i. hidup terus berjalan

464 33 1
                                    

pemuda yang sudah menginjak usia 20 tahun kini sedang duduk manis di ruangan yang tidak terlalu besar, wajahnya sedikit menunduk karena ia sedang membaca lembaran berkas yang harus dipahami. disana ia tidak sendirian, ada pamannya selaku pemilik perusahaan mengawasi pemuda tersebut. ia memandangi sang keponakan dengan tatapan menilai.

“sekali lagi, jurusan kuliahmu apa tadi?”

samudra menghela napasnya mendengar pertanyaan itu muncul kembali, ia memandang sang paman dengan senyum yang nampak dipaksakan. “aku masuk jurusan akuntansi, paman.”

“kenapa kamu tidak melanjutkan profesi orangtuamu saja?”

“apa ada masalah paman?”

“tidak. kupikir karirmu akan lebih menjanjikan jika kamu masuk kedokteran.”

mendengar itu membuat samudra menaruh selembaran kertas yang diminta sang paman untuk dibaca. minatnya sudah hilang ketika sang paman mulai membawa topik yang sama. topik yang membuat samudra muak. ia muak harus menjelaskan ulang kepada orang-orang soal keluarga kecil mereka. samudra hanya ingin orang-orang untuk berhenti bertanya alasan kenapa ia tidak mengikuti jejak orangtuanya.

“kurasa aku berhak untuk menentukan pilihan hidupku, paman.” balasnya. “ah iya, aku sudah mempelajari isi perusahaan dengan baik. kapan tes akan dimulai?” lanjutnya lagi, mengganti topik pembicaraan.

paman samudra yang mendengar itu mengangguk paham, “lusa akan dimulai. kau bisa kan?”

“bisa, paman. kalau gitu aku pamit karena akan ada kelas dalam satu jam lagi.”

“baiklah.”

selesai berpamitan, samudra langsung menelpon sang supir untuk mengantarkannya ke kampus. sepanjang perjalanan, ia kembali dihantui oleh obrolan sang paman barusan. memang benar dia tidak mengikuti jejak sang papi yang menjadi seorang dokter bedah, sebab itu merupakan pilihan yang sulit baginya.

tepat 2 tahun lalu, ada kejadian tidak mengenakkan menimpa keluarganya. sang papi tercinta meninggalkannya dengan papa karena terkena racun obat. samudra tau, sang papi selalu menjalankan tugasnya dengan baik, bahkan membuat relasi yang bagus sesama dokter. entah kenapa bisa seperti ini, samudra masih belum rela.

faktor itu lah yang membuat samudra tidak berminat meneruskan pekerjaan sang papi yang menjadi dokter bedah, selain resiko tinggi, ia tidak ingin jika harus kerja dengan terbayang sosok sang papi. itu akan menyulitkan dirinya.

tidak berhenti disitu, setelah kejadian kelam itu terjadi, setahun kemudian kemalangan menimpa keluarga samudra, lagi. sang papa, diberhentikan dari posisinya pemilik sekolah SMA GEMANTRI.

samudra tidak tau permainan apa yang dilakukan oleh para yayasan sampai sang papa bisa diberhentikan seperti itu. alhasil, berbekal dana yang memang sudah ditabung, samudra inisiatif untuk mencari pekerjaan. sulit awalnya, karena ini sama saja ia kembali dari awal, merasakan pahitnya kehidupan. tapi untungnya, ia berhasil menjadi guru les privat anak SMA.

sudah dibilang, samudra itu ingin memaksimalkan kemampuan yang ia punya. merasa mampu, ia pun memilih membuka les privat sekaligus memberikan ilmu yang ia dapat.

walaupun kehidupannya menjadi jauh terbalik, samudra sangat berterima kasih kepada keluarga papa yang masih mau menawarkan posisi bagus di kantor keluarga papa. setidaknya mereka tidak jatuh miskin. samudra masih bisa bersyukur akan satu hal itu.

“selamat siang, den. mari saya antar.” suara supir yang baru saja datang memutus kepingan memori lama yang hinggap di pikiran samudra. ia memberikan senyuman tipis sebelum masuk ke dalam mobil.

“kalau macet, cari jalan tikus aja ya pak.”

“baik, den.”

────

sedang asyik menikmati pemandangan luar, suara benturan dari belakang membuat supir dan samudra berjengit. mobil mereka ditabrak dari belakang. samudra langsung membuka kaca mobil, kepalanya menyembul keluar untuk melihat mobil yang barusan menabrak mobil miliknya. wajahnya sudah memerah padam ketika sang pengemudi tidak ada tanda-tanda keluar dari sana.

“woi! kalau nyetir, pake mata dong!” teriak samudra. setelah itu kepalanya kembali ia masukkan, kembali menutup kaca jendela mobilnya dengan perasaan gondok. “pak, kita keluar sekarang. minta ganti rugi.” lanjutnya yang diangguki oleh sang supir.

sebelum mereka keluar, ternyata sang pengemudi sudah berada di samping pintu kursi penumpang, mengetuk kaca mobil samudra. dengan ekspresi wajah yang masih kesal, ia membuka kaca mobil sekali lagi, menatap tajam pemuda yang baru saja menabrak mobilnya.

“mobil gue rusak, ada baiknya lo ganti rugi sekarang.” belum juga pemuda itu mengucap sepatah kata, samudra sudah menyerocos lebih dulu. ia menatap geram pemuda yang sepertinya nampak lebih muda darinya.

“mobil gue juga rusak.”

“ya terus? yang nabrak dari belakang disini siapa?!”

pemuda itu sedikit menunduk, ia sontak melirik ke arah supir yang kini sedang ikut menatapnya takut. lalu, pandangannya kembali beralih pada pemuda di depannya yang masih menampilkan ekspresi kesalnya itu. beberapa detik kemudian, ia tersenyum. membuat samudra yang melihatnya menatap aneh pemuda di depannya.

“kepisah baru dua tahun ternyata lo lupa sama gue ya kak?”

bola mata samudra membola ketika baru menyadari saat pemuda di depannya ini menurunkan kacamata hitam miliknya. bola mata hazel itu kembali bertubrukan dengan mata miliknya, arah pandanganya berganti menelisik sampai bawah seolah pemandangan di depannya ini ialah tipuan.

“ganti rugi mobil gue yang lo tabrak sekarang, juno.”










tbc.

tbc

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

n. potret orang tua samudra !! <3






a.n jadi prolog itu samudra-juno pas masih SMA yaa, itu masa lalu mereka. sekarang disini setting waktu masa kini.

sampai bertemu di next update ya!

everything has changed ★ hwanbbyWhere stories live. Discover now