38. Dibekap

41 10 3
                                    

Makanan hangat buatan ibu sudah tersedia di atas meja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Makanan hangat buatan ibu sudah tersedia di atas meja. Pagi ini, aku harus pergi ke sekolah untuk memastikan sesuatu. Semua pintu yang kutemui sudah dicoba untuk dibuka. Siapa tahu dari salah satu pintu itu ada satu yang menghubungkan aku ke dunia nyata.

Aku sangat yakin, apa yang terjadi padaku saat ini untuk memperbaiki semuanya sejak awal. Aku dipaksa mengulangi ini berkali-kali seperti di dalam sebuah gim,

"Hana sayang, kok, nggak makan? Dimakanlah, Mama udah capek masakin, loh, buat kamu."

Aku menatap wajah ibuku. Seingatku, ibu tidak pernah suka dipanggil mama. Dia meletakkan nasi pada piring datar berwarna putih yang cukup besar di hadapanku. Wajahnya semringah, seakan tidak ada beban pikiran yang menganggunya.

Pandangan mataku sedari kemarin menyisir rumah, tetapi aku tidak bisa menemukan Niko dan Milli di rumah ini. Bangunan rumah ini juga sedikit aneh. Perlahan cat dindingnya berubah kusam. Langit juga sama, mendung seperti akan hujan, tetapi tidak ada hujan yang turun.

"Dimakan, dong, sayang."

"Ibuuun."

"Duh, panggil Mamah aja, jangan Ibun-ibun, gak enak banget dengernya."

"Iya, Mah. Hana berangkat dulu."

Aku berlari ke luar rumah, tetapi ada seseorang yang menantiku di depan rumah. Dia tidak tersenyum ke arahku seperti biasa. Wajahnya datar tanpa ekspresi. Aku berjalan di belakangnya, karena Ibu menyuruhku begitu.

"Apa boleh aku pergi ke Cafe Tuan Wiskar?"

Dia berhenti dan berbalik arah menatapku. "Jangan ke sana! Tempat itu tidak layak untuk didatangi. Kamu harus mengikuti, agar tidak tersasar. Dunia ini, bukan seperti tempatmu sebelumnya."

"Di duniaku, orang yang berwajah sama seperti Anda, adalah orang yang sangat periang dan luar biasa baik padaku. Apakah dunia ini semuanya kebalikan pada duniaku sebelumnya?"

"Tidak usah ditanya, kau hanya diminta menjalani duniamu yang sekarang."

"Yang suram tanpa keceriaan?"

Dia diam saja dan terus berjalan. Aku mengikutinya tanpa bertanya-tanya lagi. Dunia ini memang sangat suram, hampir semua orang berwajah masam. Langit yang gelap membuat perasaan semakin gelap dan suram.

Sekolah di depanku berisi orang-orang berwajah suram. Semuanya berjalan dalam barisan seperti sekumpulan robot. Mereka mengantre untuk masuk ke dalam sekolah. Ada seseorang berwajah mirip Bu Mia di ujung antrean. Dia mengecek satu demi satu orang yang datang. Sampai akhirnya, giliranku pun tiba.

Matanya mengeluarkan sebuah sinar kecil yang sedikit berkilau. Dia memindai wajahku sebentar dan mengeluarkan sebuah stempel lalu menarik tanganku. Tanganku dicap dengan sebuah logo aneh yang tidak kumengerti.

Aku terus berjalan pada sebuah lintasan yang berpendar. Langit pagi ini cukup gelap, hanya sinar itu yang bisa aku lihat saat ini. Sinar itu seakan menuntunku pada sebuah bangunan sekolah yang begitu megah. Aku terus berjalan, sampai berhenti di depan ruang kelas.

Cafe Jasuke Just Okay (Complete Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang