1. Salah Langkah

878 151 44
                                    

⚠️Harsh words⚠️

***

Tidak ada angin, tidak ada hujan, Winata tiba-tiba dijodohkan. Winata tahu hidupnya dipenuhi plot twist, tetapi yang satu ini agak keterlaluan. Okelah kalau laki-laki yang menjadi calonnya modelan Haris, masih bisa Winata cerna dengan logika. Namun, justru seorang Narayan Maheswara yang Amira tawarkan. Seorang lelaki shalih yang seringkali diperebutkan teman-teman arisan Amira untuk dijadikan menantu mereka. Pokoknya Narayan ini punya image kelewat baik, bertolak belakang dengan kepribadian Winata yang astaghfirullah—urakan!

Sejujurnya Winata tidak mengetahui bagaimana rupa Narayan. Ia hanya tahu nama karena Emak-Emak yang Amira undang setiap pekan untuk mengocok arisan selalu bergosip ria tentangnya. Dengar-dengar sih Narayan itu tampan rupawan, senyumnya bisa lelehkan air beku di kutub Utara sana—huek! Winata mau muntah saja mendengar pujian setinggi demikian diberikan kepada Narayan. Alay banget, anying! Begitu respons Winata dalam hati saat tak sengaja lewati ruang tamu waktu itu. Emak-Emak emang suka totalitas urusan memuji yang ganteng-ganteng.

"Gak mau, anjing! Gak suka, ih! Gue ogah ya dijodohin! Apaan banget!" Winata memukul-mukul punggung abangnya yang masih molor. Ia tadi menerobos masuk, suara tendangan kakinya pada pintu harusnya cukup untuk membangunkan Haris, tetapi lelaki itu memang bakal kehilangan telinga kalau tertidur. "Bang, bangun, anjir! Lo harus jadi garda terdepan yang menyelamatkan gue dari ide nista Mama! Beliau ini kocak geming! Bisa-bisanya kepikiran ngejodohin gue padahal elo yang udah tua bangka aja masih stres karena nice try mulu!"

Haris melenguh panjang sembari merentangkan kedua tangan, lalu terbukalah kedua matanya, langsung menatap sinis Winata. "Masih pagi ya, anying!" gerutunya sambil bergerak mendudukkan diri. Ia menguap, lalu menggaruk ketek, dan Winata yang sedang melamun dengan ekspresi nelangsa jadi korban keisengannya.

"Bau bangke!" pekik Winata sambil mengusap-usap hidung yang baru saja disapa tangan berbau azab Haris. Mempunyai saudara modelan Haris memang tidak memberikan keuntungan apa pun di hidup Winata. Malah banyak buntungnya! Kalau bisa memohon pada Tuhan untuk sebuah pinta, Winata mau banget Haris di-undo aja kelahirannya. "Bang, lo harus ngeyakinin Mama kalau gue masih sanggup nyari jodoh sendiri!"

Haris menguap lagi. "Elah, terima aja sih tawaran Mama. Lagian kapan lagi lo ketemu cowok alim kayak si Ayan?"

"Narayan, ish! Lo kira dia penyakit?" Winata misuh-misuh. Sabar, sabar—halah! Mana bisa sabar kalau Haris jadi lawan bicara. Bawaannya pengin maki-maki mulu. "Dia terlalu alim."

"Bagus, dong."

"Enggak ya, anjrit!" Winata frustrasi! "Justru karena dia alim makanya gue sama dia gak bakal cocok. Dia hobi ngaji, gue hobi party. Dia hobi dzikir, gue jagonya maki-maki. Lihat! Gue dan dia itu perpaduan yang aneh, Bang!"

"Justru karena kelakuan lo kayak setan makanya Mama nyariin lo cowok yang spek Ustadz, Wiwi." Haris langsung dapat cubitan maut di lengan  setelah berkata demikian, tetapi Haris meresponsnya dengan tawa. "Enggak usah galau, mending temuin Narayan dulu baru mikir mau nerima atau enggak. Anaknya cakep banget, Wi. Sopan lagi. Adem gila tampangnya—"

"Ubin masjid kali," cibir Winata.

"Ya, tuh lo tau kalau ubin masjid adem. Si Narayan ubin masjid versi cakep. Bisa mengademkan hati lo," candanya.

"Alay, anying!"

Haris terkekeh, tangannya terulur demi mengacak-acak rambut Winata.

NARAYANWhere stories live. Discover now