BAB 2 : Time Skip

61 8 1
                                    

Waktu berlalu dengan cepat, hingga sepuluh tahun telah berlalu. Sekarang bayi yang diberi nama Sayyid telah menginjak usia 10 tahun. Karena dia adalah putra pertama dari Raja Kesultanan Mataram.

Anak itu diberi gelar Raden Mas, dimana gelar ini sudah setara dengan Putra Mahkota.

Dan selama 10 tahun ini juga, Raden Mas Sayyid melakukan beberapa hal yang sekiranya akan berguna di masa depannya.

Raden Mas Sayyid bisa berbicara di usianya yang satu bulan, dia bisa menyebut "po" untuk memanggil Sultan Agung sebagai ayah dan "iun" untuk ibunya, Ratu Wetan.

(A/N : "po" berasal dari bopo atau dalam Indonesia disebut bapak, sedangkan "iun" berasal dari biyung atau dalam Indonesia disebut Ibu.)

Mendengar ucapan pertama putra mereka, tentu saja Sultan Agung dan Ratu Wetan gembira bukan main. Bahkan Sultan Agung memberikan gunungan, sedekah beras dan sayuran ke warga untuk menyambut kebahagiaan ini.

Dan dia bisa merangkak 6 bulan setelah berbicara, empat bulan setelahnya Sayyid bisa berjalan meski harus berpegangan pada benda di sekelilingnya.

Di fase ini adalah fase terlama bagi Sayyid, setidaknya butuh 8 bulan atau di usia 1,6 tahun dia sudah bisa berjalan dengan lancar bahkan berlarian. Yang sangat merepotkan pengawalnya, untuk memastikan bahwa Sayyid tidak akan terluka karena jatuh.

Lalu di usia 2 tahun, Sayyid bisa membaca tulisan Jawa Pegon yang bahkan banyak bangsawan belum tentu bisa, tapi Sayyid agak terbalik. Karena saat diberikan aksara jawa asli, dia justru tidak bisa membacanya dengan baik dibandingkan bangsawan jawa lain.

Karena itulah Sultan Agung mulai memberikan program pengajaran aksara jawa asli, dibarengi dengan pegon dan arab. Tentu saja itu dilakukan saat dia berusia 5 atau 6 tahun.

Pada usia 5 tahun, Sayyid ikut bersama ayahnya untuk melakukan Sholat Tarawih saat Bulan Ramadhan, mereka sholat di sebuah masjid bergaya jawa dan hindhu. Itu masih satu kompleks dengan keraton, tapi agaknya ada pemisah dimana warga sipil diizinkan masuk.

Di usia yang sama pula lah, dia mulai diajari membaca tulis al - qur'an. Yang sebenarnya sudah Sayyid kuasai, karena dikehidupan masa lalunya dia sudah khatam beberapa kali.

Tapi dia berpura - pura untuk belajar lagi, toh jika ia langsung hafal dan khatam pasti akan mengejutkan banyak orang.

Karena kecepatan belajar qur'annya sangat diluar ekspetasi, Priyai di istana, mereka menyarankan Sayyid untuk dikirim ke Pesantren Al Kahfi di Kebumen, tepanya di bekas perdikan Demak bernama Somalangu.

Pesantren ini di dirikian oleh Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al Hasani, seorang keturunan ke sepuluh dari Syekh Abdul Qodir Al Jaelani, dan keturunan ke dua puluh tiga dari Rasulullah Salallahualaihiwassalam.

Ponpes ini juga tidak kalah termahsyur dengan Giri, dimana Kadipaten Giri atau Giri Kedaton berada. Sebuah Kaditapen yang agak serupa dengan Vatikan yang teokrasi, dimana pemimpin di tempat itu bergelar imam.

Ada perdebadan kecil, terutama Sultan Agung dan Ratu Wetan. Sisi Sultan Agung menginginkan Sayyid memulai pendidikan pesantrennya, untuk membentuk dan menanamkan nilai agama yang kuat. Namun di sisi lain, Ratu Wetan beranggapan bahwa usia Raden Mas Sayyid masih terlalu muda.

Pada akhirnya, Sayyid yang berusia 5 tahun harus memisahkan perdebatan kedua orang tuanya. Dia memilih untuk mengikuti pesantren di kebumen, tapi dia akan memberi surat ke orang tuanya atau setidaknya pulang setahun sekali.

Meski agak bertentangan dengan konsep pesantren saat ini, tapi karena Sayyid adalah seorang putra mahkota, ini masih di wajari. Dan pihak pesantren juga memahami ini.

Pada bulan ke 5 tahun 1623, Sayyid berangkat ke Kebumen untuk menempuh pendidikan agamanya, dia disana akan diajari banyak hal dalam memahami agama islam dengan baik, dari pemahaman Qur'an yang lebih baik, fiqih dan tafsir serta hadis.

Ilmu fiqih juga akan diajarkan, selama dia di pesantren. Jadi dia harus mempersiapkan semua mentalnya, untuk menahan fruatasi selama di pesantren.

Yah, lagian di kehidupan sebelumnya dia tidak pernah ke pesantren meski khatam Al Qur'an.

5 Tahun lewat, dan Sayyid berusia 10 tahun sudah terbilang hampir menguasai banyak hal, meskipun ada ratusan hadis yang belum ia hafalkan.

Tapi bagi anak berusia 10 tahun, dia sudah cukup istimewa, Sayyid saat ini ada di tingkat Uliya. Berkat ketekunan dan usia mentalnya, dia bisa menyalip beberapa santri yang lebih tua diana.

Bahkan Sayyid menjadi murid pribadi seorang priyai di sana, karena betapa cepat dia menimba ilmu disana, bagaikan spons yang menyerap air. Jadi, pembelajaran biasa tidak akan berpengaruh, justru malah akan menghambat perkembangan Sayyid.

Sayyid belajar selama lima tahun bersama priyai tersebut, dia akhirnya bisa memahami banyak hal di sana dan ilmunya luas. Hanya saja pesantren sudah tidak bisa lagi memberikan ilmu, itu sudah diserap oleh Raden Mas Sayyid, jadi dia pulang ke Mataram untuk bertemu ayah dan ibunya.

...

Tahun 1633

15 Tahun berlalu, dapat dilihat seorang remaja tampan dan berkulit cokelat cerah sedang menunggangi kuda jawa. Dia cukup tinggi untuk remaja seusianya, itu berkat dia berlatih fisik baik kardio dan beladiri selama ia menempuh pendidikan di Pesantren.

Dia tidak lain adalah Raden Mas Sayyid, mc kita yang dalam perjalanan pulang ke rumahnya di Karta.

Ngomong - ngomong dia mengetahui kepindahan ibukota Mataram ke Karta, yang terletak di sekitar Desa Himogiri atau kelak di kenal sebagai Imogiri.

"Masih jauh...." Gumam Sayyid melihat bahwa matahari hampir di atas ubun - ubun, yang berarti mau masuk Sholat Dzuhur.

"Cari desa terdekat dulu lah." Lanjutnya, dia kemudian menekan perut kudanya agar berlari menyusuri jalan tanah menuju sebuah desa atau kota.

*Gallop* *Gallop*

Benar saja, setelah mengendarai kuda beberapa menit akhirnya tiba di sebuah desa dimana itu cukup ramai.

*Pukul* *pukul*

Lalu terdengar suara bedug, sebuah alat yang digunakan untuk memanggil orang sholat terutama di Jawa. Tentu saja itu dilakukan setelah Adzan.

"Oh..." Sayyid lalu bergegas menuju langgar, dimana disana sudah banyak orang berjalan menuju langgar, beberapa baru saja membasahi beberapa bagian tubuh untuk wudhu.

*Gedebuk*

Sayyid turun, dia lalu membawa tasnya dan menuntun kudanya ke sebuah pohon dimana ada rumput segar bawahnya.

Setelah mengikatnya di pohon, Sayyid menepuk leher kudanya dengan lembut seraya berucap.

"Kamu tunggu disini, aku mau sholat dhuzur. Kalau ada yang macam - macam, tendang saja."

"*Neigh*." Kuda itu mengangguk beberapa kali seperti paham, sebelum menunduk dan memakan runput disana.

Setelah mendapat balasan, Sayyid berjalan ke langgar tersebut. Disana dia bertanya dimana tempat wudhu laki - laki ke warga sekitar, setelah mendapat informasi dia bergegas berwudhu.

"Siapa itu?." Tanya seorang gadis ke teman - teman gadisnya yang baru saja wudhu, karena baru saja melewati Sayyid yang berjalan ke tempak wudhu pria.

"Entahlah, tapi dia tampan juga? Baunya juga harum." Balas seorang gadis lain yang tampak terpesona dengan Sayyid, bahkan melamun.

"Hush! Kamu itu! Ayo sholat dulu!." Gadis yang bertanya menyela lamunan temannya, dia lalu mengajak temannya sholat.

Tapi dia memang harus mengakui bahwa remaja sebelumnya memiliki bau yang harum, itu berbeda dari harum apapun yang pernah ia cium.

Rise Of Nusantara : Amangkurat IWhere stories live. Discover now