Bab 10

13.6K 882 7
                                    

Kantor sedang disibukkan dengan adanya tender pembangunan rusunawa terbesar di pulau jawa. Tender itu akan diperebutkan oleh tiga perusahaan besar antara lain Adidaya grup, Panorama Karya, dan Anggoro grup. Nilai proyek itu menyentuh angka satu triliun  untuk pembangunan 6 gedung rusun berserta fasilitasnya diatas tanah seluas 2 hektar.

Memenangkan tender ini sungguh sangat tidak mungkin bagi Anggoro grup. Perusahaan raksasa yang selalu membuat nyali karyawan Anggoro grup menciut adalah Panorama Karya. Anggoro grup selalu kalah dan tidak pernah memenangkan tender jika harus bersaing dengan perusahaan tersebut. Apalagi proyek yang diperebutkan ini bernilai fantastis.

Hamzah mencoba meyakinkan para karyawan Anggoro grup untuk mencoba ikut ambil bagian dalam tender tersebut. Hampir semua karyawan mencibir Hamzah dengan mengatakan Hamzah masih enol pengalaman tapi terobsesi untuk mendapat tangkapan yang besar. Obsesi Hamzah ini akan merugikan kantor karena fokus pada hal yang tidak mungkin tercapai malah mengabaikan proyek kecil yang sudah pasti bisa menghasilkan uang.

Hamzah tetap pada pendiriannya dan tidak akan goyah. Laki-laki itu tidak tuli jika mayoritas karyawan mencibir kemampuannya, cuman dia hanya menutup rapat-rapat telinganya dari omongan buruk karyawannya sendiri agar fokus mencapai tujuannya.

Rapat dadakan diadakan, semua divisi dikumpulkan. Hamzah meminta divisi survey dan pemetaan untuk membuat site plan mentah untuk pembangunan gedung dan fasilitas rusunawa dengan konsep pengelolaan mandiri.

Hamzah menghembuskan nafas lelah setelah melihat hasil site plan yang diserahkan Doni terlalu biasa. Tidak ada yang spesial atau istimewa dari site plan itu. Rapat selama tiga jam lamanya sama sekali tidak membuahkan hasil.

Sudah pulul 19.00 malam tapi bagian terpenting dalam proyek rusunawa itu masih saja jalan ditempat. Hamzah memijit kepalanya yang serasa macet. Banyak kertas berserak di atas mejanya tapi tidak ada satupun coretan diatas kertas itu menghasilkan sesuatu.

Haira masuk ke ruangan Hamzah setelah mengetuk pintu terlebih dahulu. Haira berinisiatif menyuguhkan wedang ronde yang bermanfaat untuk menghangatkan badan.

"Pulanglah" Baru kali ini Hamzah berbicara seperti manusia normal kepada dirinya. Bukan lagi suara-suara yang merendahkan ataupun hukuman yang memalukan.

Haira mencoba menetralkan perasaannya yang sedikit senang karena Hamzah mungkin sudah mengurangi kadar kebenciannya kepada dirinya. "Apakah pekerjaan bapak sudah selesai?" Haira mencoba berinteraksi senormal mungkin sebagai bos dan bawahan.

"Belum" jawab Hamzah singkat. Di sendoknya wedang ronde untuk melegakan kerongkongan laki-laki itu. Rasa panas dari jahe membuat tubuh Hamzah seketika menjadi hangat.

Haira terpaku memandang Hamzah yang sedang lahap meminum wedang ronde yang ia belikan. Bibir yang basah itu pernah mengecup kening Haira sangat lama, menyalurkan hasrat dan rasa kasih yang Hamzah simpan untuknya yang dia tahan selama setahun. Namun sayangnya semua hancur karena kebohongannya. "Astagfirullah" lirih Haira. Otaknya terlalu jauh berkelana. Haira buru-buru menunduk untuk membuyarkan pandangannya kepada Hamzah.

Haira berdehem menetralkan perasaannya kembali "Apa ada yang bisa saya bantu pak?" Tawar Haira meskipun dirinya hanya berbasa-basi soal ini, karena Haira tidak menguasai jobdesk yang sedang dikerjakan Hamzah. Hamzah mengabaikan pertanyaan Haira, laki-laki itu sedang hikmat menandaskan wedang rondenya.

"Saya akan menunggu di luar, jika bapak membutuhkan sesuatu bapak bisa memanggil saya" Haira memutar tumitnya beranjak keluar dari ruangan Direktur.

"Duduklah" titah Hamzah, memberi kode dengan dagunya untuk duduk di depan meja direktur. "Temani saya menyelesaikan site plan malam ini" pinta Hamzah.

Beberapa kali Hamzah membuat sketsa di atas kertas-kertasnya beberapa kali juga kertas-kertas itu berakhir menjadi remasan yang memenuhi tong sampah.

Hamzah buntu, sudah satu jam waktu berjalan tapi belum juga menghasilkan apa-apa. Dilihatnya Haira menguap kecil sambil menutup mulutnya dengan punggung tangan. Hamzah menatapnya intens membuat Haira menjadi salah tingkah.

"Pulanglah, kamu sudah mengantuk" titah Hamzah yang dibalas gelengan kepala oleh Haira. "Saya akan menunggu bapak sampai bapak selesai" ulang Haira sekali lagi. Tidak etis rasanya jika Haira yang sekarang menjadi sekertaris Hamzah meninggalkan bosnya yang belum selesai bekerja.

"Kalau saya tidak bisa menyelesaikannya apa kamu akan menginap di kantor?" Tanya Hamzah.

"Saya yakin malam ini bapak bisa menyelesaikannya" ucap Haira yakin.

"Kenapa kamu bisa seyakin itu?" Tanya Hamzah penasaran.

"Karena saya yakin keputusan yang bapak ambil sudah bapak pikirkan matang-matang. Cuma kita belum bisa menemukan cara untuk membuatnya berhasil" jelas Haira.

"Begitukah?" Ucap Hamzah sambil menopang dagunya dengan telapak tangan menatap Haira . "Ya" jawab Haira menetralkan detak jantungnya yang tak karuan karena ditatap begitu intens.

"Ok, karena saya tidak ada yang membantu. Maka kita menjadi tim sekarang" Hamzah tersenyum kepada Haira. Ternyata Haira masih sama seperti yang dulu. Perempuan itu selalu mendukung apapun keputusan Hamzah meskipun kedepannya akan dihadapkan pada jalan yang cukup terjal untuk mencapai garis akhir. Karena alasan inilah yang membuat Hamzah jatuh cinta sangat besar kepada perempuan itu, dulu.

Tiba-tiba sebuah ide terlintas di otak Hamzah. Dengan sangat telaten Hamzah membuat sketsa site plan dengan konsep yang telah ditentukan. Tangannya dengan cekatan menggambar peta tata letak gedung serta fasilitas-fasilitas yang menunjang rusunawa tersebut. Ternyata tidak sulit bagi bagi Hamzah untuk menyelesaikan site plan itu kurang dari dua jam. Kebuntuannya terpecahkan setelah mendapatkan mood booster dari Haira, rekan satu timnya.

Setelah semuanya selesai, Haira dan Hamzah bersiap untuk pulang. Haira berjalan mengekori Hamzah dari ruang direktur sampai ke lobby kantor. Tidak menunggu lama, ojek online yang dipesan Haira melalui aplikasi sudah tiba di loby.
"Saya duluan pak Hamzah, Assallammuallaikum" pamit Haira.

Haira bergegas mendatangi ojek online pesanannya. "Pak, ke jalan antasari ya" Ucap Haira sambil menerima helm pemberian pak ojek.   "Astagfirrullah" Haira terkejut ketika Hamzah merebut helm yang ingin ia kenakan.
"Pak maaf, tolong batalkan pesanannya. Saya yang akan mengantarkan teman saya" Tak lupa Hamzah menyodorkan lima lembar uang berwarna merah.

"Alhamdullillah. Iya pak saya akan cancel" jawab pak ojek senang. "Trimakasih pak, mongo-monggo saya duluan" Pak ojek tancap gas, pergi meninggalkan Hamzah dan Haira di parkiran kantor.

"Saya akan antar kamu pulang" ucap Hamzah. Haira tidak membantah dan menurut kepada Hamzah untuk masuk kedalam mobil.

"Ra" ucap Hamzah ketika mereka sudah di dalam mobil.

"Ya pak" jawab Haira.

"Pindah di depan, saya bukan supir kamu" Haira keluar mobil lalu pindah ke depan, duduk di samping kemudi. Haira memilih duduk di belakang karena sungkan kepada Hamzah jika dia tidak nyaman duduk disampingnya.

Separo perjalan telah ditempuh bersamaan dengan Handphone Haira yang berbunyi. 'Barra Calling'
Haira menggeser logo telepon berwarna hijau untuk menjawab panggilan dari Bara.

📞: "Assallammuallaikum bang"
📞: "Masih lembur Ra? Perlu abang jemput?"
📞: "Ga perlu abang jemput. Aku sudah dijalan"
📞: "Ya sudah kalau begitu, kalau sampai rumah kabari ya"
📞: "Iya bang. Nanti Haira kabari kalau sudah sampai"
📞: "Hati-hati Ra. Assallammuallaikum"
📞: "iya bang, waallaikumsalam"

Hamzah terlihat sangat tidak suka ketika Haira mengangkat telepon dari Bara. Rasa tidak sukanya sungguh kentara terlihat dari wajahnya yang berubah menjadi masam. Entah apa yang dirasakannya. Sungguhkah ia cemburu?

Mahkota Yang Ternoda (Masih Lengkap-End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang