Chapter 32

175 3 0
                                    

"Saat paling sepi dalam hidup seseorang adalah ketika mereka melihat seluruh dunia mereka runtuh, dan yang bisa mereka lakukan hanyalah menatap kosong."

'Rara Zhikana•

Rido dengan liar dan kasar menyobek baju kaos yang Rara kenakan. Sungguh Rara tidak menyangka dirinya akan terjebak begini.

Pria yang sedang dibawah pengaruh alkohol membawa Rara ke dalam kamar. Ia melepas sabuk dan mengikat tangan Rara di dekat ranjang.  Kali ini Rara menangis tidak tahu apa yang akan ia lakukan. Dia benar-benar terjebak dengan pria gila yang sedang mabuk.

Rara ingin mengumpat, tapi bibir Rido membungkam dengan lumatan yang awalnya lembut lama kelamaan menjadi brutal. Ia melepaskan ciuman memberi Rara sedikit oksigen.

Rido benar-benar lepas kendali, kini adegan yang tidak seharusnya terjadi dalam cepat. Rara menangis sejadi-jadinya. Dia sudah seperti jalang. Tidak dia tidak menginginkan ini.

"Gue jalang sekarang," ia menangis terisak ketika area intimnya sedang di kuasai lelaki bajingan itu.

"Lo punya gue! Bukan jalang." Rido mengusap air mata kekasih barunya.

Rara mengelak lalu menatap jijik pada Rido yang seenaknya merenggut masa depannya. Dia terlalu sakit dan lelah malam ini. Dia tertidur, sungguh ini adalah keresahannya  yang dari tadi mengganggu pikirannya.

Tinggal di apartemen seorang pria itu adalah kesalahan terbesar, bagaimanapun pria itu berhak untuk datang ke apartemen nya. Dia menyesal. Harusnya dia tetap tinggal di rumahnya walau itu menghantam mentalnya.

Menyesal pun sekarang tidak ada gunanya. Dia tidak lagi suci kesuciaan nya direnggut paksa. Rido menyelesaikan aksi bejat.  lalu tertidur pulas di samping Rara.

*     *    *

Jam menunjukkan pukul delapan pagi, keduanya masih enggan untuk bangun. Rara merasakan sinar matahari menusuk mata. Dia bangun. Dia melihat Rido dengan nyenyak tidur tanpa merasa kesalahan yang ia berbuat sangat besar.

Rara ingin turun dari ranjang tapi dia meringis kesakitan. Dia menangis lalu menjambak kuat rambutnya. Gadis itu mengambil bantal lalu memukuli Rido tanpa ampun. Rido terusik dan bangun. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali sungguh pemandangan didepanya membuat dirinya terangsang. Tubuh polos Rara dan air mata yang menggenang dipelupuk membuat daya tarik tersendiri bagi Rido.

Tapi dia menggeleng agar otaknya menyingkirkan pikiran negatif. Rara yang merasa di perhatikan menarik selimut menutupi tubuh polosnya.

Rido benar-benar pusing apa yang terjadi kemarin.  Dia melihat kamar yang begitu berantakan. Baju sobek. Kini Rido tertegun apa yang dia berbuat. Ini pasti efek dia mabuk semalam. Baru saja dia ingin meraih tangan Rara. Gadis itu sudah mengambil vas bunga pecah. Dia mengarahkannya pada pergelangan tangannya.

"Lo udah nodai gue bajingan! Gue nggak mau hidup lagi gue pengen mati!" Rara berteriak sambil menyanyat beling itu pada pergelangan.

Rido panik ketika darah itu mulai mengucur deras. Rara menangis sejadi-jadinya. Rara berlari menuju kamar mandi sambil mempererat selimut yang ia balut untuk tubuhnya.

Rido memukul kepala, sungguh dia sudah bersikap seperti bajingan di club kemarin. Rido juga melihat bercak darah di alas kasur. Apa ini!  Dia menodai perempuan yang sama sekali kehilangan harapannya untuk hidup. Dia sudah membuat Rara bertambah kacau.

Dia memakai pakaian yang dia ambil di lemari. Dia membereskan kamar dan juga mengganti alas kasur. Sudah satu jam lamanya, Rara belum kunjung membuka pintu.

Rido mengetok pintu kuat, agar Rara mendengarkan. Sekarang ia membuka paksa pintu kamar mandi. Rido terkejut melihat Rara pingsan yang masih menggunakan kimono. Setidaknya ini lebih dari pada pemandangan tadi.

Titik benci ( Ending)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora