19. Radhit dan kisah masa lalunya

3.6K 215 0
                                    

Dibaca, ya, guys, narasi flashback-nya karena cukup berpengaruh ke plot selanjutnyaa, Terima kasih...

~~~

Oci duduk di ruang tamu menunggu Radhit yang sedang mandi. Siang tadi mereka tidak jadi berbicara empat mata karena Radhit harus kembali keluar untuk makan siang sekaligus meeting bersama salah satu penulis bersama dengan Jessica. Mereka akhirnya sepakat untuk membicarakan semua hal di rumah. Kalau dipikir-pikir lagi, menurut Oci mereka juga lebih baik berbicara di rumah agar tidak timbul kecurigaan oleh karyawan lain. Apalagi kantornya dan Radhit sudah seperti tempat bergosip dan berita sedikit saja gampang sekali tersebar.

"Mau makan dulu?" tanya Oci ketika Radhit duduk tepat di sebelahnya.

"Ngobrol dulu aja, aku tau banyak yang pengen kamu tanyain."

Oci mengangguk kecil, "Kenapa orang-orang bisa tau kalau kamu udah nikah?"

Radhit menghela napas pelan, "Kemarin aku makan siang sama anak-anak kantor bareng Galang juga terus Galang keceplosan," ujarnya. "Ada salah satu anak produksi yang denger dan akhirnya nyebar gitu, itu yang aku denger dari Galang."

"Terus gimana?"

"Ya udah, gimana lagi," balas Radhit. Jujur saja ia tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut karena ia sendiri memang ingin mengumumkan pernikahannya, apalagi setelah tahu bahwa Bima menyukai Oci.

"Tenang aja, aku pastiin mereka nggak bakal tahu kamu," lanjut Radhit. Ia paham keresahan istrinya itu yang masih belum siap untuk mempublikasi hubungan mereka.

Oci mengangguk pelan, "Maaf, mas."

Radhit tersenyum lalu mengusap kepala Oci pelan, "Nggak papa."

Oci melirik ke arah Radhit yang kini masih menatapnya.

"Kenapa? Ada yang mau ditanyain lagi?"

"Tadi Mbak Kamila di ruangan kamu ngapain?" Meskipun Oci mendengar jelas bahwa Galang yang menyuruh Kamila mengantarkan dokumen, tetapi ia tetap butuh penjelasan setelah mendengar teriakan dari dalam ruangan Radhit.

Radhit terdiam sejenak, "Boleh makan dulu nggak? Nanti habis makan aku cerita."

Oci mengangguk setuju, sepertinya cerita Radhit kali ini akan begitu panjang.

***

16 April 2016
[23.15]

Malam itu hujan deras membasahi seluruh jalan di kota ini. Radhit duduk di salah satu bangku cafe setelah menyelesaikan pekerjaannya. Ia belum bisa pulang karena Fauzan selaku pemilik cafe ingin membicarakan sesuatu kepadanya.

Radhit menoleh ke arah Fauzan ketika pria itu memberikan amplop putih kepadanya, "Ini apa, bang?"

"Bonus karena lo udah bantuin gue buat promosiin cafe ini," ujar Fauzan yang kini ikut duduk di samping Radhit sambil menyesap rokoknya.

"Makasih, bang." Radhit cukup senang mendapat bonus, ia jadi tidak harus mencari pekerjaan tambahan untuk biaya hidupnya. Semenjak memutuskan untuk berkuliah, hidupnya sudah tidak dibiayai oleh Fatma. Kuliah pun ditanggung oleh beasiswa. Ia hanya bekerja untuk biaya hidup dan memberikan sedikit uang kepada Fatma.

"Gimana? Udah dapet endorse?" tanya Fauzan seraya terkekeh. "Hilmi ngeluh mulu yang jaga dia tapi pelanggan pada nanyain lo."

Radhit terkekeh, "Malah kebalik, bang, kalau gue yang jaga, Hilmi mulu yang ditanyain."

"Gue harus banyak bersyukur punya karyawan yang famous."

Our Traumas [End]Where stories live. Discover now