⋆ep. 4: Trouble maker⋆

234 33 0
                                    

Tiga serangkai—Gio, Esa dan Panji masih menikmati makanan masing-masing. Sampai perhatian mereka teralih oleh suara barang terjatuh diikuti dengungan dari hampir semua murid yang ada di kantin.

Begitu Esa menoleh ke sumber perhatian khayalak, ia mendapati Adnan tengah memungut alat makan beserta makanannya yang jatuh. Di hadapannya ada seseorang tengah berkacak pinggang sambil memandang tidak suka ke arah Adnan.

Esa yang memerhatikan dari tempatnya duduk dapat melihat pangkat kelas yang ada di lengan seragam orang itu. Ada tiga garis berbentuk ujung anak panah yang bertumpuk vertikal ke bawah pada emblem yang tertempel di lengan seragamnya.

Ternyata anak kelas dua belas. Dia sepertinya marah akan Adnan yang mungkin menabraknya barusan.

Sorry,kata Adnan dengan santai setelah ia berdiri dari membereskan alat makan.

Adnan lantas berbalik meninggalkan kakak kelas yang barusan masih berkacak pinggang tanpa bergeming. Tiba-tiba langkah Adnan terhenti ketika sebuah tangan menahan bahunya.

Cowok mungil itu kembali menghadap ke belakang. Ke arah kakak kelas yang proporsi tubuhnya hampir sama dengan dua gendoruwo kemarin yang mengantar Adnan untuk mendaftar. Bedanya, mereka botak, sedangkan kakak kelasnya ini masih punya rambut walau plontos.

“Enteng banget lo ngomong ‘sorry’. Gue nggak terima! Nggak liat nih?! Sepatu gue jadi kotor gara-gara lo!!" ucap si senior sambil menunjuk sepatunya yang terkena noda.

Bisik-bisik di kantin makin jelas Esa dengar dari para murid yang sedari awal juga ikut memperhatikan sepertinya.

"Bersihin nggak?! Gue nggak peduli kalo lo itu punya hubungan sama rektor sekolah sekalipun! Kalau emang iya nanti gue dikeluarin karena lo, itu berarti julukan 'Bayi gede' emang bener dan pantes buat manggil anak manis kayak lo yang cuman bisa nangis sambil sembunyi di ketek nyokap"

Para senior itu kini tertawa dengan renyah, senang meledek Adnan.

"Ulululu... Adek mau nangis? Ambilin dot susu buruan," ucap salah seorang anak kelas sebelas sambil memberi gestur menyuruh teman di sampingnya yang masih tertawa begitu melihat Adnan menunduk.

Tangan senior yang tadi ditabrak Adnan kini terjulur ke arahnya dan mulai mencubit pipi gembil cowok mungil itu. Benar-benar memperlakukannya seperti bayi di hadapan seluruh orang yang berada di kantin.

•°⋇⋆✦⋆⋇°•

Esa mencengkeram dan menjauhkan tangan seniornya dari wajah Adnan. Membuat semua orang terkejut akan kedatangannya yang tiba-tiba.

Gio dan Panji pun kaget ketika tadi Esa beranjak dari duduk dan berjalan cepat ke arah mereka berdua yang tengah menjadi pusat perhatian.

"Tolong berhenti," kata Esa datar, memecah keheningan yang terjadi di sekitarnya.

"Apa lo? Ada masalah? Mau jadi pahlawan kesiangan buat anak ini? Lawak banget!"

Esa tidak mengindahkan perkataan kakak kelasnya yang bernada merendahkan. Dia lebih memilih melihat Adnan yang kini malah bermuka makin pundung setelah kedatangan turut campur Esa. Apa-apaan anak ini? Sudah ditolong kok begitu.

"Dia bener, lo nggak usah sok pahlawan. Gue nggak butuh," jawab Adnan justru setuju dengan apa yang dikatakan senior brengsek mereka. Mengundang keterkejutan dari Esa yang kini mukanya berubah merah samar karena malu dan kesal.

"Lo beneran nggak tau pribahasa kalo jahat nanti masuk neraka? Punya TV kan?! Lo nggak pernah nonton Indosiar, hah?! Orang nolongin tuh dimakasihin!"

"Gue mau ditolong orang lain, asalkan jangan lo! Lagian gue bisa nanganin tuyul buntal ini sendirian tanpa batuan dari lo ataupun orang tua gue!" balas Adnan menanggapi ajakan debat tidak langsung dari Esa.

Kekesalan Adnan jadi berpindah pada cowok bongsor yang tadi tiba-tiba datang membantunya.

"Heh! Siapa yang lo bilang tuyul!"

"DIEM!!"

Si kakak kelas langsung mode mute begitu dibentak oleh dua adik kelas yang ada di hadapannya. Ini kok jadi mereka yang gelud? Dia bingung. Panji dan Gio ikut bingung. Murid-murid yang menonton juga bingung. Bahkan ibu kantin dibuat mingkem.

"Lo sendiri juga dapet beasiswa di sini harusnya syukur! Nggak usah nyari muka lagi!"

"Siapa yang nyari muka?! Gue ke sini karena emang mau nolong! Gue takut lo keinjek sama bola golf cem dia! Eh, malah dikatain juga gue sama lo!" ucap Esa jengah seraya menunjuk seniornya saat menyebut bola golf.

BUGH!!

"GUE NGGAK SELEMAH ITU!!" teriak Adnan dengan muka merah padam penuh emosi setelah berhasil membuat Esa tersungkur akibat pukulan yang dia layangkan tepat mengenai pipi.

Tatapan terkejut dan tidak percaya langsung Esa berikan pada Adnan yang dadanya sudah naik turun. Esa lantas berdiri setelah beberapa detik tertegun dengan pukulan cowok cebol di depannya yang tidak bisa dibilang main-main.

"BILAMG MAU LO APA?!! LO MAU NOLONGIN GUE KARENA GUE KECIL DAN KELIATAN LEMAH?!! MASIH MIKIR GITU HABIS GUE TONJOK MUKA SOK KEGANTENGAN LO ITU?!!"

"Adnan lo—"

"APA LAGI?!! LO NGGAK MAU BALES PUKULAN GUE KARENA LO MAU NGALAH?!! GUE NGGAK TERIMA!!" teriak Adnan makin kencang memotong perkataan Esa.

Sekali lagi ia memberikan bogem mentah kepada Esa yang telak mengenai perut. Membuat Esa meringis kesakitan. Tidak sampai disitu, Adnan lanjut memukul bagian yang lain.

Begitu Esa terhuyung setelah pukulan demi pukulan yang ia berikan, Adnan menjauh sedikit lalu mengangkat salah satu kakinya untuk menyerang.

Tendangan keras Esa dapatkan di dada yang membuatnya tidak stabil dan kembali jatuh menghantam kursi serta meja kantin di sekitar mereka.

"MASIH NGANGGEP GUE LEMAH?!! MASIH NGGAK MAU NGELAWAN GUE?!!" tantang Adnan begitu ia mendekati Esa untuk memukul wajahnya berkali-kali.

"SEKARANG SIAPA YANG LEMAH?!!"

Tidak disangka Esa tersulut dan membalas yang Adnan lakukan padanya. Ia ikut memukul Adnan sampai cowok mungil itu terlempar jauh darinya.

Perkelahian tidak dapat dihindari, mereka berdua jual beli pukulan, tendangan dan jenis serangan lainnya di tengah keramaian kantin.

Kemampuan bertarung Adnan sangat baik sampai membuat Esa kewalahan. Proporsi badan yang kecil membuat gerakannya makin lincah dalam menghindar maupun menyerang.

Namun Esa juga tidak boleh dianggap remeh. Begini-begini Abahnya dulu mantan preman sehingga dia diajari beberapa tehnik bertarung. Yah, walaupun bertarungnya ala preman.

Perkelahian mereka berlangsung sengit. Kursi, meja, alat makan yang masih dengan sisa makanan sudah dibuat porak poranda oleh Adnan dan Esa. Tidak ada yang berani melerai mereka. Para murid yang ada di sekitar keduanya justru menjauh karena takut terkena getah juga.

Sampai Bu Henny—guru konseling kelas sepuluh, datang ke kantin bersama beberapa anggota OSIS berhamburan menyudahi pertarungan.

"Kalian ngapain bikin ribut di sini?!" tanya Bu Henny tak habis pikir dengan kekacauan yang ia lihat begitu Adnan dan Esa berhasil dipisahkan oleh anggota OSIS.

"Sekarang ikut saya keruang BK! Dan kalian yang ada di kantin segera ke kelas! Sepuluh menit lagi jam istirahatnya selesai!" final Bu Henny, lalu memberi kode pada anggota OSIS untuk mengiring Adnan dan Esa menuju ruang BK bersamanya.

•°⋇⋆✦⋆⋇°•

To be continued...

Hello Roomie | BLWhere stories live. Discover now