6. Maksa Banget

465 33 0
                                    

"Ma, restuin aku sama Yasa, dooong!" pinta Vanka pada mamanya, Nala.

Menggeleng, wanita itu meneruskan aktivitasnya mencuci piring. "Nggak, kelakuanmu belum cocok buat nikah, Van."

Vanka cemberut, tapi otaknya berputar untuk mengambil alih pekerjaan mamanya. "Biar aku yang cuci piringnya."

Tangan Vanka seketika ditepis. "Kamu pikir modal bisa cuci piring doang udah pantas nikah?"

Mundur, Vanka tahu kekurangannya sebagai perempuan amat sangat banyak. Namun, saat menikah nanti bukannya Vanka akan belajar sedikit demi sedikit? Ia juga tidak mau seumur hidup membebani suami untuk terus menutupi kekurangannya.

"Alasan Mama nggak mau restuin aku dan Yasa, karna aku nggak bisa apa-apa?" Vanka bertanya lagi.

Nala berhenti mencuci piring. "Kamu bahkan nggak tahu apa-apa tentang Yasa. Kamu nggak tahu rumahnya di mana, pekerjaannya apa, kayak gini mau nikah?"

"Kan, entar aku bisa tanya, Ma."

"Bukan perkara soal ditanya entar—"

"Nggak apa-apa, kok, Tante, Yasa sama anak Tante aja." Suara itu tiba-tiba hadir di tengah mereka.

Yasa yang baru habis mandi kini bergabung dengan mereka. Lelaki itu mencuri perhatian Vanka, tampan sekali. Jika sudah menikah, mungkin Yasa yang baru selesai mandi akan menjadi pemandangan terindah di mata Vanka.

"Mama nggak bakalan denger," ucap Vanka dengan wajah cemberut. "Entar kalau Vanka nikah sama Yasa, anak Vanka pasti cakep, Ma. Mama nggak bangga punya cucu cakep?"

Yasa dan Vanka tersentak saat spatula menghantam wastafel. Nala sengaja melakukan itu karena dua anaknya terus saja bersikeras melanggar apa yang dilarangnya.

"Baru ketemu sehari udah pengin nikah?" Mata Nala membulat. "Kalau kalian kenalnya udah lama, baru Mama restui."

Vanka dibuat bungkam, lalu melirik Yasa yang mungkin sekarang tengah memutar otak untuk melontarkan kalimat pembelaan lagi.

Yasa menghela napas. "Nikahnya juga ada waktu, Yasa dan Vanka bakal sibuk nyiapin pernikahan. Nggak apa-apa kalau waktunya juga dipake buat saling kenal lebih jauh."

"Naaah!" Ini yang Vanka tunggu dari Yasa.

Nala menatap kedua anak di hadapannya satu per satu, lalu meninggalkan mereka di dapur tanpa sepatah kata pun. Bukan karena ngambek nasihatnya tidak didengarkan oleh Yasa dan Vanka, tapi karena ia harus meluruskan ini bersama suaminya dan Aidan, ayah dari Yasa.

Tak diam di tempat, Vanka seketika melangkah mengejar Nala, Yasa menyusul di belakang.

Tangan Vanka ditahan oleh Yasa, membuatnya diam di tempat. "Pegangan tangan, jangan dilepas. Kalau lepas, yang ada kita bakal dipisahin beneran."

Senyum Vanka merekah. Ia tak tahu berapa senti kini panjang bibirnya saat tersenyum jika diukur dengan penggaris.

Malu-malu, Vanka melangkah dengan sedikit oleng. Kapan lagi bisa disukai cowok ganteng, sampe mau dinikahin pula.

"Nanti kamu mau apa buat mas kawinnya?"

Mata Vanka membulat, bukankah ini terlalu cepat untuk ditanyakan? Ia menggigit bibir bawahnya, berusaha kalem. Mau heboh, tapi bukan waktunya. Yang ada Yasa malah ilfeel melihat tingkahnya.

"Nih, baru kenal, mereka langsung izin mau nikah!" Nala menunjuk duo sejoli yang baru saja menginjakkan kaki di pintu depan.

Di teras, Ruri dan Aidan terlihat santai dengan alat pancing mereka. Nala dibuat seperti radio rusak.

Di Luar Nurul, Nggak Habis Fikri 21+Where stories live. Discover now