05. Nyata!

135 18 0
                                    

Udah follow belum?



“Aku gak mau dijodohin sama Om-Om, tadi!” teriak Syafa saat sudah membuka pintu rumahnya. 

Jangan tanyakan se–berapa menolaknya Syafa saat di cafe, tadi. Tapi ya tidak membuahkan hasil apapun. Apalagi saat Ustadz Zay meng–iyakan dan menerima perjodohan itu.

Syafa meraung tidak jelas saat ini. Kenapa ucapannya menjadi nyata? Padahalkan itu hanya candaan semata, kenapa harus terjadi?

“Apapun kemauan Papah, tidak bisa kamu cegah! Apalagi ini demi kebaikan kamu, Syafa!” seru Jaka menatap tajam putrinya yang kini sudah seperti orang gila. 

“Papah sama Mamah egois! Kenapa kalian malah jodohin aku sama Om-Om? Kenapa nggak sama orang yang aku sebutin ciri-ciri nya, tadi, huh? Kenapa?!” tanya Syafa tanpa sadar meneriaki kedua Orangtuanya. 

Syafa sudah sangat dongkol pada mereka. Menjodohkan semaunya, menolak pun tidak bisa! Lantas sekarang Syafa harus apa?

“Nak, dengar sayang, kami melakukan ini demi kebaikan kamu.” ucap Fatma lembut. 

“Kebaikan? Kebaikan apa yang Mamah maksud? Kalau aku nikah sama dia, aku gak bakal baik-baik aja, Mah! Aku gak bakal bahagia! dia bukan tipe aku! Dia sama sekali bukan selera aku!” lirih Syafa diakhir kalimatnya. 

“Alah! Kamu fikir Nak Zay Indomie, apa? Pake acara bawa selera! Udah sana tidur! Besok kita harus secepatnya urus resepsi kamu. Nak Zay minta dipercepat. Kamu denger kan permintaan Nak Zay, tadi?” tanya Jaka menatap malas anaknya. 

“Nye nye nye! Kalian Orangtua yang benar-benar kejam tau nggak?” ucap Syafa berlalu dari sana. 

Syafa masuk kedalam kamar dengan membanting pintu. Tidak memperdulikan kedua Orangtua nya yang kini tengah mengusap dada akibat ulah anaknya. 

“Mamah sama Papah jahat banget, Tuhan! Aku gak mau nikah sama dia! Aku gak suka sama cowok yang modelnya begono! Aku gak mau, Tuhan!” lirih Syafa disela isakan yang keluar disudut bibirnya.

Syafa duduk disofa yang berada didalam kamarnya. Menelungkupkan kepala dikedua kaki miliknya. 

Kenapa Orangtuanya begitu jahat? Syafa semakin meraung saat mengingat 4 hari lagi akad pernikahannya.  Bagaimana ini? Apakah Syafa harus kabur? Tapi kemana?

Ini semua gara Ustadz laknat itu! Kenapa dia harus menerima perjodohan ini? Kenapa tidak dia tolak saja?

“Gue benci Ustadz Lalay, itu! Gue benci.” lirih Syafa. 

Saat tengah menertawakan nasibnya, suara notif handphone miliknya mengalihkan atensi Syafa.  Segera membuka chat dari no yang tidak dikenal itu. 

×××××

Ini saya, calon Suami kamu!
Tidak usah dibalas, saya hanya disuruh Bunda untuk memberikan no saya sama kamu.

Setelah membaca isi pesan dari no yang tidak dikenal itu Syafa semakin meraung.

“Percaya diri amat! Siapa juga yang mau bales chat dari dia?” ucapnya datar. 

“Tuhkan, kosa-kata nya juga baku begini, mana cocok sama gue yang gini. Gak cocok, sumpah! Gue gak mau! Gue gak mau sama dia!” teriak Syafa. 

Entah karena lelah menangis atau apa, Syafa tertidur disofa, itu. Tidak mengganti pakaiannya, tidak menghapus make-up juga. Intinya hanya tidur yang saat ini Syafa inginkan!

“Nak, kamu yakin sama keputusan kamu? Maaf, bukannya Bunda menilai orang dari penampilannya, tapi... ” Amel tidak melanjutkan kalimatnya. Dia yakin, Zay pasti mengerti apa yang dia maksud. 

Zay tersenyum. Menampilkan sedikit gigi rapih nan putih miliknya. Mengelus pelan tangan lembut milik sang Bunda. “Bunda percaya kan sama Zay? Bunda tau kan kalau Zay akan memutuskan masalah secara matang?” tanya Zay lembut.

Amel hanya mampu mengangguk. Dia tidak tau apa yang kini ada dalam hati Putranya.

“Bund, Zay tau, calon Istri Zay itu tidak berpenampilan tertutup, tidak seperti Bunda. Tapi, Zay bersyukur kalau nanti dia jodoh, Zay. Kenapa? Karena itu akan menjadi sebuah tantangan buat Zay supaya dia mau menunaikan kewajibannya. Bunda do'ain aja, ya.” ucap Zay yakin. 

“Kamu suka sama dia, Bang?” tanya Ray.  Ah iya, Zay ini terkadang memang sering mendapatkan panggilan Abang dari Amel maupun Ray. Bukan tanpa alasan, karena kenyataannya Zay memang seorang Abang yang memiliki banyak Adik, kan?

“Mmm... Kalau untuk itu Zay masih belum tau pasti, Yah. Zay masih bingung, Zay belum yakin rasa ini rasa suka atau bahkan cinta, tapi yang jelas, Zay... ” Zay menggantung kalimatnya. Malu juga rasanya jika harus jujur kepada mereka. 

Ray menganggukan kepalanya. Faham apa yang dirasakan Zay saat ini. “Dan itu juga alasan Abang mempercepat hari akad? Abang gak mau kalau rasa Abang hanya nafsu semata?” tanya Ray, lagi.

Kali ini Zay hanya diam saja. Bingung harus menjawab apa. Toh apa yang dikatakan Ray memang benar.

Ray dan Amel memang tidak akan mempermasalahkan apapun. Ray maupun Amel akan mencoba belajar menerima Menantu mereka layaknya seorang Orangtua kepada anak kandungnya. Mereka menanyakan hanya sekedar rasa penasaran saja. 

Dan ya, mereka kini sudah mendapatkan jawabannya. Anaknya memang mencintai Syafa. Jadi mereka bisa apa selain mendo'akan, kan?

“Semoga kalian berjodoh sampai maut memisahkan, Nak.” lirih Amel memeluk sang putra sulung. 

Zay mengangguk. “Aamiin. Makasih Bund. Makasih, Yah. Kalian suda percaya sama kelutusan yang Zay ambil. Kalian benar-benar sudah menganggap Zay dewasa. Terima kasih, Ayah, Bunda. Maaf kalau Zay masih merepotkan kalian.” lirih Zay. 

Semuanya larut dalam suasana haru dimalam ini. Tadi, selepas mengirimkan pesan kepada calon Istrinya, Zay dipanggil oleh kedua Orangtua nya. Dan ya, mereka mengerti akan keputusan yang Zay ambil.

Semoga ini keputusan yang terbaik yaa Robb. Semoga hamba tidak salah pilih.’ batin Zay. 



Tinggalkan jejak membaca!

Wajib!!!






Setulus Cinta Ustadz ZaydanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang