PNY 19

200 24 9
                                    

"Van...." Panggil Ahsan sembari mendekat.

"Iya." Sahut Vania tanpa menoleh sedikit pun.

"Barusan ibu kos telepon kamu terus kirim pesan. Maaf nggak sengaja saya baca pesannya. Siapa yang mau ngekos, Van?"

"Aku." Jawab Vania singkat. Dahi Ahsan pun berkerut.

"Van?!"

"Iya kan kita udahan. Otomatis aku harus pindah. Kata dokter juga aku harus pindah kan?"

"Hah?!" Ahsan melongo. Vania tampak acuh tak acuh, ia terus saja melanjutkan pekerjaannya. "Ya ampun..." Ahsan seolah tersadar akan sesuatu. "Van, sini yuk?! Duduk sebentar kayaknya ada yang salah deh." Ajak Ahsan. Vania terlihat enggan oleh karena itu Ahsan segera menarik Vania dan membantu Vania duduk di sofa ruang televisi.

"Dok, kita harus..." Ujar Vania sembari melirik jam dinding.

"Masih ada waktu." Potong Ahsan. "Van, kamu nggak boleh dan nggak usah pergi dari sini. Kayaknya kamu salah nangkap kata-kata saya soal udahan itu deh." Papar Ahsan, Vania bergeming. "Van, maksud saya udahan itu udahan pura-puranya. Saya nggak mau pura-pura, maunya beneran aja. Normal kayak pernikahan biasa. Dan pindahan yang saya maksud juga bukan nyuruh kamu pindah dari rumah ini tapi nyuruh kamu pindah ke kamar saya." Terang Ahsan. Vania masih saja bergeming. "Van..."

"Iya..."

"Kita salah paham." Tegas Ahsan. Lagi-lagi Vania terdiam.

Benarkah ini hanya salah paham, atau cuma sebagai buntut dari kehamilan gue aja, makanya dibelokin gini?? Batin Vania.

"Van..." Vania terus saja bergeming. Ahsan menarik nafas panjang.

Ahsan pun mendekat, ia mengarahkan wajahnya ke wajah Vania. Bibirnya mencoba menyentuh bibir Vania. Vania terkesan menghindar, seketika Ahsan mengunci posisi. Ditahannya tengkuk Vania sesaat sebelum bibir itu bertemu dan saling berpagut.

***

"Dok, besok bisa?" Tanya Tono.

"Hari ini juga bisa, dok." Jawab Budi.

"Syukurlah. Maaf jadi mengganggu...." Tono tampak tidak enak hati.

"Ahh nggak, dok."

"Tadinya mau Vania. Tapi ternyata Vania nggak ikut tes karena hamil muda, nggak nyaman katanya."

"Vania hamil?!" Budi terperanjat.

"Iya." Angguk Tono. "Makanya saya memutuskan dokter Emi yang menjadi duta. Terlebih dokter Emi sekarang menyandang status istri dokter spesialis kandungan. Jadi kan pas." Ujar Tono kemudian.

"Iya." Cengir Budi.

"Kalau gitu saya tinggal dulu." Pamit Tono akhirnya.

"Iya, dok. Silakan." Angguk Budi mempersilakan pemilik klinik itu berlalu.

Vania hamil? Jadi mereka nggak pura-pura nikah? Batin Budi sepeninggal Tono.

Sekilas tiba-tiba Budi melihat Vania dan Ahsan masuk ke ruang praktik Leni. Budi menarik nafas lalu membuangnya kasar sembari menggelengkan kepala.

***

"Gimana, dok?" Tanya Ahsan yang bersikeras mengajak Vania cek kandungan hari ini.

"So far so good, dok." Jawab Leni.

"Syukurlah."

"Bu Vania banyak istirahat ya, jangan kecapekan, jangan banyak pikiran juga. Bawa enjoy." Pesan Leni. "Mual-mual nggak kalau pagi?" Tanya Leni kemudian.

"Mual dok." Jawab Vania.

"Muntah?"

"Nggak. Cuma mual itu pun nggak lama dan nggak terlalu." Papar Vania. Leni manggut-manggut.

"Dok... Ada pantangan?" Tanya Ahsan menimpali.

"Nggak ada sih. Ohh iya ini ada vitamin yang bisa diminum ya." Ujar Leni. Ahsan yang cepat tanggap menyimak pemaparan Leni mengenai vitamin yang ia berikan sedang Vania ia hanya diam seribu bahasa.

Vania tak mampu bersuara. Tepatnya sejak Leni melakukan USG. Saat ia bisa melihat ada gumpalan darah yang siap berkembang.

***

"Sebentar lagi klinik diramaikan tangisan anak-anak dokter nih." Seloroh Leni saat jam praktiknya selesai dan kini tengah beristirahat di kantin bersama Emi.

"Hehehe." Emi salah tingkah.

"Ayo susul dokter Ahsan sama Vania, biar rame." Tepuk Leni.

"Hah?! Vania hamil, dok?!" Seru Emi.

"Iya, tadi saya yang periksa." Sahut Leni.

Vania hamil? Jadi mereka serius nikah? Bukan pura-pura?

***

"Man..."

"Ma, aku berangkat dulu ya?" Pamit Lukman.

"Beneran kamu mau tinggal di sana?" Neni memastikan.

"Iya, nggak lama kok, Ma. Cuma 5 hari." Jawab Lukman.

"Janji ya kamu bakal jaga diri kamu di sana."

"Iya."

"Ya udah sana, hati-hati."

Neni meski berat hati tetap melepas Lukman pergi. Dan setelah taksi online Lukman berlalu, ia baru menelepon Ahsan dan menceritakan perihal Lukman yang ingin menenangkan diri sementara waktu di suatu tempat.

"Ya udah mudah-mudahan Lukman dapat ketenangan di sana dan kembali dalam keadaan jauh lebih baik. Dan siap melanjutkan hidup kembali." Ujar Ahsan.

"Aamiin." Sahut Neni. "Oya, San. Mama boleh nggak nginep di tempat kamu. Mama sepi kalau sendirian di rumah. Takut keinget Lukman terus juga."

"Boleh dong, Ma."

"Nggak ngerepotin kan?"

"Nggak, malah Ahsan seneng. Siapa tahu dengan adanya Mama juga bisa temenin Vania yang lagi hamil muda."

"Vania hamil?" Neni tampak surprise.

"Iya, Mama bakal jadi nenek."

"Serius kamu, San?"

"Serius, Ma."

"Mama seneng dengernya. Ya udah nanti mama nginep. Mama mau masak makanan spesial buat Vania."

"Iya, Ma. Makasih ya?!" Tutup Ahsan.

***

"Nggak kan?! Cuma formalitas kan?!" Tanya Emi bertubi-tubi saat tiba waktunya ia harus melakukan pemeriksaan pap smear siang ini di ruang praktik Budi.

"Iya." Angguk Budi.

Mereka memang merancang cara agar tidak ada perawat yang ikut dan Budi siap memanipulasi pemeriksaan Emi.

Tapi naas, karena didaulat sebagai duta, pemeriksaan Emi pun harus didokumentasikan. Otomatis saat pemeriksaan berlangsung ada perawat yang standby untuk mengambil beberapa gambar dari jauh.

"Bud..." Bisik Emi bernada protes.

"Ya udah periksa aja ya, kalau nggak bakal ketahuan kita."

"Hah?!"

"Siap-siap sana." Titah Budi.

***

Definisi senjata makan tuan nggak sih mereka 🤭😁

Belum puas? Masih pengen baca part ini? Hayuk pindah...pindah...
Ada additional part di KK

Happy Reading ❤️

Pura-Pura Nikah YukWhere stories live. Discover now