4. Sepak Bola

276 42 7
                                    

Wkwk.

Teman pertamanya, bagi Yoichi ternyata mempunyai teman menyenangkan juga. Chigiri adalah seseorang yang ceria dan sekaligus lembut juga. Ga terlalu juga, dia anak yang memiliki cenderung sifat sombong. Ya, Yoichi tidak bisa menyalahkannya juga. Chigiri memiliki kemampuan yang hebat.

Yoichi telah beranjak umur 7 sekarang, saat pertama kali ia melihat kemampuan Chigiri di saat mereka sedang ada lomba di sekolah mereka berdua, iya, Ego memasukkan dia satu sekolah dengan Chigiri. Saat itu, mereka mengadakan lomba estafet dimana Yoichi dan Chigiri berpatisipasi di sana. Mata Yoichi berbinar disaat melihat Chigiri berlari sangat cepat sehingga anak - anak lainnya tidak ada yang bisa menyaingi bocah itu sehingga Chigiri dan dia memenangkan perlombaan itu. Banyak orang yang menonton saat itu pun terpesona dan banyak yang menyorakinya. Yoichi yang berada tepat di samping Chigiri saat pengambilan medali hanya terdiam. Ia bisa menang karena Chigiri, bukan karena dirinya, tapi yang penting dirinya telah berusaha kan? Namun ia senang melihat Chigiri menampilkan senyuman yang lebar lalu terus bercerita kepada dirinya bagaimana rasanya saat tadi ia berlari.

Ia hanya bisa tersenyum.

Lalu orang tua Chigiri datang, ah iya kakaknya Chigiri juga datang ke sini. Melihat ayah Chigiri mengangkat anaknya dan mencium pipinya lalu memberikan selamat. Yoichi melihat sekitar, berharap ada yang memberinya selamat juga. Namun hasilnya nihil, tidak ada yang berlari ke arahnya.

Oh iya, dia lupa.

Papa dan ayahnya tidak ke sini, ia berangkat bersama keluarga Chigiri tadinya karena kedua orang tuanya sibuk. Apalagi ayahnya Noa sedang berada di Jerman bertanding sehingga tidak bisa melihat dia disini.

'Ya! Tidak apa - apa, nanti ayah pulang pasti juga dapat melihat medaliku ini!' batin Yoichi semangat lalu ia pun tersenyum lagi saat ibunya Chigiri baru menyadari kehadirannya. Ini tidak apa, lagian Chigiri yang memang berhak mendapatkan semua ucapan selamat.

Hari mulai sore, Yoichi telah sampai dirumahnya. Membuka pintu dan melihat kondisi rumah yang sedikit berantakan, siapa lagi kalau bukan papanya, sejak dulu Ego tidak pernah memperdulikan kebersihan yang sampai membuat ayah elus - elus dada. Tidak lupa mengunci pintu, Yoichi bersemangat menuju ruang tamu yang terlihat Ego sedang menonton tv sambil menyeluruput mie nya dengan santai. Tapi dengan tatapan tajam Yoichi, ia bisa melihat Ego sangatlah serius menonton yang sedang ada di hadapannya itu.

"Papa papa, lihat medali Ichi! Menang loh~" semangat Yoichi beranjak mendekat kepada Ego. Dengan tatapan memelas, Ego hanya berdehem lalu lanjut menonton pertandingan di TV. Mendengar reaksi papanya, Yoichi sedikit cemberut dan menghela nafas, namun perlahan matanya melirik ke arah TV, matanya terbuka lebar saat ia mendengar suara riuhan sorak sorai dari pertandingan itu. Yoichi dapat melihat jelas dimana sang ayah, Noel Noa sedang menggelindingkan bolanya tanpa memberikan passing kepada siapa - siapa.

Seperti seorang egois.

Tiba - tiba Yoichi bergumam sedikit, tapi itu cukup untuk pendengaran Ego. "Ayah pasti akan mempassing bolanya kepada nomor punggung delapan itu." dengan mengatakan hal itu, benar saja. Noa passing kan bolanya kepada nomor punggung delapan itu. Mata Ego membelalak dan arah perhatiannya sekarang ke anak satu - satunya itu, "Bagaimana cara kau mengetahuinya?" tanya Ego, engga bukan karena ini memang hal dasar sepak bola, tapi anaknya itu tidak pernah bermain maupun belajar tentang sepak bola!

Yoichi menatap heran dan menaikkan bahunya, menandakan ia tidak tau sama sekali. "Insting Ichi yang memiliki firasat itu pa." tutur anak itu dengan pede.

Ego meneguk ludahnya, bibirnya berusaha untuk tidak membentuk garis lengkung tersenyum. Ia pun menghembuskan nafasnya dan menepuk tempat kosong sebelahnya, mengiyaratkan Yoichi untuk duduk disampingnya.

"Apa kamu menyukai sepak bola Yoichi?" tanya Ego.

Mendengar pertanyaan itu Yoichi hanya menatap ke arah televisi sambil mengangguk "Un... Lumayan suka, ayah sering memperlihatkan beberapa teknik terbarunya." balasnya sambil menggoyangkan kaki munggilnya. Ego pun tersenyum dan membelai rambut anaknya.

"Lalu maukah kamu bermain? Papa akan mengajarimu, bukan sekedar melihat lagi, kamu bisa memainkannya." lontarnya yang membuat Yoichi mulai tertarik dan arah fokusnya mulai beranjak ke arah Ego.

"Mau! Ichi mau main bola!" seru Yoichi sambil menganggukan kepalanya semangat, siapa yang tidak mau? Ia selalu mau memainkannya sejak pertama kali melihat ayahnya bermain di televisi, namun sang ayah tidak pernah memberikan ia bermain karena alasan ia masih kecil, nanti diseruduk bola nangis...

Yoichi cukup senang karena papanya mau mengajarinya, ia mau mengejar sang ayah menjadi seorang striker dan semua orang akan mengenali namanya.

Impian seorang anak.

Impian seorang Noel Yoichi, dimulai dari detik ini.

Perjalanan baru akan dimulai.


To be continued...

Don't forget to vote if you like this chapter sweetheart.

Note:

Chapter singkat berakhir dari sini, seterusnya akan menjadi cukup panjang dalam satu bab, mari kita nantikan sebuah perjalanan karakter utama kita dan ikut merasakan penderitaannya bersama.

"Pencapaian tak selamanya selalu tergapai sesuai harapan, bisa saja kita terjatuh sendiri. Jangan pernah berharap lebih akan ekspetasi, karena itu akan menjatuhkan keinginanmu. Janngan pernah berharap kepada orang lain, karena bisa saja mereka yang akan menjadi batu loncatanmu atau bahkan masalah mu sendiri."

- Future



𝙎𝙝𝙖𝙩𝙩𝙚𝙧𝙚𝙙 𝙋𝙪𝙯𝙯𝙡𝙚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang