Tunangan

20 1 0
                                    

Minggu, 17 September

Pagi itu semua keluarga menjadi saksi atas ikatan Arga dan Vanessa, tepuk tangan riuh ramai oleh para tamu undangan. Lamaran yang diadakan kedua keluarga mengundang beberapa kolega bisnis yang orang tua mereka kenal, meski tidak semua tapi ini cukup meriah dan mewah.

"Fiola, ke mana Ayana? Aku tidak melihatnya sedari tadi." tanya Vania mencari-cari sosok Ayana.

"Dia tidak datang Van, dia mengatakan ada pekerjaan mendesak di kantor dan mengharuskan dia melewatkan acara ini." Fiola menjawab.-"Oh begitu, padahal dia belum sempat berkenalan dengan calon Kakak iparnya." gumam Vania pelan.

"Kita akan mengenalkannya saat acara pernikahan saja." balas Fiola tersenyum. Vania mengangguk setuju.

Setelah acara sesi foto kini semua keluarga menikmati jamuan dan mengobrol santai.

"Vanessa, kamu cantik sekali sayang. Ibu nggak salah pilih menantu dan calon istri untuk Arga." ucapnya bahagia.

"Makasih Tante." balas Vanessa tersenyum manis.

"Eh kok masih panggil Tante! Panggil Ibu sayang." ralat Vania ingin. -"Ah iya maaf, Ibu." Vania mengelus pundak Vanessa lembut. Arga hanya mendengarkan semua orang yang berbicara di situ.

Arga bangkit dari tempat duduk.-"Bu, sepertinya aku harus segera pergi. Ada pekerjaan yang mendesak." ujarnya sembari memasukkan handphone ke saku jasnya.

"Loh, acaranya belum selesai Arga. Apa tidak bisa suruh sekertaris mu saja yang menghandle?"

"Tidak bisa Yah. Aku menyuruh dia untuk memantau proyek di Surabaya bersama Bima." jelasnya santai.

"Bahkan kamu belum sempat banyak bicara dengan Vanessa loh Arga." tambah Dimas menatap menantunya itu. Arga melirik singkat pada Vanessa.

"Masih ada lain kesempatan, maaf aku harus segera pergi." ucapnya dan bergegas keluar. Jika masih ada kesempatan Arga Adiwangsa. Diriku tidak yakin itu akan terjadi. "batin Vanessa.

"Maafkan Arga ya sayang, dia memang seperti itu kalo berurusan dengan pekerjaan tidak bisa ditahan."ucap Vania tak enak. Vanessa tersenyum manis -"Tidak apa-apa Bu, Vanessa mengerti kok."

Ayana kini tengah menyiapkan berkas untuk pertemuan kerja sama dengan investor asing yang akan ditemuinya di sebuah Restoran Mawar yang tidak jauh dari kantor. Jika pertemuan pertama ini berkesan itu menjadi hal baik untuk perusahaan dan tentu untuk nama baik Ayana.

"Ayana, kata Pak Saiful kamu tidak boleh melupakan apa yang harus kamu bawa saat bertemu dengan investor itu." kata melodi mengingatkan.

"Iya Mel. Makasih sudah mengingatkan aku cantik." balas Ayana mencubit pipi tembem milik Melodi dengan gemas.

"Dasar bule jadi-jadian, suka banget sih cubit pipi aku." gerutu Melodi dan dibalas tawa oleh Ayana. Yah, selama bekerja di sini Ayana sering kali dijuluki bule jadi-jadian karena faktanya ia tidak memiliki wajah kebulean tapi sangat kontras dengan identitasnya. Entahlah ia lebih dominan wajah Papanya.

"Halo, Pak Saiful?"

"Halo, Ayana sepertinya direktur utama kita akan ikut bersamamu bertemu dengan investor yang akan kamu temui. Dia akan menyusul."

"Oke. Pak Saiful, saya mengerti."

"Oh yah saya mengirim nomor kamu pada direktur utama kita, sepertinya dia akan menelpon mu nanti."

"Baik."

Love AyanaWhere stories live. Discover now