2. Kenalan

222 21 0
                                    

Pagi ini Ebra sedang di balkon kamarnya sambil memainkan gitar hitam kesukaannya, saat SMA dulu ia termasuk anak yang sangat aktif di berbagai kegiatan, fotografi, musik, menyanyi, paskibra, basket, sepakbola dan osis.

Karna Ebra dulu adalah anak yang sangat pemalu, orangtuanya berinisiatif untuk memasukkannya ke berbagai kegiatan dari sebelum masuk sekolah dasar, lama kelamaan Ebra mulai mengikuti berbagai kegiatan sosial lainnya saat beranjak dewasa.

Lingkungan di bandung juga menjadi penyebab Ebra akhirnya menjadi anak yang berbakat dan berani menunjukkan bakatnya ke banyak orang dan tentu saja, dukungan dari Ayah dan Bundanya juga menjadi salah satu penyebab Ebra menjadi orang yang seperti ini.

Aktivitas bermain gitarnya terhenti saat melihat Ayahnya keluar dari gerbang rumahnya dengan pakaian santainya.

"Ayah!" Panggilnya sedikit keras.

Mendengar panggilan itu, terlihat Ayahnya mendongakkan kepalanya keatas dan menunjukkan wajah bertanyanya.

"Mau kemana?" Tanya Ebra

"Keliling, mau ikut gak?" Tanya Ayah dan langsung mendapat anggukan semangat dari Ebra.

Jujur saja, dia disini tidak punya teman dan tidak terlalu tahu tentang tempat tempat dan jalan disini padahal ini adalah tempat Ayahnya berasal. Hah, salahkan saja Ayahnya yang jarang sekali membawanya kesini.

Saat ini mereka sudah berjalan beriringan berdua dengan pakaian santai mereka, Ayah yang memakai kemeja polos biru laut dipadukan celana pendek bahan mocca dan sendal slop hitamnya, sedangkan Ebra memakai kaos hitam polos dipadukan jaket jeans coklatnya dan celana pendek bahan putih gading ditambah sendal slop putihnya.

"Kita mau keliling kemana emang yah?" Tanya Ebra sambil melihat-lihat sekitaran jalan yang mereka berdua lewati.

"Keliling aja, dulu Ayah sama Dadong kamu suka banget kalo tiap subuh jalan-jalan sebelum berangkat kerja dan Ayah berangkat sekolah, selalu nyempetin liat matahari terbit dulu karna Dadong suka pulang pas Ayah udah tidur, jadi dia selalu nyempetin waktunya buat Ayah." Ayahnya tersenyum saat mengingat masa itu dengan Ibunya, atau nenek Ebra yang orang bali sebut Dadong. Ayah Ebra tidak pernah merasakan kasih sayang seorang Ayah itu sebabnya Ayahnya selalu berjanji bahwa Ebra tidak akan merasakan hal yang sama seperti dirinya.

Jalanan aspal untuk kendaraan dan pohon-pohon kelapa disetiap sisi, yang jarang dilewati kendaraan membuat daerah disini menjadi sedikit tenang. Karna pribumi disini adalah orang yang bekerja di laut dan turis turis yang datang kebanyakan saat weekend.

Mereka terus berjalan dengan Ayah yang banyak menceritakan masa kecilnya disini, dan Ebra yang menjadi pendengar yang baik sepanjang perjalanan.

"Oh, Yudhistira kan?!" Ditengah perjalanan mereka dikejutkan dengan suara seorang nelayan yang memanggil nama Ayahnya dengan cukup keras.

"Indra! Yaampun sudah lama sekali, kenken kabare?" Tanya Ayahnya semangat saat bertemu dengan teman lamanya, mungkin?

"Baik, wah ketemu kamu sudah kayak ketemu artis saking panglingnya." Jawab Pak Indra dengan logat bali-nya yang sangat kental.

"Hahaha Iyakah? Kamu juga keliatan sangat beda dari dulu."

"Kalo aku makin tua, kamu hidup di bandung jadi makin muda hahaha." Mereka terus mengobrol sampai melupakan kehadiran Ebra diantara mereka.

"Ini siapa? Anakmu?" Tanya Om Indra sambil melihat kearah Ebra dengan tatapan kagumnya.

"Iya, ini anakku satu-satunya namanya Ebra. Kak, salim dulu ini temen ayah dari kecil." Ayahnya memberikan gesture yang langsung dipahami oleh Ebra.

Euthanasia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang