Playboy Buajingan

259 38 7
                                    

"Jadi, begitulah ceritanya, Kisanak."

"Pacar barumu itu ibunya dia?"

"Iya."

"Buajingan! Emak sama anaknya disikat!"

Hah! Kentung belum tahu betapa hancur perasaanku. Hubunganku dengan Lastri terpaksa berakhir. Gara-gara dia, aku sudah tak selera dengan perempuan seumuran. Apalagi dengan gadis di bawah umur. Orientasiku terlanjur bergeser ke ibu-ibu.

Sungguh sial. Niat hati mengejar ibunya, malah dapat anaknya.

"Terus, kenapa kamu mau? Kan kamu bisa nolak?"

Kujawab pertanyaan itu dengan mencekik leherku sendiri.

"Mau bunuh diri, Tung. Citra hampir minum racun serangga rasa jeruk."

"Bukannya istrimu namanya Gita?"

"Iya, Gita. Aku terpaksa menikahi dia. Gadis itu masih labil. Dia trauma gagal nikah." Kulirik pintu kamarku sendiri.

"Wow. Sungguh Amazing."

"Aku gak separah itu. Jangan menyindirku. Besok bantuin urus izin ke Pak RT ya?"

Aku tak mau kalau boleh jujur. Petualanganku masih panjang. Masih ada ribuan jenis perempuan yang belum kucicipi. Perempuan berotot, lesbian, direktur, atlet, pokoknya banyak. Baru setelah itu tobat. Tak tahunya malah terjebak pernikahan.

"Tapi Gita itu muda banget loh. Masih 16. Kok bisa nikah sih?"

"Ck! Paling-paling hamil duluan," jawabku ketus.

"Terus, kalau misalnya istrimu hamil, kamu mau jadi bapaknya?"

Kepalaku menggeleng cepat. Kemungkinan itulah yang kutakutkan. Aku tak mau jadi ayah untuk karya orang lain.

Dih, amit-amit.

"Nikahan kami gak sampai KUA. Aku cuma siri sama dia. Paling enggak, keluarganya gak malu. Nanti kalau dia sudah sembuh, sudah gak coba-coba bunuh diri lagi, baru aku bebas."

Kentung manggut-manggut. Dia harus tahu bahwa aku tak separah itu. Pria sepertiku pun masih punya hati nurani.

"Terus, kenapa Gita kamu bawa ke sini?"

"Ibunya gak mau diajak 3-some."

"Buajingan! Kamu gak tobat-tobat!"

"Hahahaha! Bercanda, Tung."

Dengan berat hati aku beranjak. Pernikahan darurat itu mengerikan. Walau bohongan, kontrak adalah kontrak. Penjanjianku dengan Lastri hanya tiga bulan. Setelah itu, ibunya bersedia kubolak-balik seperti gorengan. Aku harus membantu menyembuhkan trauma putrinya. Atau minimal membantunya adaptasi di kontrakan kami.

"Tung."

"Apa lagi?"

"Nama istriku tadi siapa?"

***

"Nanti kita ngontrak sendiri. Sementara tinggal di sini dulu."

"Hmmm, iya ..."

"Kamu bisa masak?"

Gadis itu menggeleng.

Ck! Merepotkan saja.

"Ntar kuajari. Belajar mandiri."

"Iya, Mas."

Sejak semalam, Gita masih malu-malu menatapku. Tapi matanya curi-curi pandang setiap punya kesempatan. Perangai itu terlalu jelas. Walau usiaku hampir 10 tahun lebih tua, aku masih keren di matanya.

Biasa lah, takdir pria ganteng.

"Hmmm, Mas ..."

"Kenapa?"

Suami Darurat Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz