LIMA BELAS

29 4 0
                                    

"Kamu tinggal dimana?"

"Aku kost di dekat kampus."

"O, masih kuliah?"

"Semester akhir. Kamu?"

"Aku udah selesai kuliah."

"Dari mana?"

"Dari... dari Jakarta."

"Maksudku, dari fakultas apa?"

"Hmmm... kebatinan."

"Idiih," gadis itu tertawa kecil.

"Mana ada fakultas kebatinan."

"Maksudku... maksudku..." Buron bingung sesaat. "Fakultas itu yang ada apa saja sih?"

"Dari kedokteran, ekonomi, atau FISIP?"

"Tepat sekali. Aku dari FISIP."

"Ooo... gitu dong. Masa tadi bilangnya dari kebatinan."

"Yaah, FISIP itu kan singkatan dari Fakultas Ilmu Santet dan Ilmu Pelet..."

Keduanya sama-sama tertawa. Keduanya jadi cepat akrab. Buron melangkah mendampingi langkah gadis berhidung bangir itu. "O, ya... kita belum kenalan. Nggak keberatan kan kenalan sama aku?" kata Buron sambil menyodorkan tangan untuk bersalaman.

Tapi gadis berpinggul indah itu tidak menyambutnya. "Kuno, ah. Kenalan nggak harus berjabat tangan. Panggil saja aku, Pussy."

"Pussy? Kok kayak kucing?"

"Itu panggilan akrabku."

"Tapi bagus juga panggilan itu. Kau bisa memanggilku, Guguk."

"Apa? Guguk? Idiih... kok kayak anjing?"

"Itu memang nama anjingku. Namaku sendiri... Yesson."

"Yesson? Hmm, nama yang bagus. Mudah diingat dan..."

"Dan apa?"

"Dan sexy, hii, hihihi..."

Buron membatin. "Sexy? Kok penilaiannya sampai ke situ? Wah, bener nih anak. Nggak salah lagi, pasti dialah yang bernama Zeona, atau Fidra, atau Pussy, atau entah siapa lagi..."

"O, ya... masih ada yang mau kamu beli?"

"Nggak. Cukup ini aja, ah," jawab Pussy. "Kamu sendiri?"

"Aku memang nggak bermaksud belanja apa-apa. Cuma sekedar jalan-jalan. Di rumah suntuk. Bagaimana kalau kita minum di... di foodcourt aja, okey?"

"Boleh. Tapi jangan lama-lama."

"Kalau lama kenapa?"

"Nanti kamu ditunggu-tunggu istri lho."

"Hmmm, diplomasi cemburu mulai berjalan nih," pikir Buron, lalu dia berkata. "Aku belum punya istri, dan baru sebulan yang lalu putus dari pacar. Jadi kamu nggak usah khawatir."

"O, ya... sama dong. Aku baru dua bulan yang lalu putus dari pacarku. Hampir aja aku frustasi, tapi untung masih menggunakan akal sehat, jadi yaaah... enjoy aja beginilah."

Mereka pesan minuman dan makanan kecil, duduk di area foodcourt. Tak henti-hentinya Buron melirik ke arah dada Pussy yang menggiurkan. Masih kencang dan menantang. Tapi ia selalu waspada terhadap gerak-gerik Pussy mengingat gadis itu adalah calon musuhnya. Ia sangat hati-hati menyembunyikan getaran gaibnya agar Pussy tak dapat mengenali siapa dirinya sebenarnya. Setidaknya ia tak ingin membuat Pussy menaruh kecurigaan sedikit pun atas perkenalan mereka.

"Boleh tahu nggak, kenapa sih kamu putus sama pacarmu? Emang ada cowok yang lebih ganteng dari kamu, sampai pacarmu melepaskan kamu? Bodoh amat pacarmu itu."

85. Misteri Pembunuh Hantu✓Where stories live. Discover now