Bab 15. Pengkhianat

311 60 0
                                    

Guys, yang mau beli pdf Two Kingdoms masih bisa yak.

Harga promo 35rb. Jumlah wods lebih dari 60K.

Happy reading!

.

.

.

Disclaimer : Naruto belongs to Masashi Kishimoto

Pairing : SasuFemNaru

Rated : M

Warning : Gender switch, OC, OOC, typo (s)

Genre : Fantasy, romance, angst

Two Kingdoms

Bab 15. Pengkhianat

By : Fuyutsuki Hikari

.

.

.

Setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah dan memastikan Chiyo nyaman di atas ranjang, Naruto bergegas keluar rumah. Ekspresi wanita itu terlihat sedingin lautan beku. Neji yang melihatnya dari paviliun tamu berhasil dibuat berdiri dan mengeluarkan kepala lewat jendela kayu tua yang terbuka lebar. Sikap Naruto saat ini mengingatkannya akan kehebatan wanita itu di medan perang. Hanya perlu sebuah pedang atau tombak untuk melengkapinya saja.

Hinata yang berpapasan dengan Naruto setelah selesai mencuci piring di halaman samping segera berlari untuk mengejar wanita itu. Keduanya bicara singkat hingga Naruto mengangguk dan melanjutkan langkah kakinya.

Memerlukan waktu satu jam untuk turun ke lereng. Naruto harus menemui Tuan Nii dan menghajar Motoi. Pemuda sialan itu harus merasakan pukulan Naruto karena sudah berani membohongi kedua orang tuanya dan nyaris membuat mereka kehilangan semua kambing.

Melepas napas panjang, langkah kaki Naruto semakin melebar. Udara dingin membuat kedua pipi wanita itu memerah.

Sementara itu di kediaman Chiyo, Neji keluar mengenakan mantel dan bertemu dengan Hinata yang terlihat tergesa masuk ke dalam paviliun tamu. Paviliun itu berdiri di samping kiri paviliun utama. sebenarnya lebih tepat jika disebut gubuk karena bangunan sederhana itu sudah sangat tua walau masih mampu menahan terjangan angin dan hujan.

Menyambar mantel ungunya di atas kursi kayu, Hinata mengenakan mantel itu lalu berlari ke samping kiri pintu untuk mengambil pedang miliknya dan milik Neji. Setelah menutup pintu, ia bergegas keluar lalu melempar pedang milik Neji ke tangan saudara sepupunya itu.

"Kita akan mengikuti Nona Naruto," ucap Hinata.

Neji tidak menjawab, tapi mengikuti langkah adik sepupunya itu. Hingga saat ini Neji masih tidak mengerti kenapa Hinata memanggil Naruto dengan panggilan begitu formal. Namun, Neji pun tidak melarang Hinata berperilaku demikian.

Keduanya menutup pintu perkarangan dan bergegas turun untuk mengejar Naruto. Beruntung Naruto masih terlihat hingga keduanya tidak mendapat kesulitan berarti untuk menemukannya.

Setelah hampir satu jam berjalan, Naruto akhirnya tiba di tempat yang ditujunya. Aliran sungai menyajikan pemandangan menakjubkan saat matahari merangkak naik dan cahayanya menyentuh permukaan air yang berkilau.

Barisan pohon maple berdaun kuning hingga jingga. Angin pagi yang berembus menerbangkan dedaunan yang untuk sesaat menari-nari di udara sebelum akhirnya jatuh ke atas tanah dingin.

"Motoi!" Teriakan Naruto menggemparkan suasana damai di sekelilingnya. Neji yang kaget hanya bisa menatap punggung wanita itu dengan ekspresi ngeri. Neji berhenti berjalan untuk beberapa saat, satu tangannya diletakkan di depan dada. "Motoi!" Naruto kembali memanggil hingga berhasil membuat Tuan Nii keluar dari dalam kediamannya dengan tergesa.

Beberapa orang yang tengah berjalan melewati kediaman Tuan Nii secara spontan berhenti. Mereka berjingjit, berusaha mengintip jauh ke dalam perkarangan rumah Tuan Nii yang hanya dipagar kayu sebatas dada.

"Nona Naruto?" Tuan Nii terlihat tgerkejut sekaligus lega melihat penyalamat keluarganya masih hidup dan berdiri di hadapannya. Walau tahu jika Naruto marah, Tuan Nii tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya ketika melihat wanita itu.

"Aku ingin bertemu Motoi!" Suara Naruto terdengar tenang, tapi penuh penekanan. "Suruh dia keluar sebelum aku menyeretnya paksa!"

Mendengar hal itu, Tuan Nii meminta maaf dan jatuh berlutut hingga menyebabkan kesiap kaget orang-orang desa yang menyaksikannya. Berkali-kali Tuan Nii meminta maaf. Pria tua itu memohon ampun atas nama putranya.

"Tuan Nii, aku tidak mau menyebabkan kehebohan, tapi aku harus bertemu Motoi dan menghajarnya."

"Nona Naruto?" Dibopong oleh Motoi, Nyonya Nii keluar dari dalam rumah, tergopoh-gopoh. Air mata membasahi kedua pipinya. Dengan tubuh gemetar, Nyonya Nii ikut berlutut di samping suaminya. Kedua tanga wanita itu menempel di depan dada, bergerak tidak teratur untuk memohon maaf. "Maafkan kami. Maafkan Mitoi!" ucapnya, tersendat.

Perlahan hati Naruto mulai mencair. Wanita itu memalingkan wajah ke arah lain lalu mengulurkan tangan untuk membantu Nyonya Nii bangun. "Aku tidak memiliki masalah dengan kalian, tapi aku tidak bisa membiarkan Motoi begitu saja."

Setelah Naruto selesai bicara, ia membantu Tuan Nii untuk berdiri. Sudut matanya melirik Mitoi yang terlihat ketakutan di samping sang ibu. Telunjuknya diarahkan kepada Motoi. "Putra kalian ini bukan hanya nyaris membahayakan nyawaku, tapi juga nyawa ayahnya. Dia berani membohongi orang tuanya karena kebiasaan berjudinya. Kali ini Tuan Nii, aku dan Motoi berhasil selamat, tapi bagaimana jika kejadiannya terulang di masa depan?"

Penduduk desa yang masih bertahan untuk mencuri dengar tidak bisa menahan diri mengumpat kepada Motoi. Mereka sudah tahu sifat jelek Motoi, tapi tidak pernah berpikir pemuda itu bisa menyusun rencana hingga nyaris mencelakai orang tua dan Naruto.

"Aku tahu kalian menyayanginya, tapi memberinya kelonggaran atas perbuatannya hanya akan membuat Motoi semakin menggila. Kegemarannya berjudi bukan hanya akan membunuh dirinya, tapi juga orang-orang di sekitarnya."

Ada jeda pendek sebelum Naruto lanjut bicara. "Selain itu, saat ini perang tengah berkobar. Cepat atau lambat kerajaan akan memanggil semua pemuda untuk berperang. Dengan sikap manja Motoi, apa dia akan bisa bertahan?"

Nyonya Nii menggelengkan kepala. Air matanya tumpah semakin deras. "Putraku tidak akan pergi berperang," ucapnya.

Kesedihan Nyonya Nii menyebar cepat. Neji memalingkan wajah ke arah lain. Perang memang mengorbankan banyak hal, termasuk memisahkan anak-anak dari orang tuanya. "Raja tidak boleh mengambil putraku untuk perang."

Naruto mengembuskan napas panjang. "Saat ini sebaiknya kita semua bersiap. Walau Desa Tersembunyi berada jauh dari jalan utama, tapi tidak menutup kemungkinan musuh, pengungsi atau prajurit kerajaan akan datang untuk kepentingan masing-masing."

Ia kembali menjeda untuk menarik napas. Pandangan Naruto kembali tertuju kepada Motoi. "Hari ini aku melepasmu karena melihat kedua orang tuamu. Namun, jika di masa depan aku mendengar kau kembali melakukan hal buruk dan merugikan banyak orang, maka aku tidak akan segan-segan untuk menghajarmu."

Motoi membungkuk dalam berkali-kali. "Aku mengerti. Aku mengerti," ucapnya cepat. Ekspresi Motoi terlihat sangat ketakutan saat ini. "Aku tidak akan berjudi lagi. Aku berjanji tidak akan berjudi lagi. Jika aku melanggar, Langit akan membunuhku dengan petirnya!"

"Kau harus ingat akan sumpahmu itu!" Naruto berdesis. Melepas napas panjang ia kembali bicara, "Kambing milik kalian ada di kediaman nenekku. Kalian bisa mengambilnya nanti."

Setelah merasa urusannya di tempat ini selesai, Naruto pun berjalan pergi. Di belakang punggungnya, pasangan Nii dan Motoi tidak berhenti mengucapkan terima kasih.

.

.

.

TBC

Two Kingdoms - SasuFemNaru FanfictionWhere stories live. Discover now