Awal

94 32 18
                                    

.

Pagi itu Arjuna mendapat kesempatan untuk melakukan video call dari atasannya. Ia menjalani masa percobaan sebagai pasukan perdamaian di Palestina dan semalam mereka pulang kembali ke Indonesia. Saka tidak begitu paham cara kerja TNI seperti Juna. Pemuda 25 tahun itu saat ini sedang berbincang dengan Mami

"Katanya naksir sama yang lebih tua tuh adekmu, mami pusing deh"

Saka sudah melotot tidak senang di sofa. Papi ke kantor karena hari ini ada rapat pemegang saham. Sesuatu yang tidak mungkin Papi absen. Sehingga hanya Saka yang menemani Mami. Untungnya jadwal tim basket kelasnya untuk bertanding di class meeting masih besok.

"Saka, Mi??? Woaaah gede juga nyalinya. Umur berapa emang?"

"Anak bimbingannya Antoni katanya." Masih Mami yang menjawab, Saka sedang bermain drum di hp nya

"Mahasiswa semester akhir dong. Hahaha ga papa lah. Coba deh mau ngobrol sama Saka" Ponsel tersebut berpindah ke Saka. Anak itu malas malasan menjawab pertanyaan Juna. Dia sudah tau dia pasti akan di ledek oleh kakaknya tersebut.

"Gue kira sama Kasih"

Saka memberengut tidak senang, orang-orang ini kenapa sih tidak Papi tidak Juna semua menduga Saka dan Kasih memiliki hubungan spesial. Lagipula Kasih itu sudah seperti adiknya sendiri mana mungkin Saka mengencani adik sendiri.

"Diem deh lo"

"Kok sensi, gebetan lo playing hard to get ya?" Juna tersenyum mengejek. Juna terlampau tau, tidak sulit bagi Saka untuk mendapatkan apa yang dia suka, dengan dukungan wajah tampannya itu tentu saja. Jadi pasti gebetannya yang ini lumayan sulit ditaklukan mungkin karena jual mahal.

"Ngaco... dia lebih ke emang ga suka cowok sih kayaknya" Juna mengernyit, kenapa pula Saka naksir lesbi

"Nt dong, lesbi gitu" Saka sudah malas menjelaskan, dia juga paham untuk mendapatkan hati gebetannya kali ini harus dengan cara yang anti mainstream karena yang mau dia kencani ini anti-romantic person

"Belum juga di try, masa udah nice try"

Juna kembali tertawa "Kok bisa naksir? Gara garanya apa?"

Saka mengingat-ingat, semua jelas bermula dari pertama ia dan gebetan bertemu sih. Saat dimana gadis itu ngomel-ngomel adalah yang paling Saka suka. Kalo visual sih Saka akui memang cantik cuma agak berantakan aja ya khas mahasiswa pejuang skripsi lah.

"Ga tau, nyaman aja" Juna hanya tersenyum mendengar alasan tidak masuk akal dari Saka. Mana bisa seperti itu. "Kapan balik?" Tanya Saka

"Ga ada hari besar, ga bisa balik dulu." Untung Juna ini belum beristri andai saja sudah menikah, Saka akan sangat prihatin dengan nasib istri Juna kelak. Salah satu pertimbangan Mami Papi sempat melarang Arjuna untuk menjadi TNI adalah karena tidak suka minimnya para TNI dapat bertemu keluarga.

Kalau Mami lebih ekstrem lagi, takut jika anak sulungnya itu tertembak kemudian meninggal begitu saja. Butuh waktu lama untuk meyakinkan Mami dan Papi bahwa Juna akan baik-baik saja dan akan sering memberi kabar.

Juna mengakhiri panggilan setelah 10 menit karena memang ia tidak memiliki banyak waktu untuk bercengkerama. Meninggalkan Saka yang mengerang malas, kenapa rasanya sangat tidak bersemangat sih?

Ponselnya berdering, dengan malas Saka mengangkatnya mungkin itu anak anak sirkuit atau tongkrongannya yang menanyakan kenapa ia tak masuk sekolah untuk mengikuti class meet.

"Hmm? Gue ga masuk, Mami gue masuk RS. Dah ye"

"RS mana?!"

Mata Saka terbuka lebar, laki-laki itu bahkan sampai berdiri dari duduknya, membuat Mami juga ikut terkejut dan bertanya-tanya siapa yang menelpon. Saka yang dirundung kepanikan berkali kali melihat nomor yang menghubunginya. Suara ini benar-benat tidak asing dengan nomor hp asing.

"Siapa?" Tanya Saka masih berusaha menetralkan detak jantungnya yang bertalu-talu

"Senja."

Tuuuut......

Hampir saja, hampir saja ponsel mahal dengan logo buah apel tergigit itu Saka banting saking kagetnya. Maksudnya? Ia ditelpon Senja? Iya sih memang sudah memberi nomor tapi kenapa secepat itu menelponnya. Mami melotot melihat tingkah Saka yang sudah seperti anak cacingan. Gerakannya seperti orang panik ditelpon rentenir.

"Siapa sih? Gitu banget"

"Ssst" Saka ini definisi anak kurang ajar memang, bukannya menjawab ia malah menyuruh ibunya diam. Dengan mengumpulkan keteguhan Saka kembali menelpon nomor Senja.

"Kenapa mati?"

"Iya sorry, kenapa Kak?"

Mami mengernyit kemudian tersenyum paham. Gebetannya ternyata yang menelpon. Memilih untuk menghiraukan sang anak dan memakan buah yang sudah disiapkan untuk sarapan

"Gue mau ke kampus nih, rencananya mau jenguk nyokap lo"

"Ngapain jenguk Mami?" Mami melempar kulit pisang yang langsung mengenai muka Saka. Saka mendelik tidak terima, Mami kan juga pengen lihat gebetan anak bungsunya yang masih lugu itu

"Oh ga boleh ya? Ya udah deh gue ga jadi, sorry ya"

"Hah?! Nggak!! Bukan gitu maksudnya. Lo dimana deh? Gue jemput deh ga papa ayok jenguk Mami gue"

"Boleh?"

"Boleh lah gila. Lo dimana?" Saka mengambil jaket merahnya untuk ia kenakan dengan buru-buru.

"Kirim alamat RS nya aja, gue lagi mau otw kampus nih. Ga usah jemput lah"

"Beneran? Gue jemput aja biar cepet"

"Makin lama yang ada, gue pesen ojol kok. Share aja ya alamatnya"

"Hmmm oke, nanti gue tunggu di depan RS" Terdengar suara tawa dari seberang telpon, kemudian suara "Iya" dan panggilan terputus. Saka menutup telponnya dan menatap Mami dengan pandangan antusias. Mami juga tak kalah antusias mau bertemu gebetan anaknya gitu looooh




.


Sudah 10 menit Saka berdiri di dekat pintu masuk RS, selama 10 menit itu jugaia sudah beberapa kali melihaf ambulan keluar masuk membawa pasien. Pemandangan yang lumrah terjadi di rumah sakit pada umumnya sih. Saka masih dengan antusiasme tinggi menunggu Senja.

Kalau ditanya kenapa Saka bisa sampai sebegininya dengan Senja, Saka juga tidak paham. Ia akan mencari alasan paling masuk akal kenapa bisa Senja dan kenapa harus Senja, gadis yang baru ia kenal belakangan ini. Agak lucu memang, Saka belum berani bilang ini perasaan sekuat "cinta" tapi rasa antusiasnya benar-benar asing. Atau hanya perasaan penasaran biasa ya? Yang akan memudar seiring berjalannya waktu.

"Saka!" Saka menoleh mendengar panggilan itu, suaranya khas dan familiar, untuk mendapati seorang perempuan memanggilnya. Wajah Saka seketika linglung.

"Kasih?"

Kasih berjalan ke arahnya, masih mengenakan seragam SMA

"Kamu bolos?" Entah kenapa Saka malah memberikan pertanyaan yang agak jauh. Kasih mengangguk

"Mami kamu sakit ya? Ibu semalem dikabarin Papi kamu. Kamu udah tau aku mau kesini? Jadi nunggu di luar?" Sedikitnya Saka merasa kecewa, namun tidak berani ia perlihatkan terlalu jelas. Kasih jelas ingin langsung menjenguk Mami setelah mendengar kabar Mami sakit. Mau bagaimanapun Mami menganggap Kasih sudah seperti putrinya sendiri.

Saka tidak mengangguk juga tidak menggeleng, matanya masih berkeliaran mencari keberadaan Senja.

"Ibu bawain kue kesukaan Mami nih" Kasih tidak peduli dengan Saka yang clingukan, lagipula apalagi yang Saka tunggu selain dirinya.

"Sakaaaa!!!!" Itu dia. Gadis dengan rambut berantakan, muka bantal, baju yang Saka tebak baru disetrika pagi tadi dan tas selempang. Gaya berantakan yang benar-benar Saka suka.

Bersambung


Hmmmmm

Tuan Muda:OSHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang