14

5.2K 1K 77
                                    

Vote dulu sebelum baca, yh🧘🏽‍♀️

Weekend kali ini, rumah Fahri ternyata kedatangan tamu. Si Fahri kedatangan Neneknya. Saat ini pun, Fahri lagi duduk berdua sama Neneknya di ruang tengah.

"Fahri, Nenek bawain kamu ini." Nenek menaruh sebuah bungkusan item ke atas meja.

Fahri penasaran, jadinya dia langsung aja buka tu bungkusan yang ternyata isinya kotak dan di dalam kotak itu ada kue. "Kue kesukaan Fahri ternyata," gumam Fahri sambil tersenyum tipis. "Makasih, Nek."

"Sama-sama, sayangnya Nenek. Diicip dulu, Ri."

Fahri sedikit terharu sebenernya. Udah lama dia gak ketemu sama Neneknya, sekali ketemu, Neneknya masih inget buat bawain kue kesukaannya. Fahri nyicip kue itu sedikit. Rasanya masih sama, ngebikin memori Fahri bernostalgia ke masa kecilnya.

"Masih enak kaya dulu, Nek."

Nenek mengusap lembut kepala cucunya. "Baguslah kalau kamu juga masih suka. Fahri sampai sekarang masih sering tinggal sendiri, ya?"

Fahri mengangguk kecil, tatapannya menyendu. "Sekarang ayah sama mama malah hampir berminggu-minggu gak pulang ke rumah. Makin tinggi jabatan mereka, kayanya makin lupa juga pulang ke rumah. Atau mungkin justru ayah sama mama udah punya rumah baru masing-masing yang lebih nyaman."

"Nenek ngerti, pasti gak gampang buat kamu nerima keadaan yang kaya gini."

Fahri merebahkan diri berbantalkan paha sang Nenek. "Fahri udah nyoba nerima kenyataan, kok, Nek. Fahri sadar masih banyak orang di luar sana yang lebih berat hidupnya dibanding Fahri."

Nenek tersenyum terus ngelus lagi kepala Fahri. "Cucu Nenek kuat, cucu Nenek hebat."

Setelahnya Nenek bersenandung kecil. Fahri memejamkan matanya, menikmati senandung dan elusan tangan Nenek. Dulu, pas masih kecil, biasanya Fahri diginiin biar tidur, tapi sekarang Fahri malah sedih pas diginiin. Rasa-rasanya waktu berlalu cepat banget, Fahri tiba-tiba udah gede aja.

"Fahri."

Fahri ngebuka mata dan menatap sang Nenek. "Iya, Nek?"

"Kamu cucu pertama Nenek dan anak satu-satunya, Nenek berharap sekali bisa melihat kamu sukses. Kalau ada umur, Nenek mau lihat kamu kerja di tempat yang enak, punya teman-teman yang bisa menyemangati kamu, menikah sama perempuan yang baik, lalu punya anak yang lucu-lucu."

Fahri mengangguk kecil. Hatinya mulai merasa sedikit gelisah. Lagi-lagi dia harus memikul ekspektasi orang. Orang-orang yang kenal Fahri, terkhusus yang kenal orang tua Fahri, selalu berekspektasi tinggi sama Fahri. Mengingat sesukses apa orang tua Fahri sekarang, semuanya mau Fahri lebih sukses dari orang tuanya.

"Fahri harap juga gitu, Nek, tapi namanya hidup gak bakal gampang. Pasti ada yang gak sesuai sama harapan kita, kan, Nek?"

"Kamu bener, Fahri. Kalau gitu, Nenek doakan yang terbaik saja buat kamu. Semoga kamu bisa melewati segala sesuatu yang kamu anggap halangan."
.

.

.

.

.

Sejak Fahri ngedenger harapan Neneknya, dia jadi sering ngelamun. Fahri masih muda, rasa-rasanya, dia jadi tersinggung kalo tiap orang ngebahas terus tentang masa depannya apalagi ngebahas nikah. Malam ini Fahri ke sebuah cafe yang jadi tempat tongkrongannya sama temen-temennya. Besok Senin, sih, tapi bukannya istirahat, mereka-mereka itu malah nongkrong.

"Weh, Ri, tumbenan amat baru dateng lu, biasanya aja lumayan cepet."

Fahri mendudukkan diri. Menatap lemes temen-temennya yang lagi main uno. "Sibuk dikit."

Makrab {BXB} (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang