Bab XIV

845 102 59
                                    

Kelopak mata Sakura bergetar saat manik zamrud itu akan menampakan warnanya. Saat pencahayaan mulai terekam retina, benaknya bertanya-tanya tentang langit-langit yang tak dikenalinya.

Lampu berhiaskan kristal itu terlalu mewah jika untuk disebut asrama miliknya yang hanya dihiasi penerangan biasa. Bahkan ketika menoleh ke segela sisi, ruangan tersebut tampak terlalu megah dari ruangan-ruangan yang selama ini selalu ia tempati.

Ingin tahu lebih jelas, tubuhnya bergerak untuk bangkit dengan rasa ngilu di mana-mana. Sampai kemudian ia berbaring kembali sebab tubuhnya terasa lesu seakan baru sembuh dari kedaan remuk.

Usai beberapa detik meresapi rasa sakit di tubuhnya. Ia mencoba duduk perlahan sebelum bersandar di kepala ranjang. Kebetulan ada segelas air minum di atas sebuah meja kecil pada sisi tempat tidur. Merasa tenggorokannya kering, tangannya yang masih bergetar itu bergerak mengambilnya. Menghabiskan beberapa teguk hingga tersisa setengah, Sakura kemudian menaruhnya kembali dengan diiringi desahan napas lega.

Di ruangan itu hanya dihuni oleh dirinya seorang, jadi ia tak bisa menanyai siapa pun. Sehingga terpaksa hanya menghabiskan setengah jam lamanya dalam keheningan, sebelum kemudian Sakura mengumpulkan kekuatan untuk beranjak.

Namun baru saja kakinya itu menyentuh lantai, pintu mendadak terbuka dan menampakkan sosok pelayan. Perempuan yang tampak sedikit lebih tua darinya itu terkejut saat melihat Sakura yang telah berdiri. Namun tak lama kemudian, wajah kagetnya berubah menjadi datar.

"Anda sudah bangun? Kalau begitu Anda dipersilahkan membersihkan diri sebelum pergi. Atau jika mau, Anda boleh makan terlebih dahulu."

Sakura tak menangkap satu pun perhatian dari kalimat si pelayan tersebut. Yang ia dengar hanyalah kalimat sinis berupa sindiran yang terlalu kasar untuk disampaikan seorang pelayan. Kendati saat berada di tempatnya kini ia bukanlah sebagai seorang bangsawan, namun dirinya sangat yakin berada di sini sebagai seorang tamu jika melihat dari di mana ia ditempatkan.

Belum menjawab, Sakura terdiam menatap sang pelayan. Bola matanya bergulir dari atas lalu perlahan ke bawah, sebelum kemudian menatap lagi ke atas, sehingga membuat si pelayan merasa tidak nyaman. Lantaran suasananya menjadi tidak enak, pelayan itu menjadi salah tingkah sebelum meninggalkan ruangan dengan tidak sopan.

Sakura hanya mampu menggeleng-gelengkan kepalanya. Merasa tidak habis pikir dengan etika buruk orang seperti itu. Ia kemudian mengitari tempat itu untuk melihat-lihat, dan berakhir berdiri di hadapan sebuah jendela besar yang ternyata menghadap pada sebuah taman.

Dia merenung, memikirkan beberapa hal yang perlahan menyerang isi kepalanya. Bila ingatan samarnya tidak salah, Sakura melihat sosok Pangeran Sasuke saat tadi pagi berada di hutan. Ingatan itu seolah mimpi, namun Sakura yakin hal tersebut benar-benar terjadi.

Sakura juga masih ingat dengan jelas bahwa dirinya pergi ke hutan tadi pagi. Semua terasa sangat jelas, sebelum sebuah energi seolah menguasainya sehingga ingatannya berubah samar. Untuk kedua kalinya Sakura mengalami hal serupa. Pertama saat bertarung dengan Kiyomi, dan yang kedua adalah tadi pagi. Akan tetapi walau pun ia seolah kehilangan kendali pikiran, namun ingatan samarnya selalu membekas. Sehingga ia yakin dan tidak yakin saat bertemu sosok Pangeran.

Namun jika diakuratkan dengan lokasinya sekarang bukan hal yang mustahil, sebab tampak sekali bahwa kemegahan di sekelilingnya merupakan tempat di mana Pangeran tinggal. Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa pemuda itu membawanya ke sini?

Pintu itu kembali terbuka. Namun kali ini ada sebuah ketukan halus sebelum benda itu mengayun untuk menampakkan dua sosok yang melangkah masuk. Keragu-raguannya tentang bertemu sang Pangeran berubah menjadi keyakinan saat pemuda itu benar-benar muncul di hadapannya.

THE MISSING QUEENDonde viven las historias. Descúbrelo ahora