3

43 3 0
                                    

Azure tercekat kala netra dibalik topeng secara tiba-tiba bergulir kearahnya, segera Azure membuang muka tidak lagi berani lancang menatap pada pemimpin.

"Bagikan!"

Ugh, Azure mengumpat dalam diam. Entah sejak kapan suara baritone dari pemimpin terdengar indah di telinga. Azure menyukainya.

Dua tangan kanan Straver maju membagikan setiap dokumen penting pada semua number one. Sebuah identitas yang akan mereka lakukan beserta detail penting misi yang akan dijalani.

Mereka menerima dengan patuh, Azure menatap pada dokumen hitam yang memiliki warna sama dengan milik Phoenix juga Aprhodite.

"Aku tidak menerima kegagalan, kalian harus paham dengan baik."

"Baik Pemimpin!"

Dengan patuh berdiri, membungkuk memberi hormat dan meninggalkan ruangan. Pertemuan yang mereka lalui selalu tidak lama karena masing-masing harus bersiap untuk pergi mengerjakan misi.

***

Han bergerak lebih cepat, tangannya melambai mencoba menghentikan bus yang melaju meninggalkannya. Ia terlambat tiga puluh detik dari waktu kedatangan bus. Terpaksa harus berlari mengejar agar tidak tertinggal jauh, bisa gawat jika ia tidak naik bus. Sementara waktu jam sekolah akan segera dimulai.

"Maafkan aku," kata Han, cepat-cepat. Pintu bus terbuka membiarkannya masuk. Han yakin ia sudah membuat mereka kehilangan waktu berharga hanya karena terlambat sekian detik.

"Aish, lain kali aku akan minta Nenek membangunkan ku lebih cepat." Rutuknya dalam diam, duduk di bangku kosong menatap keluar kaca bus.

***

"Hyunjin!"

Pria tampan itu menghentikan langkah, sudah sangat rapi mengenakan seragam juga tas dalam gendongan. Terpaksa menoleh pada satu orang yang tidak ingin ia lihat selama ini.

"Namanya Hwang Felix, dia akan datang sore ini. Ayah hanya ingin kau menerima dengan baik kehadirannya!"

Seperti itulah sikap ayahnya, selalu membuat keputusan sepihak tanpa membicarakannya terlebih dahulu.

"Terserah!" Wajah tampannya tampak dingin, terlalu malas menanggapi.

Hwang Hyunjin meninggalkan rumah begitu saja tidak lagi peduli dengan teriakan marah sang Ayah, yang mengharuskannya menerima orang asing sebagai saudaranya.

Hwang Felix, Hyunjin mengetahui identitas tersebut satu bulan lalu. Mereka saudara berbeda ibu, lebih tepatnya Felix lahir dari wanita simpanan ayahnya. Membuat Hyunjin tidak memiliki reaksi berlebih tentang adiknya tersebut yang akan datang dan tinggal satu atap dengannya.

Masuk ke dalam mobil, Paman Sam segera menghidupkan mobil dan meninggalkan area rumah milik Hwang tersebut. Setiap hari seperti itulah kegiatan yang Hyunjin miliki, pergi ke sekolah lantas pulang di malam hari untuk tidur di rumah. Baginya lingkungan sekolah lebih baik, dibandingkan harus tinggal terlalu lama di rumahnya tersebut, ralat rumah ayah tepatnya. Walaupun besar dan juga berada di kawasan elit tetap saja Hyunjin tidak memiliki kebahagian di rumah tersebut apalagi setelah kepergian satu-satunya wanita yang paling ia cintai di sana.

"Tuan Hyunjin, Tuan Hwang berharap hari ini anda bisa pulang lebih cepat."

Gerakan membuka pintu mobil terhenti, saat paman Sam memberikan pesan dari ayahnya. Hyunjin memutar bola matanya malas, ia tidak suka orang lain mengatur hidupnya. Kenapa mesti harus pulang cepat jika nanti ia juga pasti akan bertemu dengan gadis menjijikan tersebut.

"Katakan padanya aku tidak bisa, aku akan pulang seperti biasanya!"

Mana sudi ia harus menyambut kedatangan orang yang telah menjadi penyebab ibunya meninggal. Hyunjin tidak akan pernah bersikap ramah.

"T-tapi Tuan_"

"Jangan membantahku!"

Setelah mengatakan kalimat tersebut Hyunjin keluar dari mobil. Membiarkan paman Sam yang hanya bisa menghela napas pasrah. Sudah paham dengan sikap ayah dan anak yang memang sama-sama keras kepala tersebut.

Hyunjin berjalan masuk gerbang sekolah, ketika seseorang berlari dan menabrak bahunya dari samping.

Brugkh!

"Maafkan aku."

Seorang gadis berbalik dengan kerlingan mata cantik mengarah pada Hyunjin. Gadis itu membungkuk kecil, ada senyuman di bibir manisnya.

"Hai... Hwang Hyunjin!" tangan mungil itu melambai masih dengan gerakan lucu tanpa menghentikan langkah kaki.

Hyunjin tidak heran dengan mereka yang mengenalinya begitu saja. Banyak gadis yang menyukainya, hidupnya terbilang sebagai siswa populer di sekolah ini. Namun, siapa gadis itu kenapa ia seakan baru pertama melihatnya.

"Big Bro!!!!" Rangkulan pada bahu membuat Hyunjin menghentikan semua lamunan berganti fokus pada si kulit putih Australia, rekan sekolahnya, Bang Chan.

"Kau datang!"

"Pertanyaan macam apa itu, tentu saja datang. Aku masih murid sekolah di sini!" Bang Chan menjawab dengan jari menunjuk pelantaran yang mereka pijak saat ini.

"Oh."

"Ada apa dengan nadamu, kenapa terdengar menyebalkan di telingaku!" Bang Chan mulai kesal.

"Moodku sedang buruk hari ini, jangan sampai kepalan tanganku jatuh di pipimu!" Hyunjin memberi peringatan. Tatapan matanya tajam menembus langsung ke jantung Bang Chan. Terlihat tubuhnya sedikit bergetar, sepertinya ia salah telah membangunkan singa kelaparan hari ini.

Bang Chan yakin jika seseorang akan mendapatkan kesialan hari ini, seperti biasa Hyunjin akan membuat seseorang berlutut di bawah kakinya ketika keadaan emosi menyelimuti.

"Sorry," cicit Bang Chan tidak berani bergurau lagi.

Hyunjin melangkah pergi, tentu dengan Bang Chan di sampingnya. Baru saja melangkahkan kaki di koridor sekolah, jeritan penghiasi pagi menggema. Menimbulkan sensasi pengar di telinga.

Teriakan penuh ambisi, berharap memiliki. Dengan mata menatap ke arah Hyunjin penuh cinta. Gerombolan itu semula sedikit semakin lama semakin besar. Banyak hadiah terkirim dan tentunya Bang Chan yang menerima semua hadiah tersebut seperti biasa. Karena Hyunjin hanya melirik malas sebelum pergi meninggalkan kerumunan para gadis penggemarnya begitu saja.

"Bukankah sangat tampan," kata Seungmin dengan mata yang masih menatap punggung Hyunjin menjauh.

"Lumayan." Itu Han yang menjawab, tanpa minat sebenarnya. Hanya saja ia terjebak di antara kumpulan para gadis.

"Kau itu terlalu banyak mengurung diri, kau akan paham bagaimana tampannya Hyunjin dan Chanie."

"Ada apa dengan panggilan itu?" Han bergidik ngerih.

"Sebenarnya yang aku suka itu Bang Chan, bukan Hyunjin. Tetapi ketampanan Hyunjin membuatku selalu mampu terbang walaupun hanya sebuah lirikan kecil."

Han memutar bola matanya malas, Seungmin terlalu berlebihan. Hyunjin memang tampan, Namun masih banyak pemuda tampan lainnya. Kenapa harus tergila-gila pada sosok dingin tersebut.

"Aku mau masuk kelas!" Han tidak lagi ingin berada di sana, tidak terlalu ingin ikut dalam lingkungan Hyunjin. Takutnya ia disalahpahami sebagai penggemarnya juga. Sangat merepotkan, berkerumun dengan para gadis penggila hyunjin. Sedangkan ia hanya ingin masa sekolah yang di jalani berjalan normal seperti biasanya, damai tanpa ada embel-embel pria tampan yang mengganggu.

Han pikir ia harus menjauh, jangan mendekat pada pria populer seperti Hyunjin. Akan banyak masalah yang ditimbulkan jika berdekatan dengan Pria tersebut.

"Han, tunggu aku!!!!" Seungmin menjerit memanggil, ketika Han pergi meninggalkannya begitu saja.

Note::: Bukan nyata hanya fiksi belaka... Karangan aku seorang diri yah. Jangan lupa tinggalkan jejak.

S-ClassWhere stories live. Discover now