Bab 14

11.7K 790 16
                                    

Aroma bakmi yang dimasak oleh mas Husein tercium dari jarak 10 meter dari tempat Haira berdiri. Tumben warung mie tek-tek dekat kantor ini tidak terlihat antrian yang mengular.

"Eh mbak Haira, kok tumben sendirian? Ga sama mas Bara?" Tanya mbak Ningrum, istri Mas Husein. Mbak Ningrum bertugas sebagai pembuat minuman di warung ini.

Haira hanya nyengir menunjukan senyumnya yang terlihat bahagia namun sebenarnya sedang berduka karena kejadian tadi pagi.

"Mie tek-tek satu Mas Husein, pedes banget! Pokoknya harus banget kalau bisa yang bikin pingsan" kelakar Haira kepada Husein si koki warung.

Mbak Ningrum menyajikan dua gelas es teh di depan Haira. Perempuan itu sudah hafal betul makanan dan minumam kesukaan budak korporat itu ketika  makan di warungnya. "Ga usah gaya mbak, nanti di kasih cabai dua biji sama Husein bisa habis es-ku satu termos" Haira tertawa mendengar candaan mbak Ningrum yang membuat moodnya menjadi sedikit lebih baik. Kenyataannya Haira memang tidak bisa memakan makanan pedas. Makan satu cabe saja sudah bikin dia kalang kabut kepedesan.

Satu piring mie tek-tek dan dua gelas es teh sudah Haira tandaskan. Perempuan itu mengecek jam digital yang ada di gawainya. Lima belas menit lagi waktu istirahat akan berakhir, tapi nyatanya Hamzah tidak datang ke warung ini. Sudah pasti laki-laki itu sedang sibuk dengan tunangannya.

"Mas Husein, mie tek-tek dibungkus tiga ya. Yang satu pedes banget, yang satu pedes sedang, dan yang satu cabainya di pisah" Haira sudah janji buat mentraktir Hamzah. Kalau laki-laki itu tidak bisa datang sebaiknya dia bungkuskan. Janji adalah janji. Maka Haira berusaha menepati. Haira juga tahu bahwa dirinya tidak mungkin mentraktir Hamzah untuk waktu selanjutnya. Mengingat laki-laki itu sudah punya ikatan dengan perempuan lain. Haira takut dicap sebagai penggangu hubungan mereka, ditambah lagi gelar sebagai mantan istri dan suami bisa tambah memperburuk keaadaan.

Haira mengetuk pintu ruangan Hamzah, dan benar laki-laki itu sedang bersama dengan tunanganya-Jehan.

"Ini saya bungkuskan mie tek-tek yang tadi bapak inginkan. Yang satu pedas sedang untuk bapak Hamzah dan yang satu cabainya di pisah untuk ibu Jehan" Haira tahu jika Hamzah suka mie dengan tingkat kepedasan sedang tapi untuk Jehan dia tidak tahu maka dari itu Haira meminta Mas Husein untuk memisahkan cabainya.

"Jangan panggil aku Ibu, Ra. Aku berasa tua banget padahal kita seumuran. Pokonya kamu panggil aku Jehan aja, ga usah pakai ibu. Ok?" ucap Jehan.

"Iya, Jehan" Haira mengangguk menyetujui ucapan Jehan.

"Makasih Ra. Mie dari kamu jadi penyelamat perut kita. Aku sama abang sampai lupa kalau udah jamnya makan siang saking asyiknya ngobrol" Haira tidak buta. Sampel undangan pernikahan dan daftar menu catering berserak di atas meja. Ternyata Hamzah memang benar-benar sibuk karena menyiapkan acara pernikahannya sampai-sampai lupa menepati janjinya pada Haira.

"Iya Jehan sama-sama. Saya permisi Pak Hamzah, Jehan" pamit Haira memutar tumitnya meninggalkan ruangan Hamzah.

Haira memegangi dadanya dengan telapak tangan. Hatinya terasa nyeri melihat Hamzah akan bersanding dengan perempuan lain. Bohong jika Haira merasa baik-baik saja. Hatinya seperti terkoyak, sakitnya menghujam lebih sakit dari waktu Hamzah menceraikannya dulu. Haira iri pada Jehan. Tapi Haira bisa apa? Dirinya hanya seorang mantan, perempuan di masa lalu Hamzah. 

Mengabaikan rasa sakit hatinya, Haira melangkah mencari Bara. Satu mie tek-tek dengan tingkat kepedasan level dewa, Haira bungkuskan untuk lelaki itu.

Haira bertandang ke cubicle Bara "Nih buat abang, mie tek-tek pedas gila kalau kata Mas Husein" Haira mengangsur mie itu ke Meja Bara.

Bara memindahkan mie itu ke mangkuk lalu dengan buru-buru menyuapkan ke mulutnya.

"Bikinan mas Husein memang tiada duanya, enak banget. Apalagi gratisan, nikmatnya tak tertandingi" ucap Bara. "Sering-sering ya Ra" Haira memanyunkan bibir mendengar ucapan Bara.

"Itu abang namanya makan cabai ga makan mie. Ya kali cabenya 25 biji" Haira heran, bisa-bisanya perut bara kuat menahan pedasnya cabai sebanyak itu. Sepertinya lambung pria itu terbuat dari baja.

"Cabai itu bermanfaat buat ngilangin stres Ra" kilah Bara.

"Kalau stres itu healing bang. Bukan makan pedes. Stres ilang kagak, diare iya" Bara tertawa mendengar protes Haira.

Haira geleng-geleng kepala melihat mangkuk Bara yang hampir tandas "kenapa Ra, mau abang suapin?" Selorohnya.

"Bisa pingsan aku kalau makan satu piring sama abang" ucap Haira.

"Ehm" deheman suara Hamzah membuat suasana hening seketika." Tolong rampungkan site plan Rusunawa sore ini  lalu taruh di meja saya" perintah Hamzah kepada Bara yang datang dengan tiba-tiba.

Haira memilih memutar tumit kembali ke mejanya karena waktu istirahat sudah habis. "Aku balik dulu bang" Ucap Haira dengan suara pelan ke Bara namun suaranya terdengar jelas di rungu Hamzah.

*****
Semburat senja sudah terlihat di ufuk barat. Haira bergegas membereskan mejanya bersiap untuk pulang. Ketika perempuan itu berdiri, lengannya di cekal oleh Hamzah. Hamzah menarik Haira ke ruangannya dan mendorong perempuan itu sampai punggungnya membentur dinding "auw" rintih Haira sedikit merasa nyeri.

"Saya sudah bilang untuk jauhi Bara!" Ucap Hamzah tidak senang.

Haira menarik nafas dalam, bersiap meladeni laki-laki ini. "Bang Bara teman saya, saya tidak punya alasan buat ngejahui dia?" Haira bingung, untuk apa Hamzah membatasi pertemanannya? Mereka sudah selesai dan tidak ada hubungan lagi, hanya sekedar mantan. Bahkan sekarang Hamzah sudah memiliki tunanagan.

"Apa karena saya ga menepati janji makan siang sama kamu, Kamu sengaja memancing emosi saya?" Ucap Hamzah "Kamu marah?" Hamzah menerka Haira ingin menyulut emosinya dengan mendekati Bara.

"Buat apa saya marah sama bapak? Pikiran bapak terlalu pendek. Nyatanya saya bungkusin makanan buat bapak dan tunangan bapak" Haira mencoba mengingatkan Hamzah kalau dirinya tidak sekekanak-kanakan itu.

"Dan juga untuk Bara?" Hamzah tidak terima perempuan itu juga memberi perhatian kepada Bara.

"Karena bang Bara teman saya" ulang Haira lagi.

"Ok, saya minta maaf tidak bisa menepati janji saya sama kamu karena....

"Karena bapak sedang sibuk dengan tunangan bapak" potong Haira cepat.

"Kamu cemburu?" Terka Hamzah melihat mimik wajah Haira yang tidak senang.

"Buat apa saya cemburu? Kedekatan bapak dengan Jehan tidak membuat hati saya terluka" Haira pandai sekali berdusta, padahal hatinya remuk redam di dalam sana. "Rasa cinta saya ke bapak memang sudah hilang sejak lama" lanjut Haira berbohong.

"Lebih baik bapak urusi saja tunangan bapak daripada mengurusi hubungan saya dengan bang Bara! Permisi" Haira keluar sambil menyentak tangan Hamzah yang memegangi lengannya.

Haira berjalan melewati trotoar untuk sampai ke halte bus terdekat namun jalannya dipotong oleh mobil Hamzah.

"Masuk ke mobil, kita perlu bicara!" Titah Hamzah.

Haira membuang nafas lelah "Sudahlah pak, saya lelah saya mau pulang" Haira mengacuhkan ucapan Hamzah memilih terus berjalan menuju halte.

"Masuk sendiri atau saya bopong kamu masuk ke dalam mobil!" Teriaknya kepada Haira. Orang-orang disekitar mereka memperhatikan pertengkaran kecil itu sehingga membuat Haira malu.

Haira bergegas mendekati Hamzah sambil telunjuknya diletakkan di depan bibir "Tsut! Jangan teriak-teriak pak. Malu dilihat banyak orang" Haira mencoba mengingatkan Hamzah dengan suara berbisik.

Hamzah sepertinya tidak peduli penilaian orang terhadap dirinya. Laki-laki itu membuka pintu penumpang mempersilahkan Haira masuk ke dalam mobil.

Haira menatap sejenak mata Hamzah yang tajam untuk menunjukkan ekspresi malasnya. Namun Hamzah tidak peduli. Laki-laki si keras kepala dan tukang perintah itu memang pandai sekali membuat Haira kesal.

Mahkota Yang Ternoda (Masih Lengkap-End)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin