Prolog: Jatuh Cinta Sekali Kejar Sampai Mati

143 23 6
                                    

Aku sering penasaran dengan teman-temanku yang mudah sekali mengatakan, "Aku jatuh cinta sama cowok itu."

Atau ada yang bilang, "Ih, cakep banget. Kayaknya aku naksir dia, deh."

Bagaimana, ya. Aku bertemu banyak cowok di sekolah. Yang jagoan basket nan tampan, sampai juara olimpiade Kimia yang cerdas. Teman-temanku kasak-kusuk kalau orang-orang seperti itu lewat. Katanya mereka keren.

Sedangkan aku, merasa biasa aja, tuh.

Sampai saat ini aku tidak yakin dengan standar orang jatuh cinta. Apakah wajah tampan yang membuat jatuh hati? Kepandaian yang menumbuhkan kekaguman? Atau kekayaan? Pada Adit yang katanya anak orang terkaya se-kecamatandan sering meneraktir teman-teman, aku juga merasa biasa saja. Tidak ada rasa berdebar-debar seperti yang dibilang teman-temanku sebagai tanda jatuh cinta.

"Kamu enggak normal," kata teman sebangkuku.

Aku tidak yakin soal itu.

"Apa kamu suka cewek?" tanya teman belajar kelompok, seraya bergidik.

Ih, ini apa lagi. Tidak ada rasa berdebar-debar juga di jantungku, tuh, saat melihat cewek cantik. Jadi, seratus persen aku yakin, kalau aku bukan bagian dari kaum pelangi.

"Kamu enggak pernah merasa si Randy itu penuh cahaya gitu saat berjalan ke arahmu?" tanya teman sebangkuku lagi, sambil menyebut nama cowok tampan paling populer di sekolah kami.

Aku menggeleng. Tidak jelas akan maksudnya.

Lalu, teman sebangkuku itu melihat lekat padaku. Sangat serius. "Apa jangan-jangan ...," ujarnya mengambang.

"Kamu punya kelainan!" serunya dengan sangat yakin.

"Maksudmu?" tanyaku tak mengerti.

"Matamu selalu berbinar saat menyelesaikan soal matematika," kata temanku seraya berpikir. "Jangan-jangan kamu menyukai angka-angka, sampai-sampai kamu jatuh cinta. Karena itu kamu tidak bisa jatuh cinta sama manusia!" lanjutnya cepat.

Aku melongo. Apa benar ada yang seperti itu? Jatuh cinta sama angka? Hahaha. Analisa yang sungguh tak masuk nalar.

Namun ... Tiba-tiba aku meragukan diri sendiri. Bagaimana kalau itu benar?

Pembicaraan itu berakhir di sana, tak pernah terselesaikan. Tak pernah menemukan jawaban.

Sampai kemudian aku datang di Balai Desa Sidorukun untuk meminta surat keterangan domisili, yang akan kugunakan sebagai salah satu syarat masuk kuliah.

Aku melihat lelaki berpakaian khaki berkulit sawo matang yang melayaniku sambil tersenyum. Aku yakin tak punya kelainan jantung, tetapi saat menatapnya, mendadak jantungku berdebar-debar. Aku tak akan bisa lagi mengejek teman-temanku dengan mengatakan, "Itu jatuh cinta apa sakit jantung?" Karena sekarang aku merasakannya.

Lalu kulihat cahaya di belakang lelaki itu, melingkupinya hingga ia terlihat bersinar.

Aku menatapnya kagum.

"Namamu bagus, ya. Brillian Karenina. Apa kamu juga orang yang brilian, seperti namamu?" tanyanya seraya membubuhkan tanda tangan di surat keterangan domisili milikku.

Aku ingin menjawab pertanyaannya dengan cara yang elegan, tetapi aku tidak sanggup. Aku hanya terdiam sembari menatapnya takjub.

"Hai!" kata lelaki tampan itu sambil melambai-lambaikan tangan di depanku.

"Eh, maaf. Saya ... Orang yang biasa saja," jawabku gugup, setelah sadar dari keterpanaanku.

Ia tersenyum ramah. Jika aku sedang minum teh tawar, pasti akan tetap terasa manis hanya dengan melihatnya tersenyum. Manis sekali.

"Mendaftar kuliah di mana?" tanyanya, sepertinya mencoba menetralisir keteganganku.

"Pendidikan Matematika UNNES," jawabku.

"Nah, di sana pastinya bukan tempat orang bodoh," kata lelaki manis itu.

Aku mengangguk senang, karena dianggap pintar olehnya.

"Semoga diterima sesuai keinginanmu. Belajar yang rajin, ya. Cepat lulus, biar bisa segera mengabdi di desa," pesannya, masih dengan bibir yang menyunggingkan senyum.

Aku hanya mengangguk. Tak mampu berkata-kata, karena terlalu terpesona.

Kemudian dengan sangat menyesal, aku segera pergi, karena di belakangku sudah ada antrean orang yang juga membutuhkan pelayanan administrasi.

Yang pasti, sejak hari itu, aku menahbiskan lelaki yang akhirnya kuketahui bernama Ilham Adinata itu sebagai cinta pertamaku. Benar kan, standar jatuh cinta itu tidak jelas. Kenapa coba aku bisa menyatakan bahwa aku jatuh cinta pada orang yang baru pertama kali kutemui.

Padahal kalau dipikir, Randy lebih cakep darinya. Lagi pula, mengingat saat itu adalah pertemuan pertama kami, aku pun tidak tahu orang seperti apa dirinya. Orang baik, atau buruk?

Cinta memang seaneh itu.

Sayangnya, ketika aku mulai kuliah, aku mendengar kalau ia yang menjabat sebagai Sekretaris Desa Sidorukun, akan menikah dengan teman seangkatannya waktu kuliah di Fakultas Ekonomi UNDIP.

Untungnya karena aku sangat bersemangat dengan kuliahku, aku pun tidak terlalu memikirkan kabar itu.

Namun, empat tahun kemudian, ketika aku lulus kuliah, ia yang sehari-hari dipanggil Mas Carik oleh warga Sidorukun, ternyata belum menikah. Lebih tepatnya ia tidak jadi menikah dengan kekasihnya, karena sang kekasih tidak mau diajak hidup di kampung. Ia memilih mengejar karirnya sebagai akuntan di sebuah perusahaan internasional.

Mendengar kabar itu, aku yang tidak pernah jatuh cinta lagi setelah bertemu Mas Carik, tiba-tiba merasa berdebar-debar. Persis seperti kali pertama bertemu dengannya. Kuncup-kuncup cinta di hatiku tumbuh lagi, menunggu berkembang. Dan tekadku menguat untuk mengejar cinta Mas Carik.

Tak ada pilihan lain. Jatuh cinta sekali, aku harus mengejarnya sampai mati. Eh maksudnya, sampai nanti orangnya menerima cintaku.

🎀🎀🎀🎀🎀🎀🎀🎀🎀🎀🎀🎀🎀🎀

Setelah sekian abad tidak menulis di Wattpad, aku kembali lagi dengan cerita baru.

Awalnya cerita ini aku ikutkan di sebuah event nulis tiap hari yang berlangsung selama sebulan. Namun, aku gagal di minggu pertama.

Karena eman sudah bikin cover dan plotting cerita, akhirnya hatiku tergerak untuk melanjutkan kisah ini di Wattpad.🤗

Tapi enggak janji bakalan update tiap hari, ya. 🥴

Semoga Mengejar Cinta Mas Carik ini tidak menjadi tulisan mangkrak seperti beberapa tulisan lain. Yang mana? Cari saja sendiri di lapakku. Pasti bakalan ketemu, mana cerita mangkrak yang lama enggak di-update. 🤭

Happy reading.

Salam
Nadhiro

MENGEJAR CINTA MAS CARIKWhere stories live. Discover now