(1) Perihal Dirawatnya Winta.

187 25 3
                                    

Please, kindly leave a vote and comments. Thank you! Happy reading 🎀❤








Hari hari setelahnya berjalan biasa saja. Tidak ada yang spesial ataupun aneh bagi Rose. Hanya rutinitas seperti biasanya saja. Tidak ada yang mengganggunya, apalagi mengganggu hari-harinya

Sosok yang berlari dari pintu emergensi malam itu juga tak pernah ia lihat lagi. Malahan, Rose menganggap itu hanya salah satu hasil dari imaji yang terlalu merindu.

Perempuan yang datang malam itu juga tidak ada masalah serius. Nadinya memang hampir putus. Nadi tangan kanannya. Namun setelah dilakukan prosedur operasi, perempuan itu berangsur-angsur pulih. Perkembangannya baik, tidak ada masalah berarti.

Namun Rose malah merasa aneh. Semua ini berjalan lancar. Bahkan terlalu lancar. Rasa-rasanya ada yang tidak beres.

"Semoga cuma perasaan gue aja." Gumam Rose. Ia meyakinkan diri sendiri, menepuk pundak kanannya. "Everything will be alright, Rose. There's nothing to worry about."

Rose sudah bersikap saja sejauh ini. Semuanya lancar, tidak ada yang berbeda.

Namun tidak dengan yang Jeni rasakan. Terlebih ketika seseorang dari masa lalu Rose datang kembali dalam kondisi yang memilukan.

"Pasti ada yang nggak beres."

"Eh, kenapa Jen? Apa yang nggak beres?" Tanya perempuan yang berdiri didepannya. Kalimat itu juga mampu memantik rasa penasaran perempuan lain dalam antrian.

Jeni menoleh kearah depan dan belakang, tersenyum lebar. "Nggak kok. Nggak apa-apa. Yuk maju, gue udah laper berat nih!" Keluh Jeni. Membuat perempuan didepannya mengangguk, langsung berjalan maju.

Jeni kembali membatin. Bahkan di kantin rumah sakit yang seramai ini pun, Rose tetap terlihat sendirian, kesepian.

Antrian di depan Jeni perlahan mulai berkurang. Nampan makan di tangan Jeni pun sudah mulai terisi oleh makanan, camilan, dan minuman. Seusai potongan buah diletakan oleh petugas keatas nampan makan milik Jeni, Jeni segera keluar barisan, berbalik badan menatap kearah rekan sejawat yang tadi datang bersamanya ke kantin.

"Guys," Seru Jeni mengambil atensi. "Gue mau duduk sama dokter Rose aja ya. Nggak enak liatnya dokter Rose makan sendiri."

Gadis lain saling tatap, tangannya mengadah memegang nampan makan dengan isi yang sama.

"Kalo gitu, sekalian aja deh kita duduk bareng dokter Rose. Nggak apa kan?"

Gadis lainnya mengangguk. "Iya tuh bener. Meja kosong di sana bersebelahan sama anak farmasi. Lo inget kan gue lagi konflik sama salah satu dari mereka?"

Jeni berfikir sebentar. Matanya menatap kearah Rose dan ketiga temannya secara bergantian. Perlahan kepalanya menggeleng. "Kayanya nggak bisa deh."

"Ada yang mau lo omongin ya sama dokter Rose?" Selidik salah satunya.

Gadis lainnya mengangguk. Kini mereka mendekat satu jengkal. "Lo ngerasa juga ya Jen?"

Jeni menyipitkan mata. Merasa apa?

"Ada rumor soal dokter Rose dan pasien percobaan bunuh diri yang dia tanganin beberapa hari lalu."

"Rumor apa?"

"Rumor katanya mereka berdua itu saling kenal, tapi musuhan gitu."

Jeni menggeleng. Dasar para perempuan, senang sekali bergosip. Tapi mengapa gosip kali ini hampir benar?

"Terus setelah pasien itu diperbolehkan pulang, dokter Rose jadi sering menyendiri gitu. Kaya sekarang." Dagunya maju menunjuk Rose.

Gadis lain yang berkonflik dengan perawat bagian farmasi juga ikut mengangguk. "Bahkan ketika dokter Arlan nyamperin dokter Rose like he usually did, dokter Rose menghindar dan bilang lagi mau sendiri."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 11, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LantasWhere stories live. Discover now