2.

694 52 3
                                    

Langkah Boruto berhenti tepat di pintu halaman rumahnya yang bertuliskan "Uzumaki". Sore hari tak seperti biasanya, dan terkadang ia ingin berbalik pergi tak ingin makan malam di rumahnya, dari pada harus melihat wajah ibu dan adiknya. Tiba-tiba saja perasaannya menjadi melankolis.

"Mama! Lihat, bunga mawar ini sudah mekar, cantik sekali."

"Benarkan? Hima tahu? Bunga mawar jenis sunsprite ini akan tetap berwarna kuning pekat seiring dengan usianya, wanginya juga manis."

"Wah... Mama benar. Tapi warnanya seperti rambut Papa dan kakak." Keduanya tertawa gemas membayangkan rambut Naruto dan Boruto.

Sedangkan di balik dinding pagar rumah itu, diam-diam Boruto tersenyum. Tentu saja alasannya pulang sudah jelas.

Pintu pagar terbuka, kedua perempuan itu menoleh dan Himawari dengan riang berteriak. "Kakak! Lihat, bunga-bunga mawar ini mekar. Cantik sekali, kan?"

Boruto menoleh, mendapati tanaman-tanaman cantik itu bermekaran menghiasi halaman kediaman Uzumaki. "Kau benar, sangat cantik."

Hinata mengibaskan tangannya yang sedikit kotor. "Nah, sudah melihatnya sebentar lagi makan malam, ayo masuk."

"Ibu benar aku lapar sekali ttebassa! Seharian ini berlatih." Adik dan kakak itu berlari memasuki rumah.

"Cuci tangan dulu."

"Baik, baik"

Boruto tampaknya sudah tidak sabar dengan hidangan yang di buatkan ibunya. Makanan sudah di sajikan di atas meja, tinggal menyatapnya. Sedangkan Himawari, dia masih di kamar mandi.

Namun tiba-tiba, seseorang membuka pintu rumah, diiringi suara yang teramat lelah.

"Aku pulang..."

Suara itu taramat pelan, Hinata segera menghampiri. "Selamat datang Naruto-kun..." Membantu melepas jubah Hokagenya, Hinata memperhatikan suaminya dengan raut khawatir. Wajah yang kusut, kantung mata menghitam.

Hinata ingin berbicara, menawarkan apa Naruto ingin makan atau membersihkan diri terlebih dahulu.

"Hinata, aku sangat lelah." Naruto menegakkan tubuhnya, memandang wajah cantik Hinata. Ah, rasanya tidak ada yang lebih menenangkan jika melihat istri dan anak-anaknya. Naruto ingin sekali menghabiskan waktu dengan keluarganya, tapi apa daya tubuhnya benar-benar lelah. Beberapa hari tidak pulang, bahkan ia tidak ingat berapa lama ia tidur di kantor. Laporan Sasuke mengenai gulungan sisa reruntuhan Kaguya membuatnya harus bekerja ekstra. Karena bisa saja itu sebuah ancaman besar di masa depan.

Hinata tersenyum, "Istirahatlah, Naruto-kun."

"Ya, maafkan aku." Mengecup singkat pipi istrinya. "Aku akan langsung ke kamar." Sama sekali tak bertanya tentang apapun. Naruto berjalan gontai menaiki anak tangga.

Boruto yang melihat itu, ia menggeram tertahan. Tangannya terkepal kuat. "Bahkan ayah mengabaikan masakan ibu lagi."

"Mama, tadi Hima mendengar suara Papa. Apa dia sudah pulang?"

Boruto menatap sedih adiknya yang berharap Naruto bergabung dengan mereka.

"Iya Hima, Papa sudah pulang." Dengan penuh pengertian, Hinata memberi alasan. "Papa sangat kelelahan jadi dia langsung tidur. Tidak apa kan, Hima?"

"Hm, tidak apa Ma."

Hinata sudah meracik minuman herbal untuk di berikan pada Naruto. "Ibu akan mengantarkan teh herbal, jika kalian lapar, makanlah terlebih dahulu."

"Iya Ma." Hanya Himawari yang menyahut. Hinata bisa menebak, putra sulungnya tidak dalam kondisi hati yang baik.

"Boruto, bukankah tadi bilang kau lapar? Makanlah. Temani adikmu. Ibu hanya sebantar."

My beloved family [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt