21. Reuni dan fakta sesungguhnya

3.7K 232 5
                                    

Waktu berjalan dengan cepat, tidak terasa hari Jumat sudah datang. Hari ini Oci dan Radhit akan menghadiri acara reuni SMA Oci. Sedikit gugup rasanya karena sudah lama tidak bertemu teman-temannya. Beruntungnya acara tersebut memperbolehkan mereka membawa pasangan, sehingga Oci tidak begitu takut jika nanti ia terasa canggung karena menurutnya Radhit merupakan orang yang gampang berbaur dengan orang baru.

"Sudah siap?" tanya Radhit ketika melihat Oci keluar dari kamar.

Oci terlihat menggunakan rok coklat tua di bawah lutut dengan blouse berwarna putih tulang. Rambut pendeknya ia gerai. Tema hari ini memang tidak terlalu formal dan menggunakan tema earth tone. Sedangkan Radhit, ia menggunakan celana denim berwarna beige, kaos putih, dan kemeja coklat tua yang kancingnya ia buka agar terlihat kaos putih di dalamnya.

"Aku perlu bawa sesuatu nggak? Kue gitu?" tanya Oci ketika mereka sudah memasuki mobil.

Radhit terkekeh, "Ini reuni sekolah, Ci, bukan arisan keluarga. Nggak perlu, pasti di sana banyak makanan."

Oci meringis, "Aku nggak pernah ke acara gini."

"Nanti kalau kamu kurang nyaman, bilang aja. Nanti kita pulang." Radhit menyadari bahwa Oci memang bukan orang yang suka berada di keramaian. Namun, ia berusaha datang karena sejujurnya Oci ingin mengenang masa SMA yang cukup menyenangkan. Sebelum semuanya terjadi.

Setelah satu jam perjalanan, mereka sampai di salah satu restoran yang sudah disewa untuk tempat reuni. Saat masuk ia sudah di sambut David yang sepertinya bertugas untuk menyambut tamu.

"Akhirnya lo dateng, Ci," ujar David lalu pandangannya beralih ke arah Radhit yang berdiri di samping Oci. "Ini pacar lo?"

"Suami gue."

Dia bisa dengan lancar menyebut Radhit sebagai suaminya. Semenjak Radhit menceritakan masa lalunya beberapa hari yang lalu, rasanya ia ingin mengatakan kepada semua orang bahwa Radhit adalah suaminya terlebih lagi pada orang-orang yang menuduh suaminya kala itu. Anggaplah Oci tidak memiliki pendirian teguh, tetapi dalam lubuk hatinya ia ingin sekali membuktikan bahwa Radhit adalah orang yang baik dan bertanggung jawab. Bukan seperti yang dikatakan orang-orang.

David mengangguk, "Wah, untung lo bawa suami lo. Kalau nggak bisa-bisa lo masih dikira single."

"Salam kenal, David." David memberi salam kepada Radhit.

"Radhit." Seperti biasa Radhit menampilkan senyum manisnya.

"Masuk aja, belum banyak yang dateng tapi udah banyak. Ada ibu juga di dalem, mungkin aja lo pengen ketemu," ujar David yang diangguki oleh Oci.

"David bawa ibunya ke reuni?" tanya Radhit ketika mereka berjalan memasuki restoran itu.

Oci mengangguk, "Ibunya dulu guru bahasa Indonesia di sekolah. Sekaligus guru bimbingan aku kalau lomba."

"Aku kira dia bawa ibunya."

Oci terkekeh, "Mana mungkin, sih."

Oci melihat sekitar, ia tidak mengenali orang-orang di sini, tetapi matanya langsung tertuju pada seorang wanita paruh baya yang duduk bersama beberapa orang. Mereka terlihat sik berbicara.

"Ibu Rengganis?" Oci menghampiri wanita itu.

"Oceana." Senyum Rengganis merekah. Meski Rengganis sudah terlihat lebih tua, tetapi kharisma wanita itu masih sama. Tegas dan elegan.

"Ibu apa kabar?" tanya Oci setelah melepaskan pelukannya dari Rengganis.

"Ibu baik, kamu apa kabar? Selalu nggak ikut kalau ada reuni." Oci hanya membalas dengan senyuman tipis.

Our Traumas [End]Where stories live. Discover now