2. Gangguan Jin Akmal

68 48 32
                                    

Bersama terik, melawan arus lalu lintas padat pagi ini, April berlari kencang menuju sekolah. Tatanan rambut yang awut-awutan dengan seragam sekolah keluar dari rok, dia menggendong ransel hitamnya. Melihat pagar sekolah sudah tertutup, dia berinisiatif untuk masuk lewat tembok sekolah bagian samping. Tepat di samping kantin belakang, WC keramat tempat untuk para siswa merokok tanpa ketahuan. WC itu memang sudah tak terpakai karena lama rusak. Tembok penuh bercak coklat dan bau yang tidak karuan, sungguh menyeramkan.

Melakukan ancang-ancang, naik dengan hati-hati dan turun dengan sempurna. April membersihkan roknya dengan menepuk-nepuk keras. Dia lalu bergegas sebelum ada yang melihat. Saat hampir sampai di kelas, perutnya tiba-tiba sakit, dia berbelok ke arah berlawanan untuk menuntaskan buang hajatnya.

Sesampainya di kelas, dia terkejut melihat bangku yang biasanya dia tempati sudah berpenghuni. Dia menatap geram ke arah seorang laki-laki yang tengah duduk di sana dengan salah satu kakinya yang naik ke meja, dengan dua laki-laki lain yang duduk di meja di depannya.

"Lo ngapain di sini?!" tanya April geram. Dia menatap tajam ke arah laki-laki dengan alis tebal di depannya. Wajahnya merah padam.

"Halo, April! Mulai sekarang gue dan temen-temen gue resmi sekolah di sini dan duduk di kelas ini," ucap laki-laki itu sambil tersenyum manis.

Sesuatu tiba-tiba seperti mencubit bagian dalam perut April membuat gadis itu meringis pelan. Tangan kanannya hampir reflek memegangi perutnya. Sadar tentang keberadaannya, dia segera menarik mengatur napasnya, memejamkan mata sejenak lalu menatap datar ke arah laki-laki di depannya.

"Gue nggak peduli tentang itu, Akmal. Yang gue pertanyakan adalah kenapa lo duduk di bangku gue?" sahut April dengan suara lebih rendah. Nadanya lebih stabil, pipinya tak lagi semerah tadi, dan berkat itu cubitan di perutnya mereda.

"Tadi nggak ada orang di sini, gue pikir kursi ini kosong. Jadi ya gue tempatin aja," ujar Akmal seraya mengedikkan bahunya acuh.

Darah April hampir saja kembali mendidih, dia menahan itu dengan mendesis pelan. Memilih pergi dari sana dan duduk di bangku pojok paling belakang yang tak berpenghuni. Putri yang baru saja masuk kelas terkejut melihat April yang sudah duduk di bangku belakang, dia lupa memberi tahu April tentang bangkunya yang diambil anak baru. Dia segera berlari ke arah April dan duduk di depannya menghadap April.

"Pril, bangku lo ...."

"Nggak apa-apa, Put. Gue di sini aja, jangan bahas." Putri, gadis bertubuh mungil dengan pipi sedikit chubby itu mengangguk. Dia mengerti mood April sedang tidak baik. Akhirnya dia memilih mengambil tasnya dan pindah tempat duduk di samping April.

"Lo nggak akan kelihatan kalau dari sini, Put," ucap April.

"Daripada lo di sini sendiri, Pril. Lagipula gue kan nggak kenal juga sama anak baru yang duduk di samping gue," sahut Putri mengelak. Dia mengerucutkan bibirnya, sambil menatap April dengan tatapan memohon.

"Balik, Put. Abis ini Bu Mega datang. Dia bakal ngamuk kalau sampai lo ketiduran lagi. Apalagi lo malah pindah paling belakang," tutur April.

Bu Mega, wanita bertubuh gempal dengan kaca persegi dan gincu merah khasnya memasuki kelas, membuat Putri buru-buru kembali ke tempat duduknya semula dan meninggalkan April di belakang sendirian. Pelajaran pun di mulai, semua kembali pada buku mereka masing-masing karena pelajaran bahasa Inggris akan penuh dengan nyanyian merdu Bu Mega jika para siswa berani macam-macam di jam pelajarannya.

Sepanjang pelajaran, Putri was-was, sering menengok kebelakang membuatnya beberapa kali ditegur oleh Bu Mega. Dia akhirnya membuat alasan dengan mengatakan jika dia ingin meminta tolong April untuk membantunya mengerjakan tugas yang Bu Mega berikan. Akhirnya dia diperbolehkan pergi ke bangku April.

Run from the RainWhere stories live. Discover now