17

142 31 11
                                    

ExmAlFagiO

Setelah akhirnya lepas. Rhiana berharap tidak pernah lagi kembali kerumah itu dan tidak pernah bertemu dengan Jimin lagi sampai kapanpun. Rhiana hanya ingin semuanya menjadi mimpi semata lalu di lupakan begitu saja, menganggap Kejadian satu bulan itu tidak pernah terjadi dalam hidupnya kemudian hidup normal seperti semula. Rhiana tidak mau terjerat lagi dalam kejadian-kejadian aneh yang menimpanya sejak bertemu Jimin.

Beberapa detik lalu, dia baru saja sampai di apartemen nya di antar oleh Regar pagi-pagi buta tanpa membawa apapun karna dia memang tidak memiliki barang-barang apapun disana. Semuanya dari Jimin. Meski awalnya Lusi sudah membereskan beberapa baju kedalam koper atas perintah Jimin, tetapi Rhiana menolaknya. Tadinya Rhiana pun tidak ingin diantar tetapi Regar memaksa atas perintah Jimin juga. Sementara pria itu sudah berangkat kerja sejak subuh tadi. Rhiana tidak tau ada pekerjaan apa pria itu subuh-subuh, tapi dia bersyukur tidak harus bertemu dengannya sebelum pulang.

Meski ada sedikit keanehan sejak dia menginjakkan kaki di apartemennya sendiri. Seperti ada yang hilang, seolah-olah tercipta lubang besar yang kosong didalam hatinya. Padahal Rhiana sudah hidup bertahun-tahun sendirian, tetapi mengapa seakan dia tidak ingin sendirian. Dia mendadak takut keheningan.

Lama berdiri di ambang pintu. Rhiana meyakinkan dirinya kemudian masuk. Membersihkan apartemennya yang mulai berdebu sebelum melempar tubuhnya ke atas ranjang. Ranjang yang cukup jauh berbeda dengan Ranjang Jimin. Suasananya, langit-langit kamar, dan aroma yang tidak sama. Pada intinya ranjang Jimin lebih nyaman.

Rhiana menggeleng-geleng kan kepalanya sambil mengusap wajahnya. Sebelum meraih ponselnya yang berdering di atas meja.

Rhiana buru-buru bangun untuk menjawab panggilan.

Dari Karina.

"Bagaimana honeymoon mu?"

"Aku senang sekali. Tapi besok aku sudah pulang"

"Ya pulang lah. Lagi pula untuk apa honeymoon segala. Kau sudah hamil"

"Tidak masalah. Bayinya pasti juga ingin di jenguk ayahnya"

Rhiana memasang ekspresi jijik "Aku tidak mendengar apa-apa. Kenapa kau menelfon?"

"Hmmm Dario menghubungi ku"

Sejenak semua hening. Hanya terdengar suara hembusan nafas Karina dari sebrang telfon sementara Rhiana masih sibuk memilah kata yang tepat untuk di ucapkan.

"Dia bilang ingin bertemu denganmu"

Mulut Rhiana semakin terkunci rapat-rapat. Rasa cinta di dalam hatinya ternyata masih sama besarnya pada pria itu. Ternyata hatinya masih berdebar dengan cara yang sama.

"Rhiana?"

"Di kantor polisi?"

"Kantor polisi internasional san jose"

"Kenapa?"

"Aku tidak tau. Tapi sepertinya dia ingin minta maaf. Kau akan datang?"

Butuh waktu baginya beberapa detik untuk berfikir sebelum menjawab "Aku akan pergi"

Sejujurnya Rhiana berfikir lebih di luar dari beberapa detik itu. Dia berperang dengan dirinya sendiri haruskah dia datang atau tidak. Tetapi hatinya ingin. Rhiana mau mendengar permintaan maaf dan perkataan macam apa yang akan Dario sampaikan setelah menipunya. Setidaknya satu kali saja Rhiana melihat wajah pria brengsek itu dengan baju tahanan. Meski sepanjang perjalanan kakinya terasa berat untuk keputusan yang ia buat, bertanya-tanya benarkah apa yang dia lakukan. Sampai kemudian dia tiba di depan kantor polisi. Rhiana digiring satu polisi penjaga ke dalam ruangan besuk.

IncidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang