Part 17

892 53 4
                                    

"Apa kau sudah gila Vino!! Pernikahan bukan main-main!! Kau menikah hanya karena permintaan konyol adikmu. Bisa jadi perempuan itu korban keegoisan adikmu, Vin. Pikirkan baik-baik. Pernikahan bukan mainan."

Sasa tidak bisa membendung rasa terkejutnya kala setelah mereka bercinta tanpa kekerasan, Vino justru membawa kabar mengejutkan. Pria itu akan menikahi wanita yang tidak pernah dikenalnya hanya karena permintaan adiknya. Sungguh Sasa tidak habis pikir dengan jalan pikiran Vino.

"Memang, tapi ku pikir tidak ada salahnya menikah dengan wanita muda itu. Mama tidak akan terus menerus memburuku untuk dijodohkan." Jawab Vino santai sambil bersandar di kepala ranjang. Ia mulai menyalakan rokoknya meskipun tubuhnya hanya berbalut selimut yang menutupi hingga sebatas perutnya.

"Wanita itu mungkin tidak bersalah, Vin. Obsesi adikmu mungkin sudah kelewat batas hingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan pria itu." Ucap Sasa sambil melilitkan selimut ke area dadanya. Ia masih berusaha memberikan pengertian pada Vino tentang tindakan gegabahnya.

"Apapun alasannya, Kiara sangat sakit hati pada wanita itu. Ia menghina-hina Kiara dan aku tidak terima."

"Apa kau mendengarnya sendiri?"

"Tidak."

"Dan kau percaya begitu saja pada adikmu. Vin, aku yakin Kiara terobsesi pada pria itu dan merencanakan pembunuhan. Adikmu sudah keterlaluan. Dan kau masih melindunginya."

"Hentikan Sasa! Urusan Kiara bukan urusanmu. Pernikahan ini hanya formalitas di atas kertas agar mama tidak terus menerus mendesakku untuk menikah."

"Kau hanya sekedar begitu, aku juga bersedia, Vin. Tidak usah menikahi wanita muda itu. Kasihan dia, Vin."

"Aku tidak ingin hubungan kita berlanjut Sasa. Kesepakatan kita, hanya seputar seks dan uang. Kalau kau lupa akan hal itu."

"Aku tidak membutuhkan uangmu."

"Aku tidak peduli. Kesepakatan awal yang berlaku. Jangan melampaui batasmu."

"Tapi aku mencintaimu, Vin. Tidakkah kau pikir perlu mencobanya denganku? Aku tidak masalah jika kau tidak mencintaiku."

Vino menghembuskan napas berat. Sudah ia duga suatu saat Sasa pasti meminta kepastian. Meskipun sejak awal hubungan mereka hanya sekedar bersenang-senang, lama-lama Sasa tidak bisa membendung perasaannya sendiri. Inilah yang dulu membuat Vino enggan menerima tawaran Sasa. Mamanya juga sempat ingin menjodohkannya dengan Sasa, tapi Vino menolak karena ia tidak mencintai wanita itu.

"Dengar Sasa, aku tidak mau kehilangan persahabatan kita. Dengan menikah, kita pasti akan mengalami saat percekcokan. Aku tidak ingin mengalaminya denganmu. Dan lagi, aku juga harus menikahi wanita itu demi Kiara. Aku tidak mau terjadi sesuatu pada adikku dan membuatku menyesalinya."

"Vin, adikmu memanfaaatkanmu. Buka matamu lebar-lebar. Adikmu itu mengerikan, dia bahkan hampir membunuh orang dengan sengaja. Kenapa kau terus menerus melindunginya. Semakin kau terus melindunginya, dia akan semakin mengerikan."

"Tutup mulutmu, Sasa!! Kiara adikku. Kau tidak berhak mengatakan hal buruk tentangnya."

"Vin, aku tidak ingin kau menyesal karena menyakiti orang yang salah."

Karena tidak tahan dengan perkataan-perkataan Sasa, Vino akhirnya turun dari ranjang. Ia mematikan rokoknya di asbak lalu memakai pakaiannya. Sasa menatap pria itu dengan mata berkaca-kaca.

"Aku pergi. Uang yang kau butuhkan sudah di transfer oleh Barry."

"Aku tidak membutuhkannya."

"Terserah padamu mau kau apakan."

Vino mengabaikan Sasa yang terus mengusap air mata yang mengalir di pipinya. Wanita itu terlihat sangat patah hati. Tapi, Vino harus tegas mulai sekarang. Ia tidak mencintai Sasa dan harus tegas pada wanita itu agar tidak mengharapkannya.

Sasa menangis sesenggukan saat Vino benar-benar keluar dari apartemennya. Sungguh hatinya sangat sakit dengan penolakan Vino. Meskipun dari awal sudah bersiap dengan penolakan Vino, tetap saja sangat sakit saat benar-benar terjadi. Sasa tidak menyangka, perjuangannya selama bertahun-tahun ini, berakhir sia-sia karena wanita yang bukan tandingannya sama sekali.

**

Zakia, Prili dan Denis tidak bisa membendung rasa terkejutnya kala mendengar kabar dari Luna. Mereka berkumpul di kantin rumah sakit dengan wajah muram. Andien sedari tadi hanya mengaduk jusnya tanpa minat, mengingat semua yang dilakukan Vino padanya, ketakutan-ketakutan tidak bisa hilang begitu saja dari otaknya.

"Dien, kakaknya Kiara itu mengerikan banget lo. Dia bisa nyingkirin siapapun yang nggak ia suka. Lo bisa kabur atau gimanapun caranya. Nggak usah mikirin kita semua. Nyawa lo lebih penting sekarang." Ucap Denis sambil menatap iba pada Andien. Menikahi Vino merupakan hal paling mengerikan yang pernah ia dengar seumur hidupnya.

"Kiara ngomong apa sih sama kakaknya. Kok keadaannya jadi kayak gini." Prili tidak dapat menahan rasa kesalnya. Pasalnya, keadaan mereka baik-baik saja sebelum Kevin menolong Kiara. Jika tahu jadi seperti ini, mungkin saat itu Kevin pasti akan membiarkan wanita gatal itu mati di tengah jalan.

"Dia manipulatif. Pasti ngomong yang bukan-bukan tentang Andien." Sahut Zakia dengan suara datar. Luna sedari tadi hanya terdiam. Tidak menimpali ucapan mereka karena takut. Ia benar-benar takut Vino menikahi Andien dan Andien dibunuh. Jikapun mayat Andien di buang, Luna yakin tidak ada dari mereka semua yang bisa menemukannya.

"Dien, apa nggak sebaiknya kamu kabur aja. Setidaknya dengan kamu menghilang, kamu nggak bakal dinikahi sama Vino. Dia itu mengerikan, Dien. Sungguh, kakak teman SMA-nya dan Vino dari dulu memang semengerikan itu."

Andien tidak menyahut segala omongan orang yang ada di hadapannya. Ia hanya terdiam sambil menatap nanar jusnya. Ingin rasanya ia berlari seperti saran mereka semua. Namun, sisi kemanusiaannya berkata lain. Jika semua orang disekitarnya terluka, ia akan dihantui rasa bersalah seumur hidupnya.

Andien mendongak, tersenyum menatap keempatnya. Tidak mungkin ia kabur dengan situasi seperti ini. Selain membahayakan nyawa Kevin, Andien juga yakin Vino pasti akan menemukannya dan kembali mengancamnya.

"Tidak apa. Pak Vino memang semengerikan itu. Tapi ia tidak akan menyakitiku. Mungkin keinginannya menikahiku agar aku tidak menggangu Kevin dan Kiara lagi. Mungkin begitu yang dipikirkannya."

"Tapi kau tidak menganggu mereka. Wanita gatal itu yang masuk ke dalam hidup kalian." Prili tampak kesal setengah mati. Namun juga tidak berdaya karena sepertinya Andien tidak mau berubah pikiran.

"Tolong semuanya. Hargai keputusanku. Aku pikir ini yang terbaik. Jadi, mungkin ini satu-satunya jalan agar kita semua baik-baik saja. Aku pulang dulu. Aku lelah."

Andien berdiri, kemudian meninggalkan keempat orang yang kini menatapnya iba. Tekat Andien sudah bulat. Mungkin terdengar menakutkan, tapi satu hal yang paling menakutkan, lebih menakutkan dari pada menikahi Vino, yaitu kehilangan Kevin. Andien tidak mau kehilangan Kevin dan menyesal seumur hidup karena egois.

Di luar rumah sakit, Andien duduk di halte menunggu bus tiba. Ia sesekali mengusap air matanya. Hingga bus tiba dan ia naik ke dalamnya, Andien tidak menyadari sedari tadi ada yang diam-diam memperhatikannya. Mengikuti bus, hingga akhirnya berbalik setelah memastikan Andien sampai di rumah dengan selamat.

Trapped With You (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang