Bab 3

22 4 0
                                    

"Alasan mengapa tuhan menciptakan hujan, adalah agar makhluknya bisa menangis sepuas mungkin, tanpa diketahui siapapun. Kecuali dirinya."

Pak supir memarkirkan mobilnya tepat didepan gerbang dekat parkiran, sedangkan Sekala terlihat dari kejauhan baru saja sampai diparkiran, berboncengan bersama Arumi.

Wanita selingkuhannya.

Tak salah jika emosi Kirana menaik kehulu hati. Ia beranjak keluar dari mobil dan menghampiri Sekala yang tengah membukakan helm yang dipakai oleh Arumi.

"Jadi ini alasan kamu jauhin aku, la?"

Sekala tidak menghentikan kegiatannya, ia menaruh helm yang telah dibuka dari Arumi kebawah motornya. Menatap Kirana penuh rasa intimidasi.

"Ya. Sekarang lu udh tau kan? Dan lu udah bisa pergi lupain semuanya mulai dari sekarang."

"Denger tuh, kakak Kirana yang CANTIK." Ucap Arumi dengan senyum kemenangan.

"Bangga ya, bisa rebut cowo orang." Ucap Kirana.

"Ooo, tentu." Tanggap Arumi penuh rasa kebanggaan.

"Tcih, murahan."

"Kirana!! Jaga mulut lu ya!"

Kirana terbungkam, mulutnya tak bisa berkata-kata. Melihat Sekala lebih membela wanita barunya, dibanding Kirana yang notabenenya masih menjadi pacarnya hingga sekarang.

"Kita masih ada hubungan, la. Kamu ko seenaknya jalan boncengan sama cewe lain? Aku gimana?"

"Ya ga gimana-gimana, mulai sekarang kita putus. Simpel kan?"

"Simpel? Semudah itu, la?"

"Mudah, dan ga ribet. Permisi.." Ucap Sekala beranjak bersama Arumi meninggalkan Kirana sendiri.

Tidak ingin menangis dan menjadi pusat perhatian satu sekolah, Kirana memilih pergi beranjak menuju toilet. Berdiri didepan kaca westafel, menatap tubuh sendiri dibalik kaca yang tak kasat mata.

Kirana tidak ingin menangis, menambah tanda bengkak dimata setelah semalaman menangis. Tapi apa daya, rinai air mata tak bisa terbendung, ketika mengingat kembali akan apa yang telah terjadi pagi ini padanya.

Kirana merasa takdir selalu mempermainkannya, ia kembali menatap diri, melihat dan bertanya apa kekurangan dari dirinya, yang Arumi miliki?

Langkah Kirana terpincang-pincang, penglihatannya terasa kabur. Bahkan ia sempat hendak menabrak beberapa tiang, ia berjalan menyusuri lorong dengan berpegangan pada sisi-sisi tembok.

Brak

Cahaya lampu menyadarkan Kirana dari tidurnya. Ia melihat sekeliling, tempat yang tak asing baginya. Ruang UKS, ruangan dimana Kirana berbincang ria dengan seorang lelaki. Yang sampai saat ini belum ia ketahui, siapa namanya.

"Na, akhirnya lu bangun. Gua khawatir banget, tadi tiba-tiba ada kabar kalo lu pinsan didepan koridor.

"Gua gapapa, Zee." Suara Kirana terdengar serak.

Kirana mengangkat tubuhnya, mengubah posisi menjadi setengah duduk setengah berbaring. Ia merasakan penglihatannya agak kabur, tubuhnya seperti sedang diremas, rasanya sakit tidak bisa bergerak secara bebas.

"Yang anterin gua ke UKS, lu Zee?"

"Nggak, si Angkasa yang anterin."

"Angkasa? Yang mana orangnya?"

"Cielahh, masa gatau? Dia itu murid terkenal waktu dismp kita dulu."

"Gua ga ngeh, emang masuk SMA sini ya?"

 Senja Untuk KiranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang