13. Mother's Bell - Somi (End)

64 11 57
                                    

Written by _OnlyYo_u




.
.
.

Suara guntur terdengar begitu keras di atas langit, rintik hujan mulai turun dengan diiringi kilat-kilat yang menyambar di atas langit, serta awan hitam pekat yang menjadi pelengkap kengerian di suasana mencekam di sebuah pemakaman.

Para peziarah dengan berpakaian serba hitam dan masing-masing dari mereka membawa payung berwarna hitam pula. Mereka semua kian membubarkan diri kala rintik hujan turun kian menderas. Dan hanya menyisahkan segelintir kerabat-kerabat terdekat dari sang penghuni kubur baru itu.

"Ayo pulang." Seorang pria dewasa menarik lembut pergelangan tangan wanita yang ada di samping nya itu. Namun, tidak ada pergerakan sedikit pun dari wanita yang berstatus sebagai istrinya itu.

"Tidak bisa! Nanti jika dia kesepian bagaimana? Aku tidak tega membiarkan anak kita sendirian didalam sana." Hana--nama perempuan paruh baya itu. Wanita itu terisak pilu seraya menatap pusara milik sang anak kini masih sangat basah di guyur oleh hujan.

"Hana, Jangan bersikap seperti ini. Anak kita pasti sangat bersedih melihat kamu yang bersikap seperti ini, dia sudah tenang sekarang." Hana mmenghentikan tangisannya sebentar, lalu menatap ke arah seorang gadis bergaun selutut dengan rambut nya yang digerai panjang. Tatapan mata gadis itu terlihat bingung ketika menatap ke arah Hana.

"Ayo kita pulang." Ajak Hana.

William, selaku suami sekaligus ayah dari gadis itupun kemudian menuntun Hana untuk berjalan menuju mobil nya yang terparkir di pinggir jalan area tpu kemang sari, sedangkan gadis bersurai panjang itu pun juga ikut mengekor di belakang William dan juga Hana.



***






Tringg...

Tringg...

Tringg...










Samar-samar terdengar suara lonceng yang berbunyi dari ruang kamar lantai atas. Aku yang saat itu tengah tertidur pulas pun kemudian membuka kedua kelopak mata ku lantaran terganggu dengan suara lonceng yang kian berbunyi semakin cepat itu.

Ku lihat jam di dinding kamar ku, dimana waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam dini hari, dengan berat hati akupun mulai bangkit dari atas tempat tidur ku.

Aku berjalan keluar kamar menuju lantai dua dimana kamar ibuku terletak tepat di atas kamar ku. Sedikit cerita untuk kalian semua, ibuku mengalami sakit parah yang membuatnya sampai tidak bisa bangkit dari atas tempat tidur nya. Mungkin sudah empat tahun terakhir ini kondisi nya semakin parah, ibuku bahkan tak bisa berbicara lagi.

Aku sudah membawa nya ke dokter manapun bersama ayah. Namun, tidak ada tanda-tanda bahwa ibu menderita penyakit medis. Kondisi ibu sangat memprihatinkan, badan nya tidak bisa bergerak seperti orang yang terkena stroke parah.

Jadi, aku memutuskan untuk memberikan nya sebuah lonceng, dimana lonceng tersebut bisa membantu ibu dengan mudah memanggil ku. Mewanti-wanti jika nanti ibu membutuhkan sesuatu, seperti ingin ke bilik kecil tengah malam ataupun membasahi tenggorokan nya yang kering.

Baiklah, kembali kepada ku yang saat ini sudah sampai di depan pintu kamar ibu, aku meraih knop pintu kamar ibu, kubuka pintu itu dengan perlahan dan berhasil menciptakan suara decitan pintu yang terdengar cukup menyeramkan jika di dengar dimalam yang sunyi seperti ini.

Untuk sementara aku berdiri mematung di ambang pintu, aku begitu terkejut dengan apa yang kulihat saat ini. Di sana, di hadapan ku saat ini ibu tengah berdiri memunggungiku dan melihat ke arah luar jendela kamar. Menyaksikan derasnya air hujan yang berjatuhan dari atas langit dengan di iringi suara guntur yang bergemuruh.

On Friday ft 00LDonde viven las historias. Descúbrelo ahora