di depan rumah ketika mendengar suara menggemaskan itu. Di ambang pintu depan, hasil persilangan gen antara Revalina dan Alden tengah berdiri sambil merentangkan kedua tangan ke arahku.

"Tayin Tayin!" Dengan kaki kecilnya, dia berlari super cepat ke arahku.

"Benben jangan lari!"

Tanpa melepas helm, aku segera berlari menghampiri dan menangkap makhluk mungil yang baru dua setengah tahun muncul di dunia itu dengan sigap. Anak itu kegirangan memeluk leherku, tanpa memedulikan aku yang hampir jantungan karena takut dia tergelincir di undakan.

"Kan udah dibilangin, jangan lari-lari." Kutarik pipinya dengan gemas. "Kalau jatuh nanti nangis."

Ben menatapku dengan mata bulatnya. "Nanis?"

"Iya, Benben nanti nangis kalau jatuh."

"Atoh?"

"Iya, jatuh, Sayang."

"Eykim?"

Berdecak gemas, kupeluk saja dia erat-erat hingga dia tertawa kegelian. "Es krim mulu kamu dasar!"

"Ben deket ya sama Mbak Karin?"

Aku yang sedang menurunkan Ben di kursi rotan beranda rumah, sontak menoleh saat mendengar pertanyaan itu. Melihat Bu RT tampak berdiri di depan gerbang sambil menenteng sekantung plastik sayur, aku memaksakan senyum.

"Iya, Bu," kataku sambil membukakan bungkus es krim untuk Ben. "Mari masuk, Bu."

"Nggak usah, Mbak, cuma nyapa aja tadi lewat sini."

"Oh iya." Padahal aku sama sekali tidak berharap disapa, bahkan meski beliau lewat lebih dari sepuluh kali di depan rumahku sekalipun. "Habis belanja, Bu?"

"Iya, nih. Beli kangkung. Si Ambar minta dimasakin tumis kangkung. Kangen, katanya, karena udah tiga bulan di Jepang. Maklum ya sibuk banget dia jadi kesayangan bosnya."

Aku hanya menyengir, sambil sibuk membersihkan pipi Ben yang berlepotan es krim. Dia sekarang sudah berpindah duduk di pangkuanku.

"Kalau Mbak Karin katanya baru aja berhenti kerja, ya?" Bu RT memasang ekspresi seolah-olah prihatin. "Sabar ya, Mbak. Nanti juga dapet kerjaan lagi."

"Aamiin. Makasih, Bu, doanya."

"Iya. Ibu RT prihatin loh sama Mbak Karin, udah tiga tahun kerja, eh malah dipec—" Bu RT menutup mulutnya sambil berekspresi terkejut. "Eh maaf, Mbak Karin. Ibu RT nggak maksud apa-apa. Ibu RT kemarin dengar kabarnya dari ibu-ibu lain."

Aku tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, Bu."

"Tapi kalau Ibu RT boleh tahu, Mbak Karin benar dipecat?"

"Kakak, barusan aku lihat video di Tiktok soal azab tukang gosip!"

Belum juga aku menjawab, suara lantang dari dalam rumah tiba-tiba menginterupsi. Reva membawa ponsel dan menunjukkan layarnya di depan mataku.

"Lihat, Kak. Katanya orang yang suka gosip tuh mulutnya bakal berubah bentuk jadi mirip lubang pup gitu. Terus orang yang kepo sama hidup orang lain bakal penuaan dini. Ini dia loh yang kena. Katanya dulu dia suka gosip gitu, terus kepo banget sama hidup orang lain. Padahal masih umur empat puluh loh, dia, tapi mukanya udah kayak nenek-nenek. Serem ih. Ini nyata loh, Kak. Bukan tipu bukan sihir."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 16, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Definition of Ugly (On Going)Where stories live. Discover now