47°

2.6K 120 36
                                    

Annyeong 😊
Aini cuma mau ngasih tau, siap-siap yah baca bab ini‼️🤧
Siapin tisu kalau bisa🥺

Jangan lupa bacanya sambil dengerin musik yang kalian suka >⁠.⁠<

Happy Reading

Suasana tak lagi tenang. Annisa mondar-mandir panik di depan ruangan ICU. Dia sangat panik saat Ardan tidak sadarkan diri. Apalagi dengan darah yang masih keluar dari hidungnya.

Dokter mengatakan bahwa Ardan mengalami komplikasi. Itu terjadi karena Ardan yang mendadak mengalami perasaan kalut tiba-tiba. Dokter meminta untuk segera melakukan operasi meskipun hanya sedikit kesempatan yang Ardan punya.

Karena kondisi yang makin menurun, serta detak jantungnya yang melemah. Kesempatan yang Ardan punya hanya 15 %.

Awalnya Annisa tak bisa menyetujuinya lantaran dia bukan anggota keluarganya. Tetapi, dengan tepat Sinta datang.
Sinta dengan segera menyetujui operasi itu demi keselamatan Ardan.

Kini, di depan ruang ICU sudah terdapat Annisa, Sinta juga Ayu, dan Bara. Mereka sama-sama panik menunggu. Sama-sama merapalkan doa di dalam hati masing-masing.
Berharap penuh agar semuanya berjalan dengan lancar.

Setengah jam berlalu dengan cepat. Namun, tak ada tanda-tanda bahwa operasi telah selesai.

"Ardan, Pah," ucap Ayu lirih. Air matanya sudah tak bisa dihentikan. Pikiran negatif serta takut tak bisa dia hindari. Dia tahu apa akibat dari penyakit mematikan yang Ardan punya. Meskipun ada kemungkinan untuk sembuh, tetapi dia tak bisa mengelak jika hal-hal tak diinginkan terjadi.

Bara makin mengeratkan pelukannya pada sang istri. Dia juga sama paniknya, tetapi dia harus bisa menjadi sandaran bagi Ayu.
"Kita harus percaya pada Ardan, Mah. Dia pasti bisa melewati ini semua!"

Annisa terduduk di kursi tunggu. Gadis itu tidak menangis lagi. Air matanya seolah telah habis sekarang. Menatap kosong pada pintu di depannya hingga tak sadar seseorang duduk di sebelahnya.

Sinta menepuk pundak Annisa. Gadis di sebelahnya yang dia tahu adalah pacar dari putranya. Sangat cantik.
Melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana khawatirnya gadis ini untuk putranya. Itu membuatnya tersentuh.

"Kamu tidak papa, kan?" tanyanya pada Annisa.

Annisa menoleh menatap Sinta. Wanita berumur itu terlihat tersenyum sedikit. Namun, dia tahu bahwa wanita di depannya ini sama-sama merasakan takut sekarang.
"Aku baik, Tante juga tidak papa, kan?"

Sinta mengangguk. Dia mengelus lembut surai panjang Annisa.
Matanya menatap ke depan seolah-olah sedang mengingat sesuatu.
"Tante tahu kamu khawatir sama Ardan. tetapi ... Tante mohon sama kamu, Nak. Jika memang itu pilihan Ardan. Kamu jangan mencegahnya! Biarkan Ardan terbebas dengan pilihan itu," Sinta menarik napasnya sejenak. dia mengusap air matanya yang kembali menetes.

Dengan sekuat tenaga dia memberikan senyuman lembut pada Annisa.
"Kamu tahu? Tante adalah ibu paling buruk buat Ardan. Tante gak bisa jaga putra tante sendiri. Tante sangat kecewa pada diri tante karena membiarkan Ardan memiliki penyakit seperti itu. Tetapi satu yang harus kamu tahu ... Tante ikhlas jika memang Ardan harus pergi. Tante gak mau jika Ardan tidak tenang seperti kakaknya," jelasnya seraya menatap lembut Annisa.

Annisa membiarkan Sinta mengeluarkan semuanya. Mengapa permintaan anak dan ibu itu sama? Mengapa dia harus mengikhlaskan kepergian seseorang yang sangat berarti buatnya?

"Aku gak bisa, Tante! Ardan harus bisa sembuh! Dia sudah janji ingin bersama-sama untuk waktu yang lama, Tan," tolaknya.

Masih dengan tekatnya, Gadis itu sangat berharap Ardan bisa melalui ini semua.

ARDAN MAHENDRAWhere stories live. Discover now