25 | Let's Stop being Friends

20.2K 1.8K 80
                                    

Hai!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hai!

Kemarin responnya sepi banget. Pada bosen ya?

Aku nungguin respon kalian pas aku nulis part ciuman itu tahu. Kayak dimana para selir-selir Javas ini, kok anteng-anteng aja.

Tapi gak apa-apa. Aku tetap berterima kasih banget banyak yang membaca dan mendukungku.

***

Sudah hampir satu minggu yang lalu aku memutuskan untuk resign dari kantorku. Memutuskan untuk keluar dari pekerjaan yang sudah membesarkan namaku memang gak mudah tentu saja. Apalagi kadang aku memiliki keraguan dengan jenjang karir menjadi penulis yang mungkin tidak terlalu stabil.

Ini bukan hanya soal mental mentul yang sering di agung-agung kan itu. Enggak woy, udah tua begini yang dipikir nomor satu ya duit. Tapi makin lama aku makin gak bisa nulis dengan baik. Beberapa kali tulisanku di rombak habis-habisan oleh Mbak Iya dan Pak Gio. Aku bahkan mulai kesulitan menemukan ide.

Minta cuti? Minta libur? Hahaha. Jangan harap bakal dikasih. Meski nanti dikasih jatah cutipun, tetap aja target tetep jalan, hp tetep bunyi. Dari pada cuti kebuang sia-sia mending gak usah sekalian.

Sebelumnya aku sebenarnya sudah beberapa kali mencoba menjadi penulis lepas untuk beberapa media. Aku jujur lebih senang karena topiknya bisa ku pilih sendiri. Meskipun harga tulisanku gak semahal di StarNews, tapi rasanya lebih menyegarkan aja. Ide-ideku jadi ngalirnya cepet banget.

Butuh keberanian yang besar untuk memutuskan resign dari sini. Tapi dari pada aku malah stuck dan gak bisa menulis lagi, lebih baik mungkin tempatnya harus berbeda.

Javas mendukung apapun yang menjadi pilihanku. Karena sebelumnya kami telah berdiskusi terlebih dahulu. Ia meyakinkan diriku sendiri dengan semua konsekuensi yang mungkin aku dapatkan baik ketika ku memilih stay atau resign. Dia tak lagi menghakimiku tulisanku seperti dulu. Katanya kerja freelance dan bisa dikerjakan dimanapun sekarang lagi trend dikalangan anak muda. Karena bekerja bukan hanya soal jenjang karir dan gaji yang besar-ya meskipun itu amat sangat dipertimbangkan juga, tapi ya gimana kita menjalaninya. Bisa gak kita terus hidup di lingkungan itu dengan keseharian yang itu-itu aja?

Sayangnya aku sendiri gak bisa. Jadi ya cari yang lebih baik.

Sejak menjadi freelance jam kerjaku juga lebih fleksibel. Aku bisa mengerjakan di mana aja. Tapi bukan berarti aku kaum yang suka WFC alias Work From Cafe, aku lebih menyukai tempat yang tenang dan gratis. Salah tiganya adalah kamar kosku, perpustakaan, dan apartemen Javas.

"Kar," panggil Javas dari balik pintu kulkas.

"Hm?" jawabku dengan tenang. Aku saat ini sedang duduk di tempat favoritku ketika di rumah Javas. Ingatkan pas dulu aku pernah ketiduran dan paginya malah ketahuan Teh Lita?

Let's Stop being Friends [TAMAT]Where stories live. Discover now