Takbir 40

2.2K 73 48
                                    

Nathan kini duduk tepat di samping Nayma, memperhatikan tubuh yang tidak memiliki kehidupan, wajah sembab gadis itu mampu membuat Nathan bungkam dan tak bisa mengatakan apa apa. tapi Nayma belum juga bisa keluar dari ruangan gelap yang begitu mencekam.

Langit yang gelap akan berganti siang bukan? Tapi gadis dengan luka ini tidak mau sedikitpun beranjak hanya untuk memberikan celah kebahagiannya untuk keluar kembali, dia mengubur dalam dalam rasa bahagia itu dan menggantinya dengan kesedihan yang tak berkesudahan.

"Sudah dua tahun Nay."

"Lalu?"

"Kenapa masih di sini?"

"Rasanya masih sama Than, dimana luka itu masih basah, perih, dan terus mengeluarkan darah."

"Tidak mau memulai kehidupan baru?" Tanya Nathan sedikit berhati hati.

Nayma melihat wajah Nathan sekilas lalu kembali melihat kebawah, di mana menampakkan jurang dalam dan gelap, Nayma menggeleng sebelum dia tersenyum.

"Untuk apa memulai lagi, jika Aezar Ramdhan belum mengakhiri kisah ini?"

Nayma menghela nafas panjang, berjalan selangkah, memegangi pembatas jalan yang dua tahun ini sudah di perbaiki, memejamkan mata dan merasakan hembusan angin yang menyentuh kulitnya.

"Memang tidak mudah memulai kembali Nay, tapi kamu juga punya kehidupan sendiri, bundamu dan ayahmu. Mereka kehidupanmu Nay, jangan memeluk luka seperti ini."

"Memeng mudah mengatakannya Than, tapi jika kamu ada di posisi ku, bahkan kehidupan pun sudah tidak berarti."

Nathan kini melangkah tepat di samping Nayma, tanpa ragu Nathan meraih pundak Nayma lalu memeluknya.

Di pelukan Nathan, Nayma tidak bisa menahan tangisnya, tubuh itu kini bergetar, Nayma kembali merasakan sesak yang teramat menyiksa, seharusnya Nayma juga ikut pergi bersama Aezar, raga terpisah sama saja membunuh Nayma tanpa mengubur jasadnya.

"Ragamu butuh kamu Nay, butuh Nayma Anala yang selalu bahagia," Nathan kini mengelus puncak kepala Nayma dengan lembut.

Nayma mengangguk, setelahnya Nayma melangkah pergi meninggalkan Nathan sendiri.

****

"Bagaimana keadaan Nayma akhir akhir ini Bi?" Tanya Kiandra sembari terus mengelus puncak kepala Nayma yang tengah tertidur.

"Seperti yang kamu liat Dra, dia bukan lagi Nayma kita, dia akan tidur tenang setelah obat itu dia minum."

"Bagaimana bisa putri ku seperti ini, kenapa jiwanya begitu lekat kepada Aezar!" tangis Ela mengusap tangan Nayma dengan lembut.

"Bukan Aezar yang membawa putri kita pergi, tapi Nayma yang tidak mau kembali," ucap Albi memejamkan mata, sembari menahan genangan air yang ingin lolos membasahi pipinya.

Ela yang duduk di dekat Nayma kini tak hentinya menyeka air mata, sudah dua tahun, Nayma tak mau kembali juga, Ela juga tidak sanggup melihat Melati yang duduk di kursi tak jauh darinya, Melati terlihat begitu lelah namun dia terus saja mencoba baik baik saja.

"Bagaimana jika kita membawa Nayma berobat kepada adik ku Bi, dia seorang psikolog, mungkin dia bisa membantu Nayma."

"Seberapa banyak pun dokter yang menangani Nayma, Aezar lah yang menjadi obatnya," ucap Melati melihat wajah putrinya.

"Kita bisa mencobanya bund."

"Iya Mel, siapa tau dia bisa menyembuhkan Nayma."

Malam TakbirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang