Part 24. Dalam Bahaya

216 48 7
                                    

Assalamualaikum.

Mas Misterius update, nih.
Jangan lupa tinggalkan vote dam komen, ya, supaya authore semangat nulis 😆

Btw, ada yang mau kenalan nggak? Kalian bisa silaturahmi ke akunku yang lain.
FB dan IG dengan nama yang sama @ Dzajaa Oemar.

Happy reading🥰

Wanita yang tak lain Anggita itu meninggalkan ruangan tempatnya bertemu dua pria suruhannya. Mengenakan kembali kaca mata hitam yang ia raih dari dalam tas dan terburu memasuki mobil miliknya setelah sebelumnya memastikan situasi aman. Ia tak mau keberadaannya di tempat ini diketahui orang lain. Bisa-bisa reputasinya sebagai dokter akan ternoda, belum lagi sangsi yang akan ia terima.

“Gila, ya, betina satu itu. Mau-maunya bayar mahal kita cuma buat ngelakuin hal receh kayak gini,” ujar salah satu pria berbadan besar suruhan Anggita.

“Kalau kasus seperti  ini masalahnya cuma satu. Kalau enggak rebutan laki, ada rahasia besar yang takut terbongkar,”  sahut teman pria berbadan besar.

Pria yang tengah menghisap rokok mengangguk,  membenarkan ucapan temannya.

💕

“Gimana, Ra. Udah ada kabar dari klinik yang waktu itu?” tanya Hanif, saat berpapasan dengan Zahira yang baru membeli sarapan.

Zahira menggeleng.

“Sabar, ya, semoga hari ini ada kabar baik.”
Zahira mengamini doa tulus Hanif untuknya, ia bersyukur di saat seperti ini masih ada yang peduli padanya.  Ia berharap segera mendapat kerja, uang simpanannya sudah menipis.

Setelah sedikit berbasa-basi, pria berusia 33 tahun itu berpamitan menuju kampus.

💕

Seorang pria berusia 60 tahun tengah termenung di teras rumah ditemani secangkir kopi. Tidak  ada yang istimewa dari bangunan tempo dulu itu, hanya saja penghuninya pintar merawat dan memperindah tempat tinggal tersebut sehingga tercipta lingkungan yang  asri. Berbagai tanaman bunga, sayur mayur dan  tanaman obat herbal serta kolam ikan berukuran 5x6 di samping rumah semakin menunjukkan jika penghuninya penuh imajinasi dan kreatif.

Sudah hampir satu bulan keadaan istrinya semakin memburuk. Cuci darah yang seharusnya di lakukan satu bulan sekali, kini menjadi rutin dua minggu sekali, biaya yang dikeluarkan pun menjadi bertambah. Keadaan di perparah karena anak yang menjadi tulang punggung sudah hampir satu bulan ini tak mengiriminya uang untuk berobat ibunya ini.

Mereka punya usaha, sebuah toko sembako di pasar yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Semenjak sang istri sakit tempat usaha tersebut ia percayakan pada sang keponakan. Namun, semakin hari pendapatan semakin sepi, banyak toko-toko besar bermunculan sehingga mengalahkan toko kecil miliknya.

Jalan satu-satunya agar bisa terus melanjutkan pengobatan sang istri adalah, toko sumber kehidupannya di jual. Saran dari putrinya membuat pria itu dilanda dilema, sebab tempat usaha tersebut peninggalan satu-satunya dari orang tuanya.

Pria itu menghela napas. Memijit keningnya yang mulai keriput. Apakah ini harus pilihan terakhir? Membebankan semuanya pada sang putri pun ia tak tega. Satu minggu lalu saat mereka berkirim kabar, tubuh anak semata wayangnya terlihat lebih kurus, membuat dirinya merasa bersalah.

“Pulanglah, Nak. Ayah mau kamu cari kerja di sini saja, biar bisa dekat ayah dan ibu.”

“Nanti deh, Yah. Kalau aku udah bosan pasti pulang. Aku mau cari uang yang banyak supaya ibu cepat sehat.”

Jujur dirinya malu. Bukan ia tak mau cari kerja, sang putrilah yang melarangnya.

“Ayah sudah tua, waktunya istirahat dan jaga ibu. Biar aku yang kerja dan buat kalian berdua bahagia.”

Itulah jawaban putrinya, kala ayahnya berniat mencari kerja tambahan sepulangnya dari toko.
Terbit senyum tipis di sudut bibir pria itu, mengingat betapa teguh pendiriannya sang anak. Jelas sekali sifat itu turunan darinya.  AQuarius yang tak pernah pantang menyerah.

💕

“Papa rasa Anggita bukan wanita yang buruk untuk dijadikan calon istri, Bar. Ia cantik, smart, humble, baik dan berpendidikan,” ucap Alex, papanya Bara suatu malam di ruang keluarga rumah mereka.

Bara yang tengah bermain ponsel menghentikan pergerakan tangan, menghadapkan  wajah pada sang papa. “Ck! Bara belum kepikiran yang gitu-gitu, Pa.” 

“Usia kamu sudah kepala tiga, mau cari apa lagi? Papa udah mulai sakit-sakitan. Kamu nggak ada niat kasih papa cucu sebelum papa berpulang?”

Bara membuang napasnya kasar, ia paling malas membahas masalah yang tak pernah ada penyelesaian ini.

Ya, sudah sepekan ini Anggita bolak-balik dari rumah sakit menuju kediaman Alex. Pria paruh baya itu divonis stroke ringan yang menyebabkan dirinya sempat tak sadarkan diri di kantor. Setelah menjalani perawatan di rumah sakit selama tiga hari, Anggita menawarkan diri bersedia merawat papanya Bara itu di rumah sampai sembuh.

Sejak hari itu, Alex merasa jika dokter ayu ini cocok menjadi menantunya. Strata mereka sama. Berkelas. Alex tak banyak bicara, tapi ia bisa menilai jika gadis yang telah merawatnya dengan telaten itu anak yang baik, ramah dan sopan. Namun, versi Alex tak sama dengan sang istri.

Stay With MeWhere stories live. Discover now