08

1.6K 117 0
                                    

Jarum jam menunjukkan pukul sembilan malam. Lio berkutat dengan alat dapurnya. Ingin memasak. Tidak, lebih tepatnya menggoreng telur. Perutnya keroncongan sehabis bangun tidur tadi. Dan mendapati rumahnya kosong. Ia membaca sebuah notes yang bertuliskan tangan Lynda untuk izin keluar. Katanya mengerjakan tugas kelompok.

Lio heran, mengapa guru Lynda selalu memberikan tugas kelompok atau pekerjaan rumah. Lio sering mendapati Lynda tengah mengerjakan dua hal itu di tengah malam.

Apa otak Lynda tidak panas mengerjakan tugas-tugas itu. Ia saja jika ada tugas selalu mencontek milik Novan. Menurutnya jika ada yang mudah mengapa harus memilih yang susah. Jika orang lain bisa, mengapa harus kita?

Selesai menggoreng telur, Lio memindahkannya pada piring yang sudah terisi nasi. Menambahkan saos untuk menambah rasa.

"Um, baunya aja udah keliatan enak, apalagi rasanya. Emang chef Lio ga pernah gagal." Ujarnya di akhiri kekehan

Lio menyantap makanannya dengan nikmat di temani saluran televisi. Suap demi suapan Lio lakukan hingga makanan di piringnya telah habis.

Lio pergi ke dapur untuk mengembalikan piring serta mencucinya. Lalu menaruhnya kembali ke tempat awal. Hal ini sering ia lakukan untuk meringankan pekerjaan rumah Lynda.

Ia mengambil kotak obat yang berada di lemari penyimpanan. Mencari obat sakit kepala yang akan ia minum.

"Lah abis ternyata." Gumangnya saat mengetahui jika obatnya telah habis. "Beli aja deh sekalian jemput Lynda." Lanjutnya

Setelah mengambil dompet serta ponsel, Lio mangayuh sepedanya menuju apotek yang berada di ujung jalan dekat jalan raya. Lio membelokkan sepedanya ke rumah teman Lynda lebih dahulu untuk menjemput sang adik. Tadi waktu ia ingin berangkat, sepeda Lynda ada di depan rumah. Ternyata ban-nya kempes.

Tok tok tok

Pintu terbuka setelah Lio mengetuk pintu. Keluarlah remaja seusia Lynda yang menatapnya terkejut.

"A-ah bang Lio."

"Lyndanya mana? Gue mau jemput dia." Tanya Lio

Dahi Lio mengernyit saat teman Lynda terlihat menyembunyikan sesuatu. Terlihat jelas dengan gelagatnya yang gugup.

"Lyndanya ada kan?"

"Anu bang, Lynda baru aja pulang."

"Pulang? Lo ga lagi nyembunyiin sesuatu kan? Kalau Lynda pulang pasti dia bakal ketemu gue dijalan, karena ini kan jalan satu-satunya. "Kata Lio

Teman Lynda memilin ujung bajunya dengan gugup. "Bang Lio jangan marah ya."

Sudah ia duga. "Lynda kemana?" Tanyanya dengan datar. "Gue ga punya waktu buat dengerin orang gugup."

Dengan takut teman Lynda menjawab. "Lynda di cafe, Bang."

"Ngapain?"

"K-kerja."

Mata Lio melotot. "Apa lo bilang?"

"Lynda kerja."

"Dimana?" Teman Lynda mendongak menatap wajah dingin Lio. "Gue ga suka ngulang ucapan."

"Cafe Starlight. Bang, jangan marah ke Lynda ya. L-lynda punya alasan-BANG LIO, TUNGGU!!" Teman Lynda tak bisa mencegah kepergian Lio sebelum ia menjelaskannya. Remaja itu menggigit kuku ibu jarinya gugup. Ia tak bisa membayangkan bagaimana marahnya Lio terhadap temannya.

"Semoga Bang Lio mau nerima alasan lo Lyn." Gumangnya lirih

***

Lio mengayuh pedal sepedanya dengan cepat. Ia tidak bisa untuk tidak marah. Lynda telah mengabaikan ucapannya.

HEAD Over HEELS [BL]Where stories live. Discover now