14.🌹Terikat kenangan ✓

91 11 0
                                    

Nada Dering dalam ponsel itu tak kunjung mendapat sahutan sang pemilik. Dibawah pelukan hujan, Tubuh cungkring tergeletak di antara himpitan gundukan tanah pemakaman.

Darah segar di pelipis pun teralirkan mengotori sebagian wajah putih pucat. Sosok wanita dalam teduhan Payung melangkah kearah makam yang disinggahi si pemuda malang.

Seketika Wanoja itu terhenyak dapati satu jasad tepat di hadapan, sekujur tubuh berubah panas dingin, Jemari menutupi mulut ia yang menganga karna syok berat.

Bola mata pun mengedar ke segala Arah, Dia dirundung bimbang dan
resah, entah harus berbuat apa, tak ada siapapun yang bisa dia tanyai, apakah ini mayat ataukah orang yang tak sadarkan diri. nyalinya amat ciut untuk memastikan semua itu. Meninggalkan tempat adalah pilihan terbaik demi menghindari kesialan, dia berbalik mengayun kakinya cepat.

Sebuah rintihan kecil dari desis
sang pemuda yang meringis pedih menyelinap ke telinga, Hentakan langkah memburu hendak pergi itu tertahan begitu saja, menarik ia untuk kembali ke posisi semula. Dalam sekejap ketakutan itu pun sirna.

Dia bersimpuh mendekati Pemuda yang tengah dipenuhi luka ditiap sekujur tubuh Itu, dengan cucuran darah segar di bagian wajah juga kepala, manik sudah Lamat pada sang insan seakan familiar dengan Garis wajah ini.

"Za-Zain, ?" ucapnya usai mengenali wajah si pemuda. Dia kenal jelas pemuda itu. adik bungsu dari sang lelaki yang amat berharga di masa lalunya.

Ketakutan kini berganti kepanikan penuh keperdulian. Dia menggerayapi Zain, memastikan baik tidaknya kondisi pemuda itu. Riana mengambil alih ponsel si bocah dan menghubungi nomor yang masuk dan tak sempat terjawab sebelumnya.


💐💐💐

Tiga pemuda saling mengayun langkah dengan kalang kabut, sekeras mungkin ketiganya membelah jalan yang mereka lewati, tak lagi perduli meski menabrak pejalan yang lain, cuma sinar mata yang terselip rasa takut juga sesal dengan porsinya masing- masing.

Satu pria berlari mendahului dua saudaranya di belakang, dengan kalap dia menghampiri satu wanoja yang duduk di tepi kursi pengunjung.

" Zain, Zain..." Raihan tak lelah gumamkan nama itu, irisnya tak lelah mengedar mencari belang sang empu. mendekat pada sosok berambut panjang terurai nan hitam pekat lagi duduk lesu.

"Riana, dimana adek gue?" Todong pemuda itu menuntut.

Si nona menengadah lalu berdiri menatap datar pada muka yang putus Asa itu. "Loe, tenang dulu Han" imbuhnya.

Langkah salah satu saudaranya tertahan. Usai berhasil mengenali sosok perempuan yang sedang menenangkan sang Kakak. Nazriel menarik napas dalam dan kembali melebarkan jejak langkahnya mendekat dengan mimik datar.

"Dimana Zain...?" Timpah Doni membaur dalam kepanikan yang sama. Menoleh si gadis dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Bang Doni, Adek kalian--" Terhenti
ucap Riana, kala Dokter dan perawat menggiring bangsal yang membawa Zain melewati Mereka, untuk dimasukan kedalam Ruang ICU. Ketiga saudara itu menoleh langsung membaur kerumuni juga mengekori para pihak medis tersebut.

"Dokter tolong selamatkan Adik
saya" kembali nada gugup itu menguntaikan rasa cemasnya. Tapi sayang Dokter tak menanggapi, dia masuk dan perawat menghadang ketiga saudara yang saat itu ingin membuntuti, menuju Ruangan
Tersebut. "Anda tunggu saja diluar" intrupsi Perawat.

Dibalik dinding kaca, Raihan kukuh berdiri tepat depan pintu, Sambil menatap lamat Adik bungsu yang menerima penanganan sang ahli medis.

L-E-N-T-E-R-A  [ON-Going]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora