2. Buku bacaan

32 12 72
                                    

HAPPY READING !

Perempuan itu menatap ke arah jam tangan yang melingkar di tangan kanannya, salah satu penghuni kos, Bang Wisnu akan wisuda besok. Dirinya harus mengerjakan beberapa tugas agar tidak mengganggu waktu besok. Pia jadi tidak fokus, padahal mata kuliah kali ini sudah hampir selesai, catatannya bahkan sudah penuh dengan tulisan yang berisi penjelasan dari dosen yang sedang berdiri di depan.

"Pi, nanti makan di kantin, yuk !" Teman yang ada di sebelahnya berbisik mengganggu konsentrasi Pia yang sedang menulis. Pia menjawab dengan anggukan kepala, pertanda setuju.

Dosen di depannya masih setia menjelaskan satu slide yang penuh dengan gambar, Pia senantiasa menulis dan bergumam, berusaha memahami. Saat Pia mendongakkan kepalanya, slide power point sudah berganti dengan ucapan terima kasih di sana. Seluruh mahasiswa bernapas lega, senang karena kaki mereka yang keram sudah bisa berdiri dan makan di kantin.

"Gila, kaki gue kesemutan dua jam duduk doang," ujar temannya kemudian berdiri dan memegang tas miliknya dengan satu tangan. Pia dengan santai memasukkan bukunya dan ikut berdiri setelahnya.

"Lo ngomel gitu, tapi tadi lo aja sempet pergi ke toilet lama banget, enggak balik-balik. Dramatis banget lo Kir." Pia menyindir membuat temannya meringis, menunjukkan deretan giginya yang rapi.

"Kalau enggak keluar, bisa gila gue," ujar Kiranna, selaku teman dekat Pia dari awal masuk ke dalam kampus besar ini. Pia menggelengkan kepalanya tidak paham.

Mereka berjalan ke arah kantin dan Pia melihat ke arah kerumunan di sana. "Oh, iya Kir. Gue enggak mau nuduh, sih. Tapi, gue yakin banget itu lo." Pia menatap ke arah Kiranna dan menghentikan langkahnya ke kantin. Temannya itu juga ikut berhenti melangkah dan menaikkan alisnya kebingungan.

"Apa?" tanya Kiranna sembari menunggu temannya itu membuka mulutnya, memberikan dirinya penjelasan.

"Tentang buku yang baru gue baca dan Haikal." Pia memberikan sebuah kalimat yang langsung membuat Kiranna meringis, dirinya tau kemana arah pembicaraannya ini. Segera saja Kiranna mengalihkan pembicaraannya.

"Ayo, Pi keburu ayam gepreknya habis," ujar Kiranna langsung melangkahkan kakinya besar-besar ke arah kantin, meninggalkan Pia yang menunggu pengakuan temannya tersebut. Pia yang melihat Kiranna melarikan diri jadi semakin yakin kalau yang membocorkan hal itu adalah Kiranna.

Pia mengikuti Kiranna yang sudah mengantri untuk membeli makanan. Perempuan itu ikut memesan ayam geprek di tempat yang sama dengan Kiranna memesan. Mereka mencari tempat duduk dan mendapatkannya, lokasinya di pojok pas sekali karena hanya itu bangku yang tersisa.

"Jadi, lo dikasih apa sama Haikal sampe jawab tentang buku yang lagi gue baca ?" tanya Pia membuat Kiranna yang sedang menyendok nasi putih dengan sepotong ayam langsung tidak berselera.

"Dikasih lima puluh ribu, Pi." Kiranna kemudian melirik ke arah Pia dengan takut. Pia sendiri yang mendengarkan jawaban jujur temannya hanya bisa menghela napas. Dirinya tidak marah, toh walaupun Kiranna tidak cerita, Haikal pasti memaksanya.

"Makan. Gue enggak marah." Pia berbicara lagi ketika ayam geprek temannya itu tidak disentuh lagi. Pia tau kalau Kiranna pasti takut dirinya marah.

***

Pia mengecek jadwalnya, kemudian bergegas untuk meneguk es teh yang tadi dirinya beli hingga kandas. "Udah enggak ada kelas. Gue mau balik, sih. Lo juga ?" tanya Pia kemudian meletakkan gelas es teh yang tadi dirinya pegang.

"Ada rapat nanti, jadi mau nunggu di kampus." Kiranna membuka ponselnya dan menunjukkan chat grup BEM miliknya. Pia mengangguk mengerti kemudian dirinya pamit untuk pulang.

Tiba-tiba seseorang menutup matanya dan berbicara, "Tebak siapa ?" Pia yang sudah mengecek ponselnya mendumel kesal, apalagi suara yang familiar membuat dirinya langsung tahu siapa yang mengisenginya.

"Kal, gue mau pulang cepet. Jadi, jangan sok tebak-tebakan, deh." Pia mendumel sementara Haikal berhenti untuk main-main dan menyingkirkan tangannya dari mata Pia.

"Gue anter, yuk!" Laki-laki itu tersenyum mengharapkan Pia mengangguk setuju.

Nyatanya, perempuan itu menggelengkan kepalanya, "Enggak usah. Gue mau pergi juga nyari sesuatu."

"Mau nyari apa?" tanya Haikal memastikan kembali sementara Pia menatap laki-laki itu dengan agak malas.

"Buket bunga." Pia menjawab sekenanya, awalanya dirinya tidak mau menjawab, namun mengingat laki-laki itu akan terus mengoceh akhirnya Pia mengalah.

"Buat siapa? Gue, ya?" tanya Haikal dengan penuh percaya diri sementara Pia menatap lawan bicaranya dengan malas.

"Buat Kak Wisnu, kenal, kan?" Pia menjawab lagi, pasalnya Haikal ini sangat dikenal oleh sebagian besar anak-anak yang ada di kos. Karena seringnya laki-laki itu datang ke kos dengan alasan tugas kuliah.

"Oh, Kak Wisnu wisuda, ya?" tanya Haikal dengan semangat sementara Pia menganggukkan kepalanya.

"Sekalian kalau gitu, yuk! Gue juga mau cari buket bunga buat Mas Wisnu," ujar Haikal dengan semangat, kemudian meminta Pia untuk mengikutinya.

Pia menghela napas, kemudian mau tidak mau mengikuti langkah dari Haikal itu sendiri. Haikal memberikan helmnya ke Pia dan perempuan itu menerimanya.

"Haikal, kalau misalnya gue jahat. Gue bakal manfaatin lo terus, jadiin lo babu." Pia berbicara setelah mereka meninggalkan perkarangan kampus, menuju ke tempat buket bunga palsu di jual.

"Maksudnya?" tanya Haikal tidak mengerti, dirinya tidak terlalu dengar ucapan Pia karena angin kencang yang menerpa wajahnya.

"Gue bisa aja manfaatin lo dengan mudah. Nyuruh-nyuruh lo karena gue tau lo suka sama gue," Pia menjelaskan kembali dengan kata-kata yang berbeda.

"Terus?" Haikal bertanya kembali, masih tidak mengerti tujuan dari Pia mengungkapkan kata-kata tersebut.

"Ya, gue bisa aja manfaatin, nyuruh-nyuruh, dengan gantungin status kita, bikin lo berharap padahal gue cuma manfaatin lo doang," ujar Pia sembari membetulkan helmnya untuk mendapatkan posisi nyaman.

"Kalau lo mau, lakuin aja." Haikal malah memberikan jawaban yang membuat Pia tidak bisa berkata-kata lagi.

"Gue enggak mau bikin anak orang berharap kayak gitu. Lagi pula, ya Kal ada banyak cewek yang cantik di kampus kita, kenapa juga lo ngejar gue, deh. Heran." Pia mengomel lagi, sementara Haikal mengerem motornya saat lampu lalu lintas menyala merah.

"Cantik, tuh bukannya relatif ? Menurut gue yang paling cantik itu lo. Udahlah, Pi kalau gue udah bilang bakal ngejar lo sampe kapanpun gue bakal kejar, tinggal perasaan lo aja, kapan tumbuhnya ke gue," ujar Haikal kemudian mengegas motornya karena lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau.

Pia terdiam, "Mungkin, enggak bakal tumbuh, Kal. Gue enggak bisa," batinnya dalam hati sembari menatap aspal yang terus bergerak atau lebih tepatnya aspal yang mereka lalui.

Haikal menatap dari spion, melihat wajah Pia yang tampak melamun. Haikal tersenyum tipis, "Bakal tumbuh, Pi. Gue bakal buktiin kalau mantan lo itu beda sama gue." Haikal berucap dalam hati sembari menatap jalanan dan menjalankan motornya.

***

Lanjut?

Kampus BakPiaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ