𝗜𝗜. 𝗣𝗥𝗢𝗟𝗢𝗚

244 40 4
                                    

𝗪𝗔𝗥𝗡𝗜𝗡𝗚. bribing, but playful.
𝗡𝗢𝗧𝗘. i wanna see how many of yall thirsting over this silver fox.

Aroma kopi menyambut indera penciuman kamu ketika pintu ruangan kantor terbuka, yang menjadi satu-satunya alasan kuat kamu untuk tetap betah berlama-lama di tempat kerja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aroma kopi menyambut indera penciuman kamu ketika pintu ruangan kantor terbuka, yang menjadi satu-satunya alasan kuat kamu untuk tetap betah berlama-lama di tempat kerja.

Hal ini juga menjadi salah satu tanda bahwa rekan kamu yang lain udah sampai di kantor dan lagi nyeduh kopi di dapur kantor. Kamu bisa menebak antara Kunikida atau Odasaku, mereka berdua yang kadang mendahului kamu datang ke kantor.

“Pagi mas.” Sapa kamu ketika melewati dapur, dimana rupanya baru Odasaku aja yang ada di sana, mengaduk secangkir kopi di atas konter.

Odasaku mendongak setelah mendengar sapaan kamu, lalu membalas dengan nada datarnya seperti biasa, “Pagi, dek sekpri.”

Menjadi sekretaris pribadi dari seorang presiden direktur yang sangat tegas, disiplin, dan kelewat kaku, kamu dituntut untuk selalu sigap dalam berbagai keadaan.

Salah satu contohnya, tujuan kamu datang paling pagi ke kantor, supaya nanti kalau Pak Presdir datang, segelas teh hangatnya udah harus bertengger manis di meja beliau setiap pagi, tepat pukul tujuh.

Kemudian kamu datang untuk memberikan jadwal harian jikalau ada meeting di luar maupun internal, mengantarkan dokumen-dokumen yang harus beliau tanda tangani, belum lagi kamu juga andil untuk melayani associates, supervisor, serta paralegal dalam menangani kasus tertentu.

Ditambah, kericuhan yang setiap hari selalu disebabkan oleh salah satu senior associate di firma hukum ini, siapa lagi kalau bukan Dazai. Semua kejadian konyol selalu berawal dari laki-laki berambut coklat itu.

Hari ini jadwal lumayan kosong, jadi kamu sempat bersantai sebelum jam makan siang. Karena meja kamu tepat berada di depan ruangan milik Fukuzawa, rekan kamu nggak jarang bawain kamu cemilan ke meja.

Seperti Yosano saat itu yang datang dengan sekantong kertas berisi kotak makan siang buat kamu, sambil menggali informasi dengan pertanyaan, “Pak Presdir hari ini moodnya gimana?”

Salah satu keuntungan menjadi sekretaris pribadi Fukuzawa adalah akan banyak rekan-rekan kerja kamu yang datang membawakan sebongkah bingkisan hanya untuk menanyakan suasana hati sang presdir yang sangat sulit ditebak.

Dan, satu-satunya yang bisa seenggaknya sedikit memprediksi dan membaca suasana hari Pak Presdir adalah kamu. Itu juga hasil dari bertahun-tahun kamu membersamai beliau, sedikit demi sedikit kamu belajar interpersonal dengan laki-laki paruh baya itu.

“Aman kok, mbak.” Kamu mengacungi jempol sambil menerima bingkisan itu dari perempuan berambut sebahu tersebut. “Thank you lunchnya!”

“Okay, deh. Gue mau kasih revisi soalnya.” Ujar Yosano sambil menarik nafas dalam sebelum mengetuk pintu lalu masuk ke ruangan setelah dipersilakan.

Baru aja kamu mendapatkan ketenangan, di ujung lorong kamu bisa melihat dari ekor mata, sosok jangkung Dazai yang dengan senyuman culasnya mulai berjalan menghampiri meja kamu.

“Halo, dek sekpri.” Sapanya dengan genit.

“Pak Presdir lagi sama Mbak Yosano.” Cetus kamu dengan singkat dan padat.

Dazai menggelengkan kepalanya takjub sambil sekilas melirik ke arah pintu ruang Fukuzawa. “Revisian dia ancur begitu, buru-buru banget. Mau nerima case apa lagi sih dia?”

Kamu mengindikkan bahu sekilas, menandakan kekurangan informasi mengenai hal itu, “kita ‘kan belum ada rapat internal lagi minggu ini.”

“Oh iya, itu kira-kira kapan ya?” Tukasnya dengan senyuman manis, sambil menyodorkan satu cup iced coffee ke meja kamu, sebagai tanda bahwa dia butuh bocoran tentang tanggal rapat internal tersebut, Dazai

“Really?” Kamu menaikkan sebelah alis sambil menatapnya nggak percaya sembari melipat kedua lengan di dada.

Dazai memutar matanya jengah, “Please dong, gue pengen keluar dari case Mas Ranpo.”

“Segini mana cukup,” ujar kamu mendecak main-main.

Kamu paham banget Dazai suka kelimpungan sendiri kalau dipasangin sama Ranpo di dalam suatu case, tapi biasanya dia nggak sengebet ini pengen keluar. Satu-satunya tebakan kamu adalah dia lagi ngincer satu case yang kemungkinan besarnya bakal dikasihin ke Yosano.

Baru aja Dazai hendak memohon dengan alasan yang lebih nggak masuk akal, kamu diselamatkan oleh suara pintu ruangan terbuka. Yosano melangkah keluar ruangan, disusul Fukuzawa yang berdiri di ambang pintu, menemukan Dazai yang nongkrong di meja kamu.

Laki-laki itu dengan ekspresi yang selalu tampak galak, menatap Dazai dan kamu dengan bergantian. Sebelum menukas Dazai, “masuk kalau ada urusan.”

“Nggak, pak. Hehehehe.” Sahut Dazai sambil nyengir, menggaruk tengkuknya yang nggak gatal, tapi jelas keringetan. “Ini tadi ada pesenan, ngasihin kopi buat dek sekpri.”

Fukuzawa cuma memberikan anggukkan samar untuk menanggapi Dazai, entah dia percaya atau nggak. Lalu iris biru baja itu beralih ke arah kamu, membuat kamu refleks duduk tegak di kursi dengan sigap.

“Saya makan siang di sini.” Ujar Fukuzawa dengan suaranya yang selalu tegas tapi tenang.

“Oh, iya baik, pak. Saya antar.” Kamu mengangguk pelan sebagai respon.

Baik kamu dan Dazai seketika bubar jalan dari meja. Dazai yang mencari tambahan untuk menyogok kamu, dan kamu yang ke dapur buat menghangatkan makan siang Fukuzawa, sebelum kamu antarkan ke ruangannya.

Kamu meletakkan nampan dengan hati-hati di atas meja Fukuzawa, memindahkannya satu persatu sebelum mengambil lagi nampan tersebut, bersamaan dengan kamu yang izin pamit.

“Seragam kamu besok ganti.” Komentarnya tiba-tiba, membuat kamu kembali memutar tubuh untuk menghadap lagi ke arahnya dengan wajah kebingungan.

“Kenapa pak?” Sahut kamu dengan nada yang sesopan mungkin, terdengar seperti kamu yang kurang mendengar perkataannya.

Kerutan di kening laki-laki itu menjadi semakin tebal, “harusnya saya yang tanya, pakaian kamu biasanya memang sobek-sobek begitu?”

Kamu seketika merunduk untuk mencari bagian sobek dari pakaian kamu, dan satu-satunya yang kamu temukan adalah belahan kecil di ujung rok di paha kamu sebelah kiri.

“Pak, ini emang fashionnya kayak gini…” Timpal kamu menjelaskan dengan hati-hati, menatap Fukuzawa dengan sedikit segan dan heran.

Fukuzawa mempertahankan raut wajahnya tanpa ada perubahan sedikit pun, lalu menjawab dengan tegas. “Kurang sopan. Coba contoh punya Yosano.”

Sebagai seorang sekretaris pribadi, yang bisa kamu lakukan hanyalah jawaban sesuai template pada umumnya. “Iya, pak. Saya ganti besok.”

𝗔/𝗡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𝗔/𝗡.
Ini buku yang paling lama risetnya karena gue terlalu asik menyelam di publish perish soal law firm lol

𝗣𝗥𝗔𝗜𝗦𝗘! fukuzawa yukichi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang