Prolog

66 5 0
                                    

"Dia bukan pria yang baik untukmu. Tinggalkan dia."

Kata-kata itu terus terngiang di pikirannya, bahkan derasnya air hujan yang menghalangi kaca mobil sehingga membuat pandangannya tak jelas, sama sekali tak dipedulikan wanita itu. Dia terus mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi disertai wajah yang banjir oleh air mata. Air bening hangat bernama air mata itu terus berjatuhan dari kedua matanya. Suara isak tangis menjadi satu-satunya suara yang terdengar di dalam mobil.

Drrrtt ... Drrrtt ... Drrrrtt ...

Tatapannya yang lurus ke depan, pada jalan raya yang terlihat samar karena guyuran air hujan, kini teralihkan karena getar dari ponsel yang tergeletak kesepian di atas dashboard. Wanita itu menatapnya, menipiskan bibir saat melihat nama yang terpampang di layar.

"Pria tidak tahu malu. Masih berani dia menghubungiku."

Kekesalan memenuhi hatinya hanya karena melihat nama orang yang terus muncul di layar ponsel karena tiada henti menghubunginya. Tak kuasa lagi menahan amarah yang menguasai diri, wanita itu mengambil ponsel, menekan tombol di samping untuk mematikan ponsel yang terus menyala, dia lupa bahwa kini mobil masih melaju dengan cepat. Ketika dia menatap ke depan, semuanya sudah terlambat.

Dia baru menyadari ada perbaikan jalan di depan sana, wanita itu pun memutar setir ke kanan dengan mengerahkan seluruh tenaga yang dia miliki untuk menghindari sang petugas yang melambai-lambaikan tangan, memberinya isyarat agar berhenti.

Mobil sedan hitam itu meluncur cepat ke arah kanan dan berhenti saat menabrak dengan keras pembatas jalan. Mobil terlihat berasap di bagian depan dan belakang dengan kaca depan yang pecah.

"Bu, Anda baik-baik saja?!"

Suara beberapa petugas yang tengah memperbaiki jalan, kini mengelilingi mobil itu, menggedor-gedor kaca mobil untuk menyadarkan si pengemudi yang terkulai dengan kepala yang mendarat di depan setir.

Sedangkan wanita itu masih meneteskan air mata seolah-olah rasa sakit yang dia rasakan karena kepalanya terbentur cukup keras hingga keningnya mengeluarkan darah, tidak seberapa jika dibandingkan sakit dalam hatinya.

Di tengah-tengah kesadarannya yang mulai meredup, wanita itu masih terus meneteskan air mata dan bergumam pelan untuk menunjukkan betapa sakit hatinya kini, "Kenapa nasibku seperti ini? Apakah aku tidak berhak untuk bahagia?"

Hingga akhirnya kedua matanya terpejam dengan air mata terakhir yang jatuh menetes, bercampur dengan darah yang mengalir dari luka robek di dahinya.

Inilah kisah Han Eun-Cha ... sosok wanita tegar dan mandiri yang merutuki nasib percintaannya yang selalu berakhir memilukan. 

Suami Sang Nona BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang