Flower (iii)

382 69 68
                                    

Beberapa hari ini suasana di unit apartemen Seokjin dan Jisoo terasa cukup dingin. Dingin bukan dalam arti yang sesungguhnya.

Sebenarnya sikap Jisoo lah yang dingin. Biasanya ia selalu menampakkan wajah ceria di hadapan suaminya, tapi beberapa hari ini tidak. Ibu dari seorang putri itu sama sekali tak berniat berbincang dengan sang suami. Ia hanya berbicara ketika Seokjin bertanya kepadanya. Dan selebihnya ia lebih memilih bungkam.

Meski Jisoo bersikap dingin kepada Seokjin, tetap saja ia tak pernah meninggalkan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga. Ia tetap beraktivitas seperti biasa namun hanya irit bicara.

Hal itu tentu saja disadari oleh Seokjin. Ia sadar jika sikap istrinya berubah setelah malam peluncuran parfum yang lalu.

Seokjin bukanlah tipikal pria yang hanya akan diam saja jika pasangannya irit bicara. Berkali-kali Seokjin sengaja berbicara panjang lebar memancing agar istrinya berbicara pun nihil hasilnya.

"Sayang, ada apa denganmu?" Tanya Seokjin. Kini keduanya sudah berada di atas ranjang bersiap untuk tidur.

"Memangnya ada apa?" Sahut Jisoo dengan posisi memunggungi Seokjin.

"Kalau bicara, tatap mata yang mengajakmu bicara, sayang."

Lalu Jisoo membalikkan tubuhnya dan menatap ke arah Seokjin. Seokjin pun tersenyum. "Nah, begitu. Aku jadi bisa melihat wajah cantik istriku."

Seokjin memajukan wajahnya hendak mencuri kecupan pada bibir istrinya, tapi sayangnya Jisoo menahan dadanya.

"Sayang, apa aku tidak boleh melakukannya? Sudah lama kita tidak melakukannya. Apa kau tidak merindukan sentuhanku, hmm?"

Jisoo memutar kedua bola matanya jengah. Kenapa suaminya ini sama sekali tidak peka. Padahal yang ia butuhkan adalah sebuah penjelasan. Tapi sayangnya suaminya ini tak pernah menyinggung Jennie yang dijadikan sebagai brand ambassador di perusahaannya.

Seokjin kembali mendekatkan wajahnya.pada istrinya. Tapi kini Jisoo tak menahan pun tak mengelak. Bahkan kini posisi Seokjin sudah berada di atas Jisoo dan tangannya mulai menjamah tubuh istrinya yang masih terbalut gaun tidur berbahan satin itu.

Saat Seokjin hendak menyingkap gaun tidurnya, Jisoo segera menghentikannya.

"Waeyo?" Protes Seokjin.

"Jelaskan padaku dulu."

"Apa yang harus kujelaskan padamu, sayang?"

"Jennie." Ucap Jisoo dengan tenggorakan yang tercekat. Ia percaya pada suaminya, tapi entah kenapa pikirannya selalu menjurus ke arah sana. Ke arah dimana Jisoo sendiri tak sanggup untuk membayangkannya. "Kenapa kau tak mengatakan apapun padaku jika Jennie menjadi brand ambassador di perusahaanmu."

Seokjin pun menurunkan tubuhnya dari atas Jisoo, kini posisi tidurnya di samping sang istri.

"Katakan, Kim Seokjin!"

Jika Jisoo sudah memanggil dengan nama suaminya, berarti ini memang serius.

"Memangnya apa yang harus kujelaskan padamu?" Tanya Seokjin dengan pandangan lurus ke langit-langit kamar berwarna putih itu. "Itu bukanlah hal yang penting yang harus ku ceritakan kepadamu, sayang." Kini Seokjin memiringkan tubuhnya menghadap pada Jisoo.

Short ff JinsooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang