Ten -- Married?

1 2 0
                                    

Bulan kini hadir untuk menggantikan matahari yang telah pamit pergi. Di bawah bulan itu seorang gadis sedang duduk pada rerumputan sembari memeluk kedua lututnya, kembali mengingat kejadian tadi sore.

Suara flash kamera saat itu langsung mengalihkan perhatian Wulan. Ia pun mendongak, ternyata Do-Young dan lainnya telah keluar gedung. Karena tahu bahwa mereka tidak bisa berlama-lama, Wulan pun langsung berlari agar bisa menjangkau para idol favoritnya.
Di saat Wulan tengah berlari, Afifa ternyata keluar mobil dan berteriak,

“Hati-hati, Mbak!”

Wulan pun berhenti berlari. Ia menoleh ke belakang dan hanya bisa menggeleng saja. Dapat ia duga pasti adiknya yang satu itu terkekeh di balik cadar.

Lagi-lagi tindakan Afifa membuat Wulan terkejut saat badan gadis bergamis kotak-kotak itu membungkuk. “Daebak! Lo, tahu budaya di Korea?” Wulan bertanya heran dalam batin.

“Nuna!”

Mendengar namanya dipanggil membuat Wulan langsung menoleh. Ia menunjuk diri sendiri. “Aku?”

Nam-Joo mengangguk. Tangannya memberi isyarat agar gadis bernama Wulan itu mendekat. Kemudian, Nam-Joo berbisik sebentar pada sang manager.
“Beri, kami waktu tiga menit saja.”

“Baiklah!”

Bagai mendapat doorprise dadakan, membuat Wulan langsung segera berlari mendekati Nam-Joo dan lainnya.

“Kau, sungguh memanggilku Nam-Joo?” tanya Wulan setelah beberapa saat mengatur deru napas terlebih dahulu.

“Iya, Nuna,” jawabnya. Pandangan Nam-Joo kemudian beralih menatap Afifa yang masih berdiri di seberang jalan.

“Omong-omong, apa gadis itu adikmu?”
Pandangan Wulan ikut melihat ke seberang. “Iya. Apa, kau menyukainya?”

Ekspresi terkejut terlihat jelas dari wajah Nam-Joo. “Aku? Tidak, Nuna. Justru ....”
Pria kelahiran Busan itu sedikit mendekatkan wajahnya pada Wulan. Lalu berbisik, “... justru sepertinya dua Hyungku itu yang lebih menyukai adikmu, Nuna.”

“Benarkah?”

Nam-Joo berdeham. Matanya menyipit, melihat pemandangan cukup romantis di depannya. Hingga fokusnya buyar saat mendengar suara berat dari sang manager. “Nam-Joo, kita tidak banyak waktu!” peringat manager bernama Song Jong-Ki sembari melihat arloji di tangan.

Pria berkepala empat itu kemudian melonggarkan dasi. Menatap tajam Nam-Joo. “Sekarang, bisa kita pergi sekarang? Flash kamera ini benar-benar membuat mata saya terganggu.”

Mendengar perkataan dari Pak Jong-Ki membuat Nam-Joo dan Wulan berusaha menahan tawa. 

“Ekhm! Iya, Pak. Sebentar, ya.”

Oh my god! Hampir saja Wulan lupa memberi hadiah dari Afifa. “Nam-Joo! Ini hadiah buatmu dan lainnya.”
Dengan senang hati Nam-Joo menerima kelima paper bag yang ada di tangan gadis di hadapannya. “Wah! Terima kasih, Nuna. Kau, baik sekali.”

“Sama-sama. Oh, ya di setiap paper bag itu ada nama kalian masing-masing dan juga catatan kecil dariku dan adikku,” ujar Wulan.

Kegiatan Nam-Joo terhenti saat melihat beberapa hadiah di dalam paper bag. Ia mendongak. “Benarkah? Apa ada catatan berisi ungkapan cinta dari adikmu untuk salah satu Hyungku?”

Wulan terkekeh. “Mungkin?”

“Aku, harap begitu.”

“Apa, nih? Hadiah, ya?” tanya Seo-Jun sembari mengalungkan tangan di bahu adiknya.

NANTIKANKU DiBATAS WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang