Chapter 12

30 5 1
                                    

Setelah bertempur di dapur hampir dua jam hanya untuk membuat cake bertingkat, akhirnya aku bisa bernapas lega karena pertempuran itu selesai juga. Saat menoleh ke samping aku bisa melihat tante Zahra tampak kagum dengan cake yang kami buat.

"Ini kamu sudah cocok loh buka toko yang khusus menjual cake seperti ini. Selain itu, ternyata tanganmu juga sangat berbakat. Tante yakin, kalau semisal kamu buka toko, pasti cake buatan kamu laris manis."

Aku hanya tersenyum menanggapi pujian Tante Zahra. Lagi pula aku belum ada pikiran sampai sana karena menurutku cake buatanku masih jauh dari kata enak dan indah untuk dilihat. Aku rasa yang harusnya buka toko cake itu bunda, karena menurutku cake beliaulah yang paling enak dan indah saat dilihat.

"Oh iya. Apa masih ada yang perlu aku bantu, Tan?"

Ini sudah mau magrib, dan aku bukan tipe orang yang berani naik kendaraan umum sendirian di malam hari. Itu mengapa aku sangat-sangat jarang keluar malam sendirian kecuali ada hal yang betul-betul mendesak itupun pasti ditemani.

"Tidak ada. Ini saja tante merasa nggak enak sama kamu, karena sudah direpotin."

"Nggak apa, Tan. Sesama manusia memang sudah seharusnya saling bantu membantu."

"Kamu pulangnya nanti saja, ya. Setelah makan malam. Sekalian temenin tante nungguin Keenan pulang. Om Farhan juga lagi tidak ada di rumah, soalnya lagi keluar kota. Sementara itu Rayyan juga masih belum pulang."

"Memangnya Kak Rayyan kalau pulang kantor suka jam berapa, Tante?"

"Dia paling cepat pulang kantor ya habis isya. Kadang juga jam dua belasan, bahkan kadang-kadang nggak pulang dan nginap di kantor," jelas Tante Zahra.

Itu berarti Kak Rayyan jarang quality time sama keluarganya? Jika nanti kami sudah menikah apa Kak Rayyan masih akan pulang telat seperti itu?

"Ayoo, mikirin apa?" Tante Zahra tertawa kecil saat aku tersentak karena ucapannya barusan.

"Tenang saja. Rayyan sudah janji kok sama kami, kalau nanti dia sudah menikah sama kamu, dia nggak akan pulang telat lagi."

Syukurlah, aku tidak bisa membayangkan bagaimana rumah tangga kami kelak kalau Kak Rayyan selalu pulang kerja di jam seperti itu. Karena, aku tipe orang yang kalau malam tidurnya bisa dibilang produktif. Jam 9 malam kalian tidak akan bisa menemukanku di ruang keluarga di saat yang lain masih mengobrol, karena di jam seperti itu aku sudah bergelung dengan selimut dan menyelam di alam mimpi.

"Ya sudah. Saya minta izin bunda dulu ya, Tante."

Setelah mendapat anggukan dari Tante Zahra aku berjalan menuju samping rumah yang ternyata tempat kolam renang berada. Kakiku melangkah ke ayunan kayu dengan tangan yang sibuk menempelkan ponsel ke telinga.

"Halo, assalamualaikum, Bunda." Bertepatan dengan aku yang baru saja mendudukkan diri di ayunan, teleponku juga sudah diangkat oleh bunda.

"...."

"Aku izin pulang malam, ya. Karena Tante Zahra minta ditemani sampai Keenan datang. Nggak apa yah, Bunda?"

"...."

"Eum, anu. Bunda nanti bisa suruh ayah untuk jemput aku kalau ayah lagi nggak sibuk, ya. Tadinya aku mau minta dijemput Bang Afzal, tapi nanti kasian Mbak Devita sendirian di rumah."

"...."

"Ya sudah kalau begitu aku tutup teleponnya, ya. Assalamualaikum."

Usai menelpon aku kembali masuk ke dalam rumah, karena azan magrib juga baru saja dikumandangkan. Namun, langkahku seketika berhenti saat menemukan Kak Rayyan yang sedang berdiri di depan pintu--dengan wajah yang kelihatannya lelah.

Life Partner (ON GOING)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz