-E N A M-

48 6 5
                                    

Terlepas dari rangkaian inti acara ulang tahun adiknya Dion, kini Gavin terus tersenyum mengikuti ke arah mana Braga dan teman-temannya melangkah dan memilih tempat untuk mengobrol.

Mereka berempat bercanda seru dan sesekali saling menyindir, Gavin juga selalu diajak mengobrol sampai rasanya Gavin bagaikan bagian dari mereka.

"Ga, tawarin makan gih...." ujar Dion yang membuat Gavin tersenyum mengangguk.

Pemuda belasan tahun itu sudah beberapa kali menolak dan memang merasa perlakuan ketiga teman Braga cukup perhatian untuknya.

Sorot mata Braga beralih memperhatikan adiknya. Rokok di tangannya kini dihisap lagi dan terkekeh pelan menanggapi Dion.

"Ambilin anjir!" kali ini Ditto yang bersuara. Pemuda ini bahkan mendorong bahu Braga sampai membuatnya sedikit kesal.

Melihat adanya pertikaian kecil hanya karena dirinya, kini Gavin berpura-pura merogoh saku celana dan menemukan handphone miliknya yang berdering pelan. Ia mengacungkan benda pipih tersebut seraya berucap, "Temen Gavin mau telepon, kayaknya ada yang penting...."

Gavin berkata seolah-olah telah mendapatkan sebuah pemberitahuan pesan singkat dari salah satu temannya. Padahal handphonenya berdering karena alarm yang sudah lama Gavin set untuk menandakan waktu belajar selesai setiap malamnya.

Braga mengangguk yang lantas mendapatkan tatapan sinis dari ketiga temannya. "Ohh yaudah...."

"Lo gitu banget, Ga!"

Sementara Gavin sudah beranjak menjauh. Ia memainkan handphone dan terus berjalan mencari tempat yang pas untuk dirinya menyendiri selama beberapa menit ke depan.

***

Braga melihat ke arah kursi belakang di mobilnya sebelum benar-benar menyalakan mesin. Gavin sudah ikut bergabung duduk di sampingnya dan satu gadis yang baru lima menit Braga kenal ikut menumpang karena Dion yang menyuruhnya.

Alyona terduduk kaku dengan wajah ramahnya. Ia sebenarnya cukup gugup berada di dalam mobil dengan kedua orang yang tidak dikenal dekat, namun Alyona juga tidak bisa menyalahkan Neira yang sudah lebih dulu pulang karena ada sesuatu yang mendesak.

Dan berakhir kini Alyona merutuki keteledorannya lagi, ia menyesal tidak ikut pulang bersama Neira lebih dulu dan malah masih betah menemani Adira. Karena saat itu acara memang baru dimulai lima belas menit setelah pembukaan, Alyona tidak nyaman jika harus ikut pulang sementara dirinya tidak mempunyai alasan yang mendesak.

"Hahh.... Capek juga malem ini...." gumam Braga ketika hening tercipta oleh ketiganya.

Deru mesin mobil mulai terdengar. Keempat roda mobil itu mulai berputar dan meninggalkan area parkir dengan sangat mulus. Jalanan aspal yang mereka lalui terlihat lembab karena terguyur gerimis hujan.

"Eh iya, rumah lo di mana?" tanya Braga ketika ia baru sadar bahwa ada orang lain yang harus diantarkan pulang.

"Blok N no. 127..."

"Oh deket dong, komplek sebelah...." ucap Braga yang mendapat anggukan kepala.

Keheningan kembali terasa setelah mereka berbincang hal sesingkat tadi. Braga juga kembali teringat dengan bingkisan yang ia tenteng tadi. Dengan pelan Braga menyodorkan bingkisan dari jok belakang kepada Gavin yang masih terdiam menikmati keindahan kota malam ini.

"Ini buat Gavin?"

"Iya, Dion yang nyuruh gue bawain itu...."

Gavin membuka sedikit celah bingkisan yang ia terima, rasa penasaran itu kini sudah terjawab setelah ia mengintip isinya.

Happy EndingWhere stories live. Discover now