05

28.1K 2K 12
                                    

Happy Reading

Elio terbangun karena rasa mual di perutnya. Ia berjalan ke arah kamar mandi namun mulutnya tidak mengeluarkan apapun, hanya ada rasa mual dan sedikit nyeri di area dadanya. Mengabaikan rasa sakit itu, Elio lebih memilih untuk mandi dan bersiap-siap ke sekolah karena ia bangun terlambat. Ia lupa mengunci alarmnya sehingga tidak ada yang membangunkan.

Selesai bersiap-siap, Elio berlari ke bawah. Di sana sudah tidak ada keluarganya, kemungkinan mereka telah berangkat menuju kantor dan sekolah. Elio mencari sepeda miliknya yang ia beli dari hasil menabung. Ia tidak sarapan tentu saja, karena hukuman dari papanya semalam. Elio mengayuh sepedanya dengan kecepatan penuh. Sesampainya di sekolah, gerbang sudah ditutup. Dan sialnya terdapat guru keamanan yang sedang berjaga di depan gerbang tersebut, sehingga mau tak mau Elio pun mendapatkan hukuman.

Guru keamanan tersebut menatap tajam ke arah Elio, "Kenapa terlambat?" tanyanya.

"Maaf pak tadi saya telat bangun," balas Elio apa adanya.

"Ck..yasudah letakkan sepedamu di parkiran dan kerjakan hukumanmu, hormat bendera sampai waktu istirahat tiba," titah sang guru, panggil saja Pak Tanto. Elio hanya mengangguk pasrah, mau kabur pun percuma, hanya membuang-buang tenaga.

Setelah meletakkan sepedanya, Elio berjalan ke arah lapangan. Ia mulai menjalani hukumannya. Sebenarnya Elio malas, namun Pak Tanto memperhatikan dirinya dari samping lapangan upacara.

"Jangan coba-coba lari ya, saya awasi kamu dari ruangan saya, kalau sampai kamu kabur, hukuman kamu saya tambah," Pak Tanto kemudian berjalan menuju ruangannya yang menghadap langsung ke arah lapangan.

Sinar matahari terasa membakar tubuh mungil itu. Elio memejamkan matanya saat pusing mendera. Perutnya juga sakit karena belum makan dari semalam. Elio mencoba mempertahankan kesadarannya.

'Tahan Lio...tahan.. bentar lagi selesai'  batin Elio menguatkan dirinya. Namun apalah daya tubuh ringkihnya itu tidak bisa bertahan lebih lama. Tubuh kecil Elio perlahan mulai melemas. Beruntung sebuah tangan kekar menangkapnya, sehingga Elio tidak menghantam tanah lapangan yang keras.

***

Sabian tengah berjalan menuju toilet. Ketika berjalan melalui area lapangan upacara, netra kelamnya menangkap seseorang yang tengah berdiri seraya tangannya terangkat untuk hormat kepada bendera.

"El?" Sabian perlahan mendekati Elio. Ia mempercepat langkahnya ketika tubuh kecil itu terlihat oleng. Dan benar saja beberapa detik kemudian tubuh Elio tumbang, beruntung ia bisa menangkapnya.

"El..dek bangun.." Sabian menepuk pelan pipi gembil Elio. Sabian segera mengangkat tubuh mungil Elio ke dalam gendongannya. Matanya menyiratkan kekhawatiran ketika melihat wajah pucat Elio.

Brakk...

Ia membuka pintu UKS dengan kakinya. Sabian merebahkan tubuh Elio di atas ranjang UKS.

"Periksa dia!" titah Sabian kepada dokter yang bertugas di UKS sekolahnya. Dokter tersebut mulai memeriksa Elio. Ia juga mengoleskan minyak kayu putih ke pelipis Elio.

"Gimana?" tanya Sabian.

"Hah..begini sepertinya pasien sering melewatkan makan, ia terkena maag dan daya tahan tubuhnya cukup lemah, dia tidak bisa terkena panas atau dingin yang berlebih," jelas sang dokter.

"Sebentar lagi dia akan bangun, ini obatnya, yang hijau ini diminum dulu, baru memakan makanan, setelah itu baru obat yang ini," dokter tersebut menyerahkan beberapa jenis obat kepada Sabian.

"Yasudah kalau begitu saya keluar dulu, kalau bisa kasih minyak angin di pelipis sama perutnya ya!" pesan si dokter yang diangguki oleh Sabian. Setelah dokter itu keluar, Sabian mengambil ponselnya dari saku almamaternya. Ia mendial nomor Erlan.

ELIO [ end ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang