13

1.2K 87 110
                                    

.
.
.
.
.

Area 17++

Dibawah 17 tahun nggak boleh ya...

Shireen masih terpaku di mobil Guntur kala mereka sudah sampai di kediaman pria itu. Guntur sudah terlebih dahulu turun dari kendaraannya. Matanya yang nyalang menatap kaca depan mobil dimana Shireen berada di dalamnya, membuat Shireen tersadar.

Dirinya kini ikut turun dan mengekori Guntur di depannya, dilepaskannya sepatu keds dan kaos kakinya. Shireen hanya berdiri diam di ambang pintu hingga Guntur berbalik memandangnya. Shireen bahkan tak bergerak saat Guntur berjalan ke arahnya. Dirinya sudah memejamkan mata. Takut akan emosi Guntur yang bisa saja meluap.

Tapi tebakan Shireen meleset. Guntur hanya menutup pintu dan kembali beralih menatapnya.

"Berapa lo dibayar Ardhan? Lima ratus juta? Satu milyar?" Tanya Guntur perlahan sambil mendekati Shireen yang sudah membuka matanya.

"Nggak, Mas... Nggak ada..." lirih Shireen yang menahan tangis.

Sesaat ia memikirkan uang lima puluh juta yang dahulu pernah diberikan Ardhan untuknya. Juga uang pengobatan Ibunya beserta kontrakan setahun penuh. Tapi itu hanya satu kali. Selebihnya dianggap hutang oleh sang kakak.

Mau tak mau Shireen kembali memutar otak. Ia menggali ingatannya lebih dalam. Seingatnya, ia hanya menerima penuh lima puluh juta itu saja. Itu pun dengan perjanjian yang amat berbeda sejak awal. Maka kala Guntur menagih semua hitungan dirinya dan Ardhan, Shireen hanya terdiam.

Ia tak tahu berapa yang diterima dari Ardhan. Uang itu pun dianggapnya sebagai pertolongan dari karena sejak awal menikah, dirinya tak dinafkahi sang suami. Maka ia ragu. Berapa yang ia terima? Haruskah ia bongkar semua?

"Berapa, sialan?!!" Tanya Guntur dengan suara menggelegar.

Shireen masih bergeming. Kepalanya menunduk. Air mata yang ada di pelupuk matanya tak lagi turun di pipinya. Air itu langsung jatuh ke lantai di dekat jemari kakinya.

Ya.

Shireen tahu ia salah. Tapi ia berani bersumpah bahwa ia dijebak kala itu. Ia juga tak tahu menahu.

Selagi Shireen berfikir, Guntur berjalan perlahan menuju meja makan. Ia tuang air ke dalam gelas dan mengisinya penuh.

"Demi Allah aku juga gak tahu jadi begini, Mas... Kita dijebak..." Shireen mengiba.

Selagi menenguk air dari dalam gelas, ekor mata Guntur melihat Shireen yang berbicara padanya.

PRAANGG!!

Gelas yang tandas oleh air itu langsung ia lempar ke lantai persis di dekat kaki Shireen hingga wanita itu berjengit.

Serpihan-serpihan gelas terpampang nyata di depan Shireen. Jemarinya mengepal. Ia tak tahu kalau Guntur bisa melempar benda pecah belah itu di hadapannya. Shireen kini mulai waspada. Salah-salah menjawab, dirinya bisa habis di tangan sang suami.

"Apa lo bilang?! 'Dijebak'?! Anj*ng! Lo yang ngejebak gue sialan!!" Maki Guntur di seberang ruangan.

"Demi Allah nggak, Mas! Aku juga nggak tahu... Aku bersedia sumpah di atas Alquran, Mas! Aku juga nggak tahu kalau Bang Ard-"

"Kamu pernah terima uang darinya?" Guntur memutus ucapan Shireen.

Shireen terdiam. Bohong kalau ia bilang tak pernah.

"Jawab, Sialan! Kamu pernah kan terima uang dari kakakmu itu?!"

Shireen yang tak tahan langsung menangis tersedu. Ia mengangguk sekali.

SHIREEN & GUNTURWhere stories live. Discover now