Ep. 25

413 85 0
                                    

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Danny mengetuk-ngetuk meja dengan gelisah, berkali-kali menengok jarum jam yang terus bergerak. Di depannya, ada sebuah laptop yang layarnya menyala dan menampakkan sebuah ruangan.

Itu ruangannya.

Ini adalah waktu yang disebutkan oleh Sora dalam telepon, Danny langsung menyiapkan jebakan diruangannya untuk mendapatkan bukti. Alat penyadap dan kamera tersembunyi, dia mempersiapkan semua itu agar bisa menangkap kaki tangan Andrew.

Apapun yang terjadi, dia akan memotong pergerakan Andrew.

Jun yang sedari tadi bersamanya, melirik kearah Danny. Dia paham, sahabatnya itu pasti gelisah menunggu Sora melakukan rencananya.

"Nggak usah tegang, kita pasti dapatin bukti," ujarnya dengan tenang.

Danny menghela napas. "Bikin gugup aj—"

"Nah, itu dia!"

Buru-buru Danny melihat ke layar laptop, menampakkan Sora yang memasuki ruangan Danny, diikuti oleh seorang OB. Melihatnya, Danny jadi penasaran.

OB tersebut memakai topi, berpura-pura membersihkan ruangan Danny, sedangkan Sora mengecek semua tempat yang ada.

"Siapa orang itu?" gumam Jun.

Orang yang bersama Sora itu akhirnya membuka topinya, menyisir rambutnya menggunakan jari. Melihat wajah itu, Danny jadi geram.

"Sial, kita lalai."

"Andrew, ya? Nggak nyangka dia turun langsung." Jun tersenyum tipis, terlihat misterius.

Begitu Sora mendapatkan apa yang dia mau, dia langsung memberikannya pada Andrew dan buru-buru keluar.

"Gue mau keluar dulu." Jun juga bergegas keluar. Berpura-pura berjalan menuju ruangan Danny untuk melihat langsung wajah Andrew yang sedang menyamar itu.

Dan gotcha!!

Jun melihat orang itu sedang membawa kain pel dari arah ruangan Danny. Andrew tampak menunduk menutupi wajahnya dengan topi, tak ingin Jun melihatnya.

Ditepuknya bahu Andrew dengan santai, lalu tersenyum meremehkan dari samping.

"Kerja bagus, Andrew. Selanjutnya lo bisa ke penjara."

Mendengar itu, Andrew jadi membeku.

Apa ini? Kenapa Jun bisa tau kalau ini dia?

Banyak sekali pertanyaan dikepala Andrew, tapi dia segera pergi sebelum orang lain juga menyadarinya.

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Danny langsung menghempaskan tubuhnya di kasur begitu ia sampai di rumahnya. Entah kenapa hari ini dia merasa lelah, memikirkan seorang penjahat bisa menyusup dalam areanya dengan mudah.

Dia sudah lalai.

"Sayang, udah daritadi datangnya?" Delmara yang baru selesai mandi ikut bergabung dengan duduk di tepi kasur.

"Baru aja, tumben kamu mandi siang?" tanya Danny, dengan wajah yang masih ditutupi lengannya.

"Hari ini cuacanya sedikit lebih panas, jadi aku mandi karena gerah. Gimana di kantor? Semua berjalan lancar?"

"Hm, rasanya capek. Aku langsung pecat Sora tadi."

Delmara mengulas senyumnya, melihat betapa kerasnya Danny berusaha untuk melindungi keluarga mereka. Ia jadi bersyukur, bisa bertemu dengan seseorang seperti Danny dalam hidupnya.

"Kalau gitu mau aku bikinin sesuatu? Camilan atau minuman." Delmara beranjak berdiri, tapi tertahan oleh pelukan suaminya.

Pria yang masih memakai setelan kerja itu memeluk tubuh Delmara, menyembunyikan wajahnya di ceruk leher sambil menghirup wangi sabun dan sampo.

"Nggak, cukup makan kamu."

"Nggak usah aneh-aneh, bentar lagi aku lahiran." Danny tertawa kecil mendengarnya, padahal dia hanya menjahilinya.

"Kalau gitu, cium?"

Delmara tersenyum kecil melihat wajah imut di bahunya itu, mengecup sejenak bibir suaminya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Delmara tersenyum kecil melihat wajah imut di bahunya itu, mengecup sejenak bibir suaminya. Danny tersenyum lebar, kembali menidurkan tubuhnya dan memejamkan mata.

Ah dasar, Danny selalu seperti anak kecil sejak dulu.

Istrinya membiarkan Danny tertidur lelap, sedangkan dia akan pergi menuju kamar Johan. Mendapati sang adik sedang bermain ponsel di kasurnya, menoleh kearah pintu dan segera mematikan ponsel.

"Butuh sesuatu?" tanya Johan.

Delmara hanya tersenyum, bergerak duduk di tepi kasur. "Minggu ini lo ada waktu?"

Johan tampak berpikir sejenak. "Ada, emang kenapa?"

"Udah lama nggak ke makam, ayo kesana!"

"Dengan kandungan lo yang udah umur segitu? Bahaya, lagipula kata Bang Danny si Andrew itu berulah lagi 'kan?"

"Tapi gue kangen Mama dan Papa." Delmara mengerucutkan bibirnya, memainkan jarinya diatas paha.

Johan menyerah, dia tak tega melihat Kakaknya begini.

"Gue temanin, tapi lo ijin dulu sama Bang Danny."

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

"Brengsek!"

Orlan hanya memejamkan matanya ketika suara pecahan botol kaca terdengar di rumahnya, itu ulah Andrew. Dia tertawa kecil melihat berkas yang dibawanya. Bukannya berisikan file perusahaan, justru tertulis sesuatu yang menjengkelkan.

'Coba Lagi'

"Kenapa lo malah ketawa? Emang ada yang lucu?"

Orlan menggeleng, kembali menghisap rokoknya dengan santai, berbeda dengan Andrew. Yah, dia bisa mengerti bagaimana perasaannya. Dia sudah merencanakan semua ini dan berpikir akan lancar, tapi ternyata musuh sudah mengetahui pergerakannya.

Semuanya berantakan.

"Sora brengsek! Ini semua karena dia yang idiot!"

"Yah, nggak bisa disalahkan kalau dia emang bodoh." Orlan masih terduduk santai, tidak seperti Andrew yang melampiaskan semua amarahnya.

"Sekarang gue harus susun rencana lagi, gara-gara si pelacur itu!"

"Kenapa lo nggak culik aja salah satu keluarganya?"

"Udah gue bilang, Danny pasang pengamanan ketat!"

Orlan terdiam, menatap lurus kearah file tipuan dihadapannya. Seulas senyuman mencurigakan terbit, ada sebuah ide gila yang terlintas di kepalanya.

"Dia memang musuh yang kuat, tapi dia lakuin satu kesalahan besar."

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

BEST PAPA • choi hyunsuk (sequel of Danny) Where stories live. Discover now