2. New People▶️

576 76 37
                                    

Masih dengan apron yang melekat di tubuhnya, Seokjin berjalan kembali menuju meja makan—di mana sang papa tengah menikmati sarapan— sambil membawa kotak bekal yang sepertinya sudah diisi dengan makanan di dalamnya serta jus buah segar yang sudah dimasukan ke dalam botol transparan. Setelah dirinya berada di dekat meja, Seokjin menaruh kotak bekal serta botol jus tersebut ke dalam tas bekal yang sudah terletak di atas meja. Ia lalu menggeser tas bekal itu ke arah sang papa sebelum akhirnya menarik kursinya dan duduk kembali untuk menyelesaikan sarapannya.

"Papa nggak berekspektasi kalau dengan adanya anak kesayangan Papa di sini, itu artinya Papa bakalan bisa nikmatin sarapan dan juga disediain bekal makan siang dengan masakan olahan rumah yang seenak ini," ucap Papa Kim, membuat Seokjin tersipu dengan pujian itu.

"Jinnie senang kalau Papa suka masakannya."

"Dua tahun terakhir kamu pasti banyak belajar dari Nani, ya."

Nani adalah panggilan dari Seokjin dan Papanya untuk sang nenek.

"Apa rasanya udah mirip sama masakan Nani?"

"Persis, sembilan puluh sembilan koma sembilan persen mirip sama masakan Nani. Hm, Papa jadi kangen sama Nani kamu."

Hening.

Suasana tiba-tiba jadi sendu tatkala kalimat terakhir itu tak sengaja terucap. Tatapan Papa Kim kini tertuju pada sebuah meja dan kursi yang terletak di dekat jendela di sudut ruang makan, tempat di mana sang ibu dulu sering duduk sambil merajut dan minum teh dengan cangkir bunga bergaya klasik kesukaannya, ketika ia sering berkunjung bersama Seokjin bertahun-tahun silam.

"Sama, Jinnie juga kangen Nani, Pa. Rasanya kayak baru kemaren liat Nani senyum depan pintu sambil ngasih bekal dan nyemangatin sebelum aku berangkat kuliah. Sedih banget rasanya sekarang udah nggak bisa liat senyum itu secara langsung, cuma bisa ingat kenangannya dalam pikiran.—Em, tapi meskipun sedih, paling enggak sekarang Jinnie tau kalau Nani udah bahagia di Surga, di tempat yang jauh lebih baik." Seokjin berusaha untuk tidak menangis lagi, meski matanya sudah mulai berkaca-kaca.

"Ya, kamu benar, Nak. Bagian paling menyakitkan dari kematian adalah perasaan kehilangan dari kita yang ditinggalkan, rasa sedih karena udah nggak bisa ketemu lagi, nggak bisa memeluk lagi, dan nggak bisa liat senyum orang yang kita sayangi lagi. Itu bagian paling berat. Untuk bisa ikhlas dan menerima semua hal itu dan kemudian melangkah ke depan dan meneruskan hidup sampai waktunya giliran kita yang pergi ninggalin dunia ini, butuh ketegaran hati yang besar. Tapi, bagian terbaiknya adalah.., kita tau kalau orang yang kita sayangi itu sudah lebih bahagia di tempat yang baru, rasa lega bahwa mereka sudah berada di tempat di mana rasa sakit dan kesedihan sudah enggak akan mereka rasakan lagi."

Dengan mata yang juga sedikit berkaca-kaca, Papa Kim menatap anaknya sambil tersenyum. Dua bulan bukan waktu yang cukup sebenarnya untuk keduanya sepenuhnya sembuh dari rasa kehilangan. Namun, mereka sadar bahwa tidak baik untuk terus hanyut di dalam duka. Mereka harus bangkit dan kembali melanjutkan hidup. Setidaknya itu yang mereka percaya akan membuat Nani bahagia.

Tidak ingin membuat keduanya kembali masuk ke dalam fase kesedihan di pagi hari yang cerah ini, Papa Kim menyudahi pembahasan yang tak sengaja dimulainya itu. Sambil melihat pada arloji di pergelangan tangannya, ia berkata, "Sudah jam setengah tujuh, kamu yakin nggak mau Papa antar aja di hari pertamamu kuliah di sini? Papa bisa kok izin untuk terlambat ke kantor hari ini."

"Enggak usah, Pa. Jinnie yakin. Lagian aku masuknya jam delapan. Masih satu jam lebih... Papa masuk jam tujuh, kan? Lebih baik Papa berangkat sekarang sebelum telat. Papa itu kepala polisi, harus kasih contoh dan teladan yang baik untuk mereka yang ada di bawah pimpinan Papa. Apa coba tanggapan mereka kalau tau Pak Kim yang terkenal disiplin ini, ternyata datang terlambat karena nganterin anaknya yang udah dewasa ke kampus?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 28, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PERFECT MOON || KookjinWhere stories live. Discover now